3b
SLIP GAJI SUAMIKU (3b)
"Jadi istri itu harus nurut sama suami. Nggak boleh banyak protes. Berapa pun uang yang dikasih, diterima ya, Nduk. Itu rejeki."
Masih terngiang ucapan Almarhumah Ibuku. Dan hal itulah yang menjadi peganganku selama ini. Sejak menikah dengan Mas Raka. Aku tak pernah protes. Aku juga selalu menurut. Dia bahkan melarangku bekerja. Katanya tak ingin melihatku susah. Akan tetapi, kalau sudah seperti ini. Ya Allah, aku selalu meyakini bahwa didikan keluargaku tak salah.
Aku sangat takut membayangkan masa depanku. Tanpa Mas Raka, aku akan bagaimana? Jika kembali ke rumah Bapak, aku pasti akan sangat malu. Beliau menentang keras pernikahanku dengan suami.
"Sudah tahu kalau nggak bener, Nduk. Kok masih saja lanjut," resah Bapak waktu itu.
"Mas Raka bilang kalau Dini pelabuhan terakhirnya, Pak. Dia janji nggak akan main perempuan lagi."
"Kamu percaya?"
"Percaya. Kalau masih main perempuan, nanti sama Dini dipotong!"
Bapak menatapku khawatir. Masih tak percaya sepertinya. Aku harus meyakinkan dengan ekstra. Karena waktu itu, hati dan mataku sudah tertutup dengan cinta buta.
"Restui Dini, Pak. Nanti Bapak akan lihat kalau Dini bisa merubah Mas Raka."
"Beneran?"
"Bener."
"Ya udah kalau itu mau kamu, Nduk. Bapak gak bisa apa-apa."
Aku memejam. Merasai sendiri hati yang begitu perih. Semoga tak ada kata terlambat. Aku akan bergerak cepat. Hanya ada dua pilihan, menyelamatkan rumah tangga ini atau mengakhirinya.
***
Bukti yang kumiliki belum cukup kuat. Jangankan untuk ke pengadilan. Menunjukkan pada Ibu mertua saja aku belum berani.
"Sudah, Nduk. Kamu capek."
Ibu menyentuh punggung tanganku. Seperti biasa, aku selalu memijitnya sebelum tidur. Beliau sangat manja denganku.
"Sini duduk. Ibu mau ngomong penting."
Ibu menatap ke arahku. Lantas mengedarkan pandangan ke sekeliling.
"Kunci dulu pintu kamarnya," ucap Ibu mertua. Kok, aku jadi deg-degan? Apakah Ibu tahu sesuatu?
Aku bangkit menuju pintu. Mengunci slotnya dari dalam. Lalu duduk di samping Ibu.
"Kenapa, Bu?" tanyaku.
"Ini soal Raka. Janji jangan marah, ya?"
Tuh, kan! Ibu pasti tahu. Ya Allah ...
"Janji ya, Nduk," ucap Ibu lagi.
Aku mengangguk. Kalau marah ke Ibu sepertinya tidak, tapi kalau ke Mas Raka. Entahlah.
"Apa pun yang terjadi, kamu tetap anak Ibu. Raka ... sudah tiga bulan ini, dia pernah bawa perempuan hamil ke rumah Ibu."
"Apa?"
Aku terperanjat. Dugaanku tak salah. Mas Raka pasti ada main dengan perempuan lain.
Awas kamu, Mas! Dia pikir diamku selama ini tak bisa melawan. Begitu mudah dibodohi hingga sampai seperti ini.
"Siapa perempuan itu, Bu? Apakah dia hamil dengan Mas Raka?
Bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top