PRAM - 8
Bagi Pram, satu-satunya pekerjaan dimana seorang atasan justru harus bersabar dan mengalah kepada bawahannya, adalah Asisten Rumah Tangga. Dirinya mengalaminya sendiri. Padahal dirinya dan Arum sudah memperlakukan Nur, pengasuh Patra, dengan sangat baik, tidak membeda-bedakan makanan dan bahkan menyiapkan seluruh kebutuhan bulanan seperti sabun, pasta gigi, detergen hingga pembalut sehingga gaji yang diterima Nur adalah gaji bersih. Tapi tetap saja Nur minta pulang kampung sebelum waktunya. Padahal ia sudah berjanji bersedia pulang kampung hanya saat lebaran.
Tentu saja saat Nur minta ijin pulang kampung, Arum jadi stres. Arum bahkan harus berusaha membujuk Nur agar tidak jadi pulang kampung. Tapi bukannya tahu diri, Nur malah menjelek-jelekkan keluarga Pram. Katanya, Nur tidak betah kerja disana karena pekerjaannya bertambah sejak Mama dan Dinda sering main ke rumah. Mendengar hal itu, Pram hampir saja marah. Mana mungkin pekerjaan Nur bertambah hanya karena Mama dan Dinda main ke rumah kan. Pasti Nur hanya mengada-ngada. Tapi Arum menahannya agar tidak memarahi Nur. Akhirnya, berkat rayuan Arum, dengan iming-iming kenaikan gaji, akhirnya Nur mau bertahan.
Dimana lagi, coba, pekerjaan dimana atasannya justru harus merayu-rayu sang bawahan untuk bertahan. Sementara di bidang pekerjaan lain, para atasan bisa tegas memberhentikan bawahan yang membangkang.
Tapi dasar ART, sudah dinaikkan gajinya, tapi pekerjaannya tidak beres juga. Suatu malam, Pram pulang ke rumah dalam keadaan lelah dan mendapati buku dan mainan Patra berserakan di ruang tengah. Hampir saja Pram memanggil Nur untuk membereskan kekacauan itu. Tapi Arum menahannya dan mengatakan bahwa Arum sendiri yang akan menegur Nur.
Tapi ternyata hingga keesokan paginya, ketika Pram keluar dari kamarnya, ruang tengah rumah Pram tetap kacau. Padahal Pram keluar kamar agak siang karena setelah sholat subuh, Pram kembali tidur karena sepekan kemarin pekerjaannya sangat melelahkan. Itu artinya, sejak pagi tadi Nur tidak juga membereskan ruang tengah. Jadi apa saja kerjanya?
Baru saja Pram akan menegur Nur, Arum sudah membelanya terlebih dahulu. "Ini berantakan setelah kemarin sore anak-anak main. Jadi biarin anak-anak yang beresin."
Kadang Arum memang bisa sekeras itu dalam mendidik Patra, meski anak itu baru berusia 4 tahun. Jika Patra yang membuat mainannya berantakan, anak itu harus bertanggung jawab membereskannya. Tentu hal tersebut baik. Namun memerlukan kesabaran lebih untuk Pram dan Arum untuk mendorong kebiasaan baik tersebut pada Patra.
Belum sempat Pram mengajak Patra untuk membereskan mainannya, Mama, Prisa dan Dinda sudah datang berkunjung di hari Sabtu pagi itu. Membuat Pram malu karena rumahnya masih berantakan.
"Lho, dari kemarin sore, belum dirapihin?" komentar Mama, ketika masuk ke ruang tengah.
"Iya Ma. Maaf nih, masih berantakan," kata Pram sungkan, sambil mulai mengambil beberapa boneka di lantai.
"Namanya punya anak kecil, ya itu risiko sih. Rumah jadi berantakan. Kalau anak dilarang main, kan malah nggak berkembang motorik dan kognitifnya," kata Prisa. "Di rumah juga si Dinda suka berantakin mainan."
