Rapat Tiga Delegasi

Sebuah surat telah terselip di pintu kamar Batar pagi itu. Sebuah undangan, ditujukan kepada para pendamping Delegasi dari masing-masing negara, untuk menghadiri sebuah rapat darurat. Tampaknya, ada sesuatu di balik keganjilan yang terjadi usai pertandingan kedua kemarin, sehingga seluruh delegasi—paling tidak, pendamping mereka yang lebih berkompeten dalam urusan ini—diundang untuk pertemuan di Kamar bola Umum.

Pagi-pagi begini?

Bukan hanya Batar, tetapi Talon pula. Batar sendiri tampak didampingi oleh 'elang' yang sedari kemarin 'menginap' di Menara Delegasi Qokar. Elang si pembawa kitab misterius yang tidak dapat dibaca oleh seluruh delegasi dari Qokar. Bahkan Batar yang terkadang berkutat dengan gulungan-gulungan sakral sekalipun, tidak mampu membaca isi dari 'kitab berdarah' itu.

Lalu, di sinilah kini Batar dan Talon, Kamarbola Umum, di mana anggota dari delegasi negeri lain telah datang menunggu.

Seorang pria berambut pirang yang terlihat kurang tidur itu memutuskan untuk membuka pertemuan.

"Saya René Yates, perwakilan dari Qasalon."

"Saya Talon, dari Qokar."

"Saya Batar, Perwakilan Aliansi Qokar. Omong-omong, apakah Anda yang mengirim undangan ini, Tuan Yates?" Seusai Talon, Batar yang berada di samping Talon pun angkat bicara. Ia menoleh ke arah perwakilan dari Qasalon yang bernama Yates itu, menunjukkan sepucuk surat di tangannya.

"Sayangnya bukan." Sir Yates mengacungkan surat undangan yang serupa di antara jari-jarinya. "Saya juga menerima surat yang sama."

"Apakah kita semua berkumpul memenuhi panggilan surat ini?" ujar lelaki berpenutup mata dari Isigalla yang baru datang, sembari mengangkat secarik surat undangan

Dari balik lelaki berpenutup mata itu, muncul seorang wanita,sepertinya kompatriot dari lelaki itu. "Salam kenal. Saya Hazel, dari Isigalla."

Sir Yates pun melanjutkan pembicaraan. "Kebetulan sekali, kita sedang berkumpul di sini. Terus terang kami dari pihak Qasalon nyaris tidak tahu apa-apa sejak kembali ke menara. Apakah ada sesuatu yang perlu kami ketahui sebelum pertandingan antar wakil dimulai pagi ini?"

"Apa yang perlu Anda ketahui? Anda belum dengar kabar wafatnya Suster Fantine?" sahut 'Lelaki Berpenutup Mata', mengejutkan semua pihak.

Maltha dan Astrid sempat menceritakan kalau dirinya bertemu beberapa kali dengan suster dengan nama yang disebut oleh lelaki dari Isigalla itu. Siapa sangka, situasi tereskhalasi begitu cepat seperti ini. Ini tidak bagus bagi seluruh delegasi. Batin Batar. Ia mulai mencurigai, kejadian di arena kemarin, kemungkinan besar diinstigasi oleh pihak yang sama yang membunuh seorang Abdi Edea.

"Saya dengar memang ada seorang abdi kuil berposisi tinggi yang tiba-tiba kehilangan nyawa. Tetapi karena rekan saya menjelaskan dengan setengah -ehm, maksud saya, terlalu bersemangat. Saya hanya tahu bahwa tubuh mendiang ditemukan dalam kondisi um ... berbunga," jelas Sir Yates sedikit kebingungan.

"Dari anak-anak, barulah saya mendengar nama mendiang. Konon dia adalah orang yang menjewer salah satu anak kami dan ... seorang pemuda Isigalla," lanjut Sir Yates seraya melirik ke arah Lelaki Berpenutup Mata.

"Apakah kematian abdi kuil itu ... memang berkaitan langsung dengan sosok yang muncul di tengah arena kemarin?"

Ketika Yates menyebut-nyebut tentang sosok yang muncul di tengah arena, Batar ingin mengonfirmasi sesuatu.

