Misa Sore
Lonceng berbunyi meninggalkan gema di seluruh penjuru Edealuni, memberi penanda waktu bahwa jam doa sore dimulai.
Masing-masing delegasi dijemput dari menara oleh para misdinar dan dibawa ke aula pertemuan. Dalam sunyi, seluruh wakil delegasi tiga negara mengekor di belakang para hamba dewa berbaju putih hingga tiba di sebuah ruangan luas berlangit-langit tinggi dengan pilar-pilar menopang di setiap sudut. Kain merah tua menjuntai dari atas bergerak pelan tertiup angin sore yang lolos dari jendela-jendela tinggi.
Para penghuni katedral telah berbaris rapi, terbelah menjadi dua bagian. Delegasi dari ketiga negara berjalan di tengah hingga tiba di depan mimbar, tempat di mana ada barisan kosong yang disediakan khusus bagi mereka.
Tak lama setelah itu, sang Paus masuk dan berjalan ke mimbar diiringi oleh dua kardinal yang terus mendampinginya.
Misa sore itu pun dimulai.
Diawali dengan doa, bacaan kitab suci dan diakhiri dengan devosi sebelum Paus menyapa satu per satu anggota Delegasi Tiga Negara.
"Selamat datang di Edealunis. Salam damai dari Edea untuk Hiryn." Suaranya yang lantang mengkhianati umurnya yang terlihat tua. Bagaimana pun juga, dia telah memimpin misa bertahun-tahun. Sebuah senyum ramah dia edarkan sebelum dia melanjutkan pengantar singkat, memperkenalkan delegasi dan mengucapkan selamat bertanding.
"Semoga damai senantiasa hadir di hati kita semua," ucapnya sebelum mengakhiri acara hari itu.
Dia pun turun dari mimbar untuk menyalami para delegasi.
"Senang sekali, turnamen persahabatan ini dapat dilakukan kedua kalinya di Edealunis. Sebuah kehormatan bagi kami mengadakan sebuah acara membangun persahabatan dari pemuda-pemudi yang menjadi masa depan negara."
Pria dengan rambut berwarna putih itu menyambut para delegasi, menyalami satu per satu, dimulai dari Qasalon Empire, Isigalla Kingdom, dan Qokar Alliance.
===***===
Sempat terjadi keributan tatkala Paus menyalami satu per satu delegasi dari Qasalon Empire. Salah satu anggota Delegasi menyebut-nyebut tentang Tarikh Daslaenad. Dua kata yang sangat sensitif di antara delegasi Tiga Negara ini.
"Tarikh Daslaenad." Ucapan Paus dalam suara yang begitu dalam pun meredakan ketegangan.
"Hanyalah kabar angin yang tidak berdasar dan saya rasa, hanya disebarkan untuk merusak kedamaian yang telah dibangun di atas curahan darah orang-orang di medan perang. Kalian adalah utusan kedamaian, bersikaplah demikian. Keberadaan Tarikh hanyalah dongeng bagi mereka yang ingin kembali mengobarkan perang di benua Hiryn yang carut marut," lanjut beliau.
Tiga negara mewakili turnamen untuk merebutkan sesuatu yang masih simpang siur bentukannya? Apa sebenarnya turnamen ini hanyalah formalitas yang wajib ditegakkan, untuk menempatkan kedamaian tipis di atas ambisi ketiga negara untuk mendapatkan Tarikh Daslaenad? Orang paling suci di Edea berusaha untuk 'memperkecil' ruang-ruang konflik tiga negara yang bertikai dalam sebuah kompetisi.
Batar berada dalam kontempelasinya, sebelum bisikan Astrid memaksa Batar untuk kembali ke alam kesadaran.
"Apa itu Tarikh Daslaenad?" bisik Astrid.
Sebuah pertanyaan di waktu dan tempat yang tidak tepat, bocah! Gerutu Batar dalam hati.
Talon melirik Astrid. Singkat saja ia berkata, "Kekuatan. Yang akan kita menangkan."
"Jadi kita akan dapat Tarikh jika menang Turnamen?" tanya Astrid lagi.
"Huh, anggap saja begitu." sahut Batar pelan, dengan harapan tidak akan memancing keributan seperti Delegasi dari Qasalon.