"Iya," sambung Mama, agak menggerutu. "Baru juga Mama beresin, eh udah berantakan lagi."
Prisa terkekeh, dengan tatapan minta maaf pada ibunya. "Ya namanya juga anak-anak, Ma. Kita mesti maklum," kata Prisa, bijak.
"Kalau Pram mah enak, ada Nur yang bisa bantu beres-beres," kata Mama. "Mama juga pengen ada yang bantu juga sebenarnya. Mama kan udah tua."
"Maaf ya Ma, kerjaan Prisa gajinya nggak sebesar Pram. Jadi Prisa nggak bisa minta orang buat bantu-bantu di rumah."
Suasana jadi agak canggung setelahnya. Pram bukannya tidak mau menggaji seorang ART untuk ibunya. Tapi bahkan Nur digaji oleh Arum. Jika sekarang, di depan Arum, Pram menawarkan untuk mencarikan ART untuk sang ibu, tentu Arum akan menuntut agar Pram juga yang membayar gaji Nur. Dan menggaji 2 orang ART untuk 2 rumah tentu akan menambah beban keuangannya.
"Makanya sesekali Mama minta tolong Nur buat beres-beres rumah Mama, nggak apa-apa kan Pram?"
Pram yang bingung menjawab, hanya bisa nyengir.
Oh! Pantes Nur mengeluh kerjaannya tambah banyak. Ternyata ini maksudnya, Pram membatin.
"Tapi ini sudah ada Nur, kok dia nggak beresin rumah sih? Kamu nggak nyuruh dia beres-beres, Pram?" tanya Mama.
"Arum yang nyuruh Nur jangan beres-beres, Ma," jawab Arum, yang tiba-tiba muncul dari arah dapur. Ia yang datang bersama Patra langsung mencium tangan Mama dan Prisa. Begitupun Patra, mengikuti ibunya, mencium tangan Nenek dan Tantenya.
Arum kemudian meraih lengan Pram yang sedang memunguti krayon yang tergeletak di lantai. Membuat gerakan Pram terhenti. "Udah Mas, biarin aja," kata Arum kalem.
"Tapi..."
Arum mengambil kembali krayon dan boneka di lengan Pram, dan mengembalikannya ke lantai.
"Nur kan digaji pakai uang Arum, Ma, jadi Nur nurut sama Arum," kata Arum, membela Nur. Perempuan itu lalu duduk lesehan bersama Mama, Prisa dan Dinda dan tersenyum dengan pandangan berkeliling. "Kemarin juga Arum udah nambahin gaji Nur, supaya Nur bisa bantu beres-beres rumah Mama seminggu sekali. Tapi kalau cuci-setrika, Mama dan Kak Prisa laundry kan? Uang bulanan dari Mas Pram masih cukup buat laundry kan Ma? Karena, kalau Nur harus cuci-setrika juga di rumah Mama, kasihan dia, kecapekan. Mending Mas Pram sekalian menggaji 1 orang lagi untuk bantu di rumah Mama."
Pram seketika salah tingkah ketika melihat ekspresi Mama dan Prisa yang tampak terkejut ketika tahu bahwa yang menggaji Nur adalah Arum, bukan Pram.
"Memang Arum yang bilang ke Nur, supaya nggak usah beresin ruangan ini," Arum melanjutkan dengan tenang. "Ruangan ini jadi berantakan setelah kemarin Patra main disini bareng Kak Dinda kan? Jadi biar Patra aja yang beresin."
"J-jangan terlalu keras sama anak, Rum," Mama berkomentar. "Seperti Prisa bilang tadi, wajar kalau anak-anak mainnya berantakan. Jangan terlalu dikekang. Nanti mereka nggak bebas main. Motorik dan kognitifnya jadi nggak berkembang. Risiko punya anak kecil memang begitu. Wajar kalau berantakan. Lagian kan kamu punya pembantu yang bisa beresin."