"Sosok muncul di tengah arena, huh? Tuan Yates, saya ingin memastikan sesuatu. Saya yakin, saya melihat Anda di bangku pendamping, kemarin. Apakah Anda merasakan sesuatu yang aneh terjadi, sesaat setelah pertandingan usai? Seperti seolah mendengar suara dengung dari dalam air? Apakah Anda juga mengalaminya?"

"Dengung dalam air?" ulang René terhadap pertanyan Batar. "Tidak. Saya tidak mendengar apa-apa, Tuan Batar."

Hmm ... setiap orang memiliki respon yang berbeda. Sir Yates tidak mendengar apa-apa, tetapi dapat merasakan sebuah keganjilan. Sementara aku seperti telinga yang bindeng kemasukan air. Sihir macam apa itu?? Batar memikirkan ujaran Sir Yates.

"Semua sudah lengkap bukan? Dan ya benar seperti yang ditanyakan René barusan dan juga yang dikonfirmasi Anda barusan. Kami ingin mendengar pendapat jelas dari semua pendamping negara."

Lalu, Nyonya Wina dari Qasalon—kalau tidak salah—yang baru saja hadir, langsung ikut menimbrung rapat, mengambil duduk tepat di sebelah Batar.

"Nyonya Avalonce!" Sir Yates menyapa Nyonya Wina..

"Kudengar ada seorang pendamping yang melihat langsung mayat biarawati Fantine itu. Bisa tolong dijelaskan bagaimana kondisinya saat itu dan kenapa kita dikurung seperti ini?" Setelah berbasa-basi untuk sejenak, Wina menatap Lelaki Berpenutup Mata itu. Nenek itu sempat menanyakan sesuatu pada Batar, tetapi karena terlalu pelan, Batar tidak mampu menangkapnya.

"Yah, kondisinya mengenaskan. Seluruh bajunya dipenuhi darah seluruh kulitnya luruh, mengering, darah seperti keluar dari tubuhnya, matanya berlubang dan diganti dengan bunga. Apakah Anda sekalian mau melayat ke pemakaman Suster Fantine setelah ini?" ujar Lelaki Berpenutup Mata dari Isigalla. "Sebelum itu, saya juga akan mengatakan sesuatu yang penting."

"Sesuatu yang penting?" ulang Sir Yates, mengangkat kedua alis.

"Apa sesuatu yang penting itu, Deonyco? Kau bahkan tidak memberitahu saya sejak awal!" Dame Hazel menyela pria yang—akhirnya diketahui Batar—bernama Deonyco itu.

"Suasana sudah segenting ini, dan sejak kemarin kau berlagak tahu sesuatu yang berpengaruh pada keselamatan semua orang di sini. Dan kau malah bermain rahasia? Demi Edea!" omel Dame Hazel.

"Kali ini bukan rahasia lagi," ujar Deonyco.

"Para delegasi kemarin setuju untuk melindungi Sienna, atas saran saya agar bisa meredam kekuatan jahat, saya butuh bantuan kalian juga untuk melindungi para delegasi, karena para pejabat negara tidak akan melakukan apapun untuk bocah-bocah itu."

Inikah alasan Maltha dan Astrid keluar malam-malam untuk kedua kalinya, kemarin? Pikir Batar, di antara delegasi lain yang begitu terkejut mendengar penjelasan Deonyco.

Dame Hazel bertanya, "Bantuan seperti apa?"

"Kita harus ikut melindungi Sienna .... Sebelumnya, apa kalian mengetahui siapa dia?" Deonyco mengedarkan pandangannya ke para delegasi lain.

Sir Yates menyahut, "Saya dengar dia perempuan yang mengenal Raja Daslaenad. Apakah benar demikian?"

Deonyco mengangguk, sembari mendekat ke arah Sir Yates.

"Dia bisa meredam kekuatan jahat yang sekarang sedang mewabah dan mengakibatkan kericuhan di setiap kota, bahkan di dalam katedral. Delegasi Qasalon sedang dirawat di menara saat delegasi negara lain mendiskusikan hal ini, saya harap Anda dapat membujuk mereka untuk ikut melindungi Sienna."

