4a
"Siapakah perempuan itu, Bu? Apakah dia hamil dengan Mas Raka?"
Ibu menggeleng keras.
"Bukan, Nduk. Waktu itu Raka cuman bilang kalau perempuan itu istri temannya. Dia juga minta tolong ke Ibu biar nggak usah cerita sama kamu. Tapi, Ibu nggak enak. Takut Raka berulah lagi."
Ibu menatap khawatir.
"Tadi, Ibu dengar percakapan kalian di kamar. Ibu nggak mau ada masalah apa-apa, Nduk sama rumah tanggamu."
Aku menghela napas. Jelas saja ini masalah. Mas Raka membawa perempuan hamil ke rumah Ibu. Itu pun tak boleh kuketahui. Istri mana yang tak curiga. Apalagi saat ada struk dan selip gaji dengan nominal berbeda.
"Ibu tahu siapa nama perempuan itu?" tanyaku serius.
"Namanya Indah."
"Ibu kenal sama dia? Atau barangkali dulu mantannya Mas Raka?"
Ibu menggeleng lagi.
"Nggak kenal, Nduk. Dia juga cuman sehari di sini. Soalnya Ibu menyuruh Raka membawanya pergi. Nggak enak dilihat tetangga."
Ah, ini tak bisa dibiarkan.
"Kenapa Ibu baru bilang sekarang?"
"Eng, anu ..."
Ibu terlihat resah. Beliau menggaruk punggung tangannya sendiri. Apalagi yang beliau sembunyikan? Jangan-jangan Ibu sudah banyak lebih tahu.
Tok!
Tok!
Tok!
"Dek!"
Suara ketukan pintu kamar dan panggilan dari luar membuatku bangkit berdiri.
"Jangan ngadu, Nduk. Nanti Raka marah sama Ibu."
Tangan Ibu menahan saat aku bangkit berdiri.
"Nggak bisa, Bu. Ini harus diluruskan. Ibu dukung Dini, 'kan?"
Ibu menatapku dengan kening berkerut. Entah takut, entah apa. Sementara di luar kamar, suara panggilan Mas Raka terus saja berulang.
"Biar Dini buka pintunya," ucapku.
"I-iya."
Aku berjalan menuju pintu. Membukanya. Mas Raka sudah berdiri di depan.
"Masuk, Mas. Kita bicara sama Ibu."
"Bicara apa, Dek?"
"Sudahlah. Ikut saja."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top