"Betul, Ma. Kalau punya anak kecil ya memang harus siap rumahnya berantakan," kata Arum, mengangguk setuju, sambil tersenyum. "Arum juga nggak pernah melarang Patra main ini-itu. Tapi kalau habis main, harus beresin lagi." Arum menoleh dan mengelus kepala Patra. "Iya kan Sayang? Harus bertanggung jawab."
"Tapi Patra masih 4 tahun. Wajar kalau belum mau beresin mainan. Kasihan ka___"
"Justru karena Patra masih 4 tahun, jadi dilatih dari sekarang," potong Arum cepat, masih dengan senyumnya. "Kebiasaan baik dan tanggung jawab harus dibiasakan dari kecil. Jangan sampai sudah besar nanti, nggak bisa membereskan hal-hal yang dia sebabkan sendiri. Jangan mentang-mentang masih kecil, trus semua hal buruk diwajarkan."
Mama tidak membalas lagi setelah itu. Beliau hanya diam saja, dengan raut wajah tidak senang. Membuat Pram makin salah tingkah.
"Kemarin Patra yang main bareng boneka dan mewarnai pakai krayon?" Arum menoleh pada Patra lagi, dan tersenyum. "Yuk, Ibu bantuin Patra beresin yuk."
"Patra kemarin main robot, Bu," jawab Patra polos. "Kak Dinda yang main boneka dan warna-warna."
Kini bukan hanya wajah Mama yang sekut, wajah Prisa juga ikutan tertohok. Sementara Dinda yang namanya disebut-sebut akhirnya menoleh pada Arum, tantenya.
"Oh ini Kak Dinda yang mainin ya?" tanya Arum pada Dinda, dengan senyum ramah. "Yuk, Tante Arum bantuin Kak Dinda beresin, yuk!"
"Udah sini, biar a___"
Prisa sudah bangkit dari duduknya dan bersiap membereskan ruangan, dengan wajah bersungut-sungut, ketika segera dicegah dengan manis oleh Arum.
"Biarin aja Kak. Biar Arum dan Dinda yang beresin," kata Arum cepat. "Kak Dinda sudah TK besar kan? Sebentar lagi SD kan? Kalau sudah anak besar, harus bisa beresin mainan sendiri lho. Supaya nanti teman-teman senang main bareng Kak Dinda kalau Kak Dinda mainnya rapi. Kalau mainnya berantakan, nanti nggak ada yang mau main sama Kak Dinda lagi. Yuk, Tante bantuin beres-beres ya."
Meski tampak merengut, akhirnya Dinda mengikuti gerakan Arum yang mengumpulkan boneka-boneka hewan Patra ke kotaknya. Juga mengumpulkan krayon dan kertas gambar yang berserakan.
"Kak Dinda gambarnya bagus-bagus lho. Pinter deh gambarnya," puji Arum pada Dinda. "Ajarin Patra dong Kak. Supaya Patra bisa gambar sebagus Kak Dinda."
Mendengar pujian itu, Dinda yang awalnya merengut, kini sumringah.
"Kak Dinda suka gambar apa aja Kak?" tanya Arum.
"Gambar macem-macem Tante," jawab Dinda bersemangat. "Dinda bisa gambar Tante Arum dan Patra juga lho."
"Oh ya? Wah keren! Tante mau lihat dong Kak."
"Oke, Tante."
"Abis ini gambarin ya Kak."
"Oke, Tante."
"Abis menggambar, nanti kita rapihin lagi kertas dan krayonnya lagi ya Kak."
"Oke, Tante."
Setelah ruang tengah rapi, Arum membawakan beberapa lembar kertas kosong untuk Dinda dan Dinda membawa tempat krayon yang tadi telah dibereskan. Setelahnya, gadis kecil itu kembali sibuk menggambar, di ruangan yang kini jauh lebih bersih.
* * *
500 vote n 200 komen untuk update bab berikutnya, gmn gaes?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top