Sir Yates mengernyit curiga. "Apakah hanya itu? Apakah perempuan bernama Sienna itu sendiri yang memintamu untuk menyelamatkan dia? Atau murni keputusanmu sendiri saja?"

"Ia meminta, dan bukankah ia yang ikut bersama Daslaenad untuk membangun benua Hiryn?"

"Mohon maaf menyela, tetapi saat aku menemuinya bersama Putri Esme. Dia mengatakan untuk ingin dibunuh." Wina menyela pembicaraan dengan tatapan tak percaya. "Kenapa tiba-tiba dia memintamu untuk menyelamatkannya?"

Seperti kebingungan sendiri, Dame Hazel pun mulai berkeluh-kesah. "Tapi, semalam di taman, kau yang bilang 'jangan bunuh Sienna' ketika Sienna bilang ia harus kembali ke pangkuan Edea—entah apa maksud sebenarnya. Saya berusaha memahami apa yang sebenarnya terjadi, tapi apa yang kau katakan barusan bertentangan dengan apa yang dibilang ... Nyonya Avalonce?"

Bolak-balik beliau menoleh kepada Nyonya Wina dan Deonyco. "Jadi, mana yang benar? Sienna ini minta dibunuh atau tidak?"

"Sienna yang minta dibunuh bukan lah suara asli milik Sienna. Lagipula, sederhana saja, membiarkan Sienna tetap hidup masuk akal karena ia akan meredam kekuatan asing tersebut. Kalau ia dibunuh, risikonya adalah kiamat bagi kita semua, bukan begitu? Kitab Edea juga tertulis, janganlah kita semua terjebak dalam tipu rayu." Deonyco tetap berpegang teguh terhadap iman dan argumennya.

Dalam suara yang seperti dilingkupi oleh ketakutan, Dame Hazel pun berucap lirih, "Lalu, suara itu milik siapa?"

"Milik sesuatu yang pernah saya sebut namanya, dan sempat mengakibatkan pening di kepala saya, Senior," ungkap Deonyco, seraya bergerak ke arah pintu keluar Ruang Pertemuan. Namun, langkahnya dihadang oleh Sir Yates.

"Anda bisa mendengar suara sosok yang muncul di arena?" Sir Yates merentangkan sebelah lengannya.

"Kau ini siapa sebenarnya, Deonyco Phenix?" Nada Dame Hazel mulai meninggi.

"Suara sosok?" Deonyco menaikkan salah satu alisnya, seraya berujar, "Di pertandingan kemarin, saya ada di taman bersama Isolda. Jadi saya tidak tahu suara sosok apa yang Anda maksud. Namun, di pertandingan hari pertama, saya sempat diteror oleh suara bisikan, dan Sienna lah yang membantu saya saat itu. Saya hanyalah penyihir dari Isigalla ... yang kebetulan dikatakan sebagai Yang Terpilih oleh Sienna."

"Sosok yang Archie ceritakan." Dame Hazel mendekat kepada Deonyco, menginterogasi sosok berpenutup mata itu. "Sosok yang membuat Paus menggumamkan nama Sienna di sana."

Sahut Nyonya Wina yang sudah ikut terjun dalam perdebatan. "Jangan berkelit, tuan Deon. Tolong dijelaskan sejelasnya agar kami semua mengerti dan tidak terkesan menginterogasimu."

Deonyco pun menjawab, "Ahh ... itu dia Si Empu dari kekuatan asing yang harus dilawan oleh Sienna. Jadi, intinya kita harus melindungi Sienna. Tidak ada fakta lain lagi yang saya sembunyikan. Saya hanyalah seseorang yang mendapatkan pertolongan dan pertobatan dari Sienna, tidak lebih dan tidak kurang."

Kesabaran telah habis

Sir Yates mencabut pedangnya, di mana ujungnya berada tepat di depan leher Deonyco.

"Yang terpilih? Apakah yang mengatakan itu Perempuan Sienna itu ... atau suara-suara aneh yang kau dengar? Apa persisnya yang dikatakan perempuan itu untuk membantumu?"

====***====


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top