"Jadi, menangkanlah turnamen, untuk jawaban atas pertanyaanmu, untuk Talon dan Maltha, dan untuk semua orang yang tengah menunggu bagaimana legenda baru tercipta di Tanah Qokar."
Astrid pun mengangguk mantap, barulah dirinya bisa diam.
Sepertinya ia telah mendapatkan jawaban yang memuaskan keingintahuannya. Dalam hati, Batar berkomentar.
===***===
Lalu, tibalah Sang Paus mendatangi Delegasi Qokar.
"Sebuah kehormatan pula bagi kami dari Qokar, untuk menyambut undangan turnamen persahabatan kali ini," ujar Talon sembari membungkuk hormat.
"Semoga Anda menikmati kunjungan Anda di Edealunis, tempat kami yang sederhana ini. Jika Anda mengalami ketidaknyamanan, para pelayan dewa di sini siap membantu." Paus pun bertitah, lalu bergeser menuju hadapan Batar.
"Terima kasih, atas undangan dan sambutan dari Bapa kepada kami, delegasi dari Qakar, yang telah diizinkan untuk berkunjung di Tanah Suci Edea. Semoga damai selalu menyertai semuanya."
Terlatih sebagai Penjaga Tanah Leluhur yang berulang kali menyambut Tetua Adat atau Pendeta Tinggi, Batar dengan refleks membungkuk hormat sembari menyambut uluran tangan Paus. Ia tidak berani bahkan untuk melirik barang sekejap pun, di hadapan orang paling sakral di seantero benua, pemimpin umat, dan tuan bagi rumah-rumah suci di Edealunis itu.
"Salam damai untuk Qokar dan penghuninya." Sang Paus menerima sambutan dari Batarich dengan senyum dan anggukan.
"Sebentar lagi kalian bisa menikmati lingkungan katedral, silakan berkeliling. Saya bisa menyarankan taman jika berkenan, Suster Fantine adalah penanggung jawab yang sangat berbakat dalam merawat bunga dan tanaman obat. Namun, taman hanya bisa dikunjungi sebelum matahari terbenam sempurna dan tertutup setelahnya. Atau jika kalian ingin berdoa, mencari petunjuk dari Edea, kalian bisa ke salah satu bilik-bilik doa yang tersedia."
Lalu, giliran Maltha yang menyambut jabat tangan Sang Paus dengan hati-hati.
Batar pun terkejut, ketika Maltha berucap, "Sama-sama, Kek."
Pria tua itu tertawa lepas mendengar sapaan dari Maltha.
"Salam damai bagimu, Maltha dari Qokar. Saya memang sudah waktunya dipanggil kakek."
Batar berusaha untuk tidak menghela napas begitu kencang.
Untung saja kita berada di tempat di mana berkah Dewa-Dewi turun. Kalau kau memanggil Tetua Adat Qokar dengan sebutan santai seperti itu, sepertinya kau akan dijemur di tanah lapang selama dua hari dua malam, Demi Eyang Buyut! Maltha!
Lalu Astrid hanya tersenyum tipis ketika membalas jabat tangan sang Paus. Sang Paus hanya tersenyum maklum sebelum menepuk pundak Astrid singkat, sepertinya memberi semangat.
===***===
Seusai menyambut para delegasi, Paus kembali ke tempatnya. Sang Paus memandang ke para delegasi dan tersenyum tenang. "Sayang sekali, saya harus pamit undur diri. Selamat menikmati kunjungan Anda di Edealunis dan yang terbaik yang akan menang di turnamen. Salam Damai dari Edea senantiasa ada dalam hati."
Beliau mengangguk singkat untuk pamit sebelum berjalan menuju kantornya diiringi oleh kedua kardinal. Setelah Sang Paus undur diri, maka berakhirlah pula acara sambutan di ruang pertemuan. Seluruh anggota Delegasi dari masing-masing negara bubar menuju pintu keluar.
Batar melihat Talon memberi isyarat untuk mengikutinya. Kemudian, Batar menoleh ke arah Astrid dan Maltha.
"Astrid, Maltha."
Batar memanggil kedua gadis itu seraya memberi isyarat dengan tangannya.
"Kita keluar ruangan."
===***===
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top