6c
"Kita telat. Harusnya berangkat sejak suamimu itu pergi dari rumah."
"Kirain dia berangkat kerja, Rin. Maaf. Aku juga lelet."
"Nah, tahu gitu. Gapapalah. Tunggu aja di sini. Nggak mungkin juga kita masuk."
"Iya."
Aku menatap Karin. Ia tersenyum.
"Tenang, kamu nggak sendiri. Aku bantu sampai tuntas. Mau ngikutin caraku 'kan?"
Aku mengangguk.
"Soal pelakor itu, kita selidiki dulu latar belakang keluarga Indah. Biar tepat menempuh langkah selanjutnya. Nah, soal suamimu. Buat ia menderita."
"Caranya?"
"Itu si Indah lagi nifas. Kamu panasin aja suamimu tapi jangan kasih jatah. Harus lebih menggoda. Nggak usah malu. Entar aku permak abis deh tampilan kamu."
Mendengar solusi Karin. Kok jadi horor sendiri?
"Kalau Mas Raka kebelet, gimana?"
"Hadeeh, bilang aja lagi mens kek. Apa kek."
Aku mengangguk. Toh Mas Raka ingat padaku hanya saat soal 'jatah' saja.
"Trus kita ngapain di sini."
"Nyari jejak, Sayang. Oh ayolah. Jangan terburu-buru. Nikmati saja prosesnya. Buat suami dan gundiknya itu menderita. Berpikir cerdas, oke?"
Aku mengangguk saja meski masih tak paham.
Karin mengambil sebuah box obat gosok dari dalam mobil. Cukup banyak. Membuatku tak paham saja.
"Kamu bawa ini. Diam aja di sebelahku. Jangan panik atau grogi. Kita nyamar jadi sales obat gosok."
Ya Tuhan!
"Kamu gila, Rin? Kita ke rumah itu?"
"Iya. Itu rumah ortu Indah. Aku udah baca pesan suamimu itu."
"Aku nggak bisa, Rin. Perasaanku lagi nggak tentu sekarang."
Karin menghela napas. Ia menatapku prihatin.
"Yaudah, kamu tungguin di sini. Aku ke sana sendirian. Nggak masalah."
"Tapi ..."
"Udahlah. Santai. Diem di sini."
Karin bangkit dari duduk. Ia berjalan sambil membawa satu box besar obat gosok. Melangkah dengan pasti meninggalkanku menuju rumah orang tua Indah.
***
Menunggu penuh gelisah. Hatiku resah. Dalam pikiranku terbayang wajah Bapak. Ya Allah. Andai aku menurut beliau waktu itu. Ternyata benar, restu orang tua adalah segalanya. Aku bahkan tak tahu sejak kapan Mas Raka selingkuh sampai punya anak dari Indah.
Tak terasa mataku berair. Bukan menangisi pengkhianatan Mas Raka. Akan tetapi teringat dengan Bapak. Apa yang akan kukatakan padanya nanti? Rumah tanggaku sudah diambang kehancuran seperti ini.
Kuusap sisa air mata saat melihat Karin berjalan mendekat ke arahku. Ia tersenyum puas. Aku jadi tak sabar, apa yang ia dapatkan di sana.
"Dengarkan ini," ucap Karin sambil menunjukkan sebuah alat kecil. Berbentuk kotak hitam tipis. Ada lubang kecil layaknya sound.
"Ini apa?"
"Alat ini tersambung dengan alat yang kutempel di bawah meja tamu. Mampu merekam semua pembicaraan di sana."
Aku melongo.
"Mereka nggak curiga?"
"Enggak. Percayalah, selalu ada celah untuk tindak kejahatan. Mereka lengah. Orang tua Indah juga sudah berumur."
Aku tersenyum pahit. Bagaimana mungkin orang tua Indah merestui hubungan Mas Raka? Atau jangan-jangan suamiku itu telah mendustai mereka?
"Tekan tombolnya, cepetan ih," ujar Karin sambil menyentuh belakang alat berwarna hitam itu. Aku baru tahu jika ada tombolnya. Kudengarkan dengan seksama.
"Gimana lagi, Pak. Kerjaan banyak. Sering tugas di luar kota juga, jadi sering ninggalin Indah di rumah."
Ah, itu suara Mas Raka.
"Nggak papa, Mas. Demi anak dan istri aku bakal paham kok."
Kali ini suara perempuan. Jelas saja Indah yang menyahut.
"Malem ini nginep di sini, ya. Bapak masih kangen sama cucu."
"Iya. Raka tiga hari libur. Nemenin Indah di sini."
"Baguslah, berarti besok bisa antar Bapak ke notaris, ya? Mau ngurusin kepemilikan rumah. Juga bikin akta tanah baru. Ganti nama jadi milik Indah. Sekaligus mobil yang kamu bawa. Urus ke samsat, balik nama sekalian."
"Siap, Pak!" suara Mas Raka terdengar semangat.
Aku menatap Karin. Ya Allah, suamiku sudah sejauh ini rupanya.
"Indah anak orang kaya berarti," celetuk Karin.
"Kayaknya sih, iya."
"Trus, kenapa suamimu itu masih pertahanin kamu? Toh, dia udah dapat segala dari keluarga Indah."
"Nggak tahu juga."
Karin manggut-manggut.
"Peluang gede nih. Manfaatin aja suamimu itu. Kuras habis hartanya."
"Tapi, Rin. Entar aku jadi orang jahat."
Karin terbahak-bahak. Ia menatapku dengan ekspresi lucu.
"Udah ah, dengerin itu, apa aja yang mereka ucapkan."
Aku mengangguk.
"Bapak sudah ngasih banyak sama kamu. Kapan Indah berubah statusnya menjadi istri sah?"
Deg!
Aku nyaris menjatuhkan alat yang tadi kupegang. Apa aku tak salah dengar? Artinya, Bapak Indah tahu kalau Mas Raka mempunyai istri sah?
"Mereka jauh lebih jahat, Dini. Hahaha. Porotin aja. Sebegitu mudah mempermainkan pernikahan. Muak! Sumpah!"
Bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top