Prahara Dunia
[Kebenaran yang terkuak semalam membuat keadaan menjadi semakin genting. Saat kebangkitan dewa yang lain makin dekat, para pejuang memilih untuk melawan dengan segenap tenanga. Namun, turnamen tetap harus dilaksanakan walau terasa kehilangan maknanya. Stadion nyaris setengahnya kosong, sementara yang hadir tampak tidak fokus. Tidak ada sorak-sorai ketika perwakilan Isigalla dan Qasalon masuk ke arena. Para penjaga bertampang serius berdiri rapat tanpa ekspresi. Langit mendung seakan memberi pertanda bahkan sang Paus pun tak hadir. Hanya seorang kardinal yang membuka pertandingan terakhir, seakan berharap semuanya segera berakhir. Isigalla dan Qasalon mengangkat senjata di tengah ancaman yang sebenarnya.]
====***====
Hiryn jatuh dalam konspirasi Dewa Asing.
Di balik pencarian berbagai bangsa dalam mendapatkan Tarikh Daslaenad, sebuah harga harus dibayar dengan jatuhnya dunia dalam kekacauan. Setidaknya itu yang kini terjadi. Negeri-negeri Hiryn terbakar dalam pertikaian tanpa dasar, seolah manusia telah kehilangan kemanusiaan itu sendiri. Bahkan di dalam Kota Suci, di mana seharusnya Berkah Edea menyelubungi, tidak luput dari konspirasi yang terjadi.
Seperti Edea telah menurunkan 'penghakiman' pada umat manusia di Hiryn. Apakah karena selama ratusan tahun perang tanpa henti, telah membuat Edea memalingkan kasihnya? Seperti Roh-Roh Leluhur, Buyut-Buyut Qokar yang murka karena manusia telah jatuh dalam pusaran samsara terlalu dalam, akankah manusia menjadi nista senista-nistanya? Hanya karena ambisi, hanya karena kuasa, hanya karena tamak, manusia telah terjatuh dalam dosanya yang begitu pekat.
Astrid dan Talon pergi untuk mencari kebenaran, sementara Maltha terlihat seperti terpukul tentang apa yang tengah terjadi. Anak-anak itu diberi beban untuk menentukan nasib Hiryn, memikul langit yang akan runtuh keesokan hari. Tidak banyak bicara, terlihat seperti 'ruh'-nya 'diculik' oleh Djinn-Djinn Qokar. Batar sendiri tidak berminat untuk melihat pertandingan antara Isigalla dan Qasalon. Kehadirannya dan Maltha di arena hanyalah formalitas untuk tetap menunjukkan perilaku budi di tanah orang.
Pertandingan ini adalah hal yang percum-tak-bergun, sekaligus menjadi simbolisme yang mengerikan. Batar berpikir bahwa pertandingan yang melibatkan tiga negara ini adalah sebuah 'prosesi', entah apakah itu untuk menghalau agar 'Sang Dewa Asing' tidak turun, atau untuk mengundang 'Malapetaka', tidak ada yang tahu. Turnamen ini sendiri sudah beberapa kali terselenggara, tetapi yang ini ... yang ini seperti sebuah jawaban atas 'kedamaian semu' di Hiryn.
Saintess Sienna.
Orang sakral yang harus ditumbalkan demi kedamaian yang tetap tercipta di muka bumi. Ironis bahwa sudah banyak cerita serupa, tentang pengorbanan demi pengorbanan orang-orang yang memiliki hati suci. Demi menjadikan Edea dan Hiryn yang tetap dalam konisi damai. Batar menengadah ke atas, di mana langit mendung telah menanti. Langit serasa akan jatuh, seluruh negeri tumbang dalam kekacauan, sedangkan para delegasi terkunci dalam kota suci. Terjebak, sembari menanti akan penghakiman yang diturunkan kepada masing-masing diri.
Batar hanya bisa duduk termenung dalam kursi podiumnya. Mempertimbangkan segalanya. Dalam sebuah permintaan yang ganjil, para Delegasi dari Tiga Negara diminta untuk 'mengorbankan' anak-anak mereka untuk menghadapi Dewa Asing, menanggung beban dunia dan semesta.
Semesta terkadang bisa menjadi kejam tanpa ada pandang bulu, tetapi ... itulah semesta. Ia tidak terikat, sedangkan Ia mampu mengikat segalanya. Batar memejamkan matanya, berusaha mengingat sosok seseorang yang telah lama ... hilang. Dalam ingatannya yang samar, ia menemukan sosok 'wanita' yang menjadi 'Pemandu Spiritualnya'
Priestess O Priestess, mengapa engkau meninggalkan aku?
===***===
[Di tengah pertandingan yang terjadi, terdengar suara-suara jeritan dan teriakan makin kuat. Para pejuang yang mendengarnya menurunkan pedang dan tongkat sihir. Sesuatu terjadi tak jauh dari mereka dan tak butuh waktu lama hingga melihat apa yang terjadi. Massa dari berbagai negara menyerbu arena, beberapa menggunakan alat-alat pertanian, yang lain menggunakan alat dapur, beberapa menggunakan pedang dan tombak. Sebuah kumpulan yang janggal. Mereka saling menyerang satu sama lain sementara beberapa meringsek masuk ke dalam arena. Mata mereka dipenuhi oleh keinginan untuk melihat darah. Para penjaga segera menahan kerumunan tersebut sementara pertandingan dihentikan dan para delegasi dievakuasi kembali ke dalam katedral.]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top