PRAM - 14
Salah satu tantangan saat anak mulai sekolah, atau minimal tinggal di daycare seperti Patra, adalah saat satu anak sakit, maka anak yang lain akan rentan tertular. Apalagi saat pergantian musim seperti ini, anak-anak mudah sekali terserang batuk-pilek-demam. Begitupun yang terjadi pada Patra. Beberapa hari lalu, salah seorang teman Patra di daycare ada yang batuk-pilek, dan kini giliran Patra yang mengalami hal tersebut. Batuk-pilek Patra bahkan disertai demam.
"Kalau kondisi Patra sampai besok pagi masih kayak gini, kita nggak bisa ninggalin dia di daycare, Mas. Aku nggak tega," kata Arum.
"Iya Rum, Patra besok di rumah dulu aja, sampai sembuh. Khawatir di daycare nggak terlalu dirawat kalau lagi sakit gini," Pram setuju.
"Mas besok bisa cuti kan? Setengah hari aja? Aku ada jadwal penting besok pagi. Abis itu aku pulang, jadi Mas bisa ke kantor siang."
"Aduh, aku juga besok ada meeting, Rum. Jadi nggak bisa cuti."
"Sekaliiii ini aja, Mas. Tolong. Biasanya kan selalu aku yang cuti kalau ada urusan Patra. Kali iniiii aja, bisa ya kamu yang cuti, jaga Patra. Setengah hari aja kok. Jadwal besok pagi, penting buatku, Mas."
"Sama, Rum. Meetingku juga penting. Nggak bisa kalau aku nggak hadir."
"Mas, tolong..."
"Kamu kan ibunya, Rum. Masa kamu tega ninggalin Patra demi kerjaan? Tugas utama kamu sebagai ibu itu ya menjaga anak. Aku ngijinin kamu tetap kerja, asalkan anak tetap terurus, Rum. Jangan sampai kamu malah mentingin kerjaan dan nelantarin anak."
Untungnya setelah Pram menegaskan hal tersebut, Arum paham. Perempuan itu tidak lagi menuntur Pram untuk cuti esok, dan kembali fokus merawat dan mengompres Patra dengan air hangat hingga anak itu tertidur.
Tidur Pram malam itu tidak nyenyak karena Patra rewel. Meski demikian, karena ada Arum yang merawat Patra, Pram bisa kembali tidur meski sempat terbangun beberapa kali. Namun selewat tengah malam, Pram terpaksa terbangun karena suara Arum dan Patra yang sangat berisik. Arum memaksa Patra minum obat sementara Patra yang berkali-kali melepehkan kembali obat yang sudah disuapkan Arum ke mulutnya.
"Aduh berisik amat sih, minum obat doang!" gerutu Pram kesal, dengan mata masih memejam.
"Ini nih, anak kamu!" Arum melapor dengan suara marah. "Disuruh minum obat aja susah banget! Mau sembuh nggak sih? Cepet minum obat! Biar nanti pagi udah sembuh!"
"Ga mau!" Patra berkeras, sambil menangis rewel. "Obatnya ga enak, Bun."
"Mana ada obat yang enak, Patra?!" Arum nyaris membentak, meski masih menahan diri. "Minum obatnya! Jangan disembur lagi!"
"Ga mau Bun!"
"Astagfirullah!" Pram mengerang lebih keras, tetap dengan mata yang masih tertutup. "Jangan marah-marah, Bun! Bujuk minum obatnya pelan-pelan. Jangan marah-marah gitu! Ayah nggak bisa tidur nih!"
Baru saja Pram membalikkan tubuh memunggungi Arum dan Patra yang masih bertengkar soal obat, tiba-tiba Pram mendengar bunyi kaca pecah. Suara tangis Patra seketika berhenti. Pram juga terlonjak bangun karena suara kaca pecah tersebut. Secepat mungkin ia berusaha mengumpulkan kesadaran, dan akhirnya mendapati botol obat demam pecah menghantam tembok dan isinya tumpah di lantai.
"Terserah kalau nggak mau minum obat!" Arum membentak dengan marah.
Patra yang ketakutan meringkuk di pojok ranjang, memandang ibunya yang berteriak marah. Sementara Pram yang baru membuka mata, melihat dengan bingung pada istrinya yang berderap turun dari ranjang dan membuka pintu kamar mereka.
"Bunda!" Pram memanggil dengan nada marah. "Kenapa sih marah-marah sampai banting botol?! Patra jadi takut. Lebih sabar dong! Namanya juga anak sakit, jadi rewel."
Arum menoleh dan menatap Pram dengan sewot. "Kalau gitu kamu aja yang ngurus Patra! Bangun! Udah tahu anak lagi sakit, malah tidur terus, bukannya bantuin! Kalau kamu emang bisa sabar, urus tuh anakmu!"
Pram terkesiap. Tujuh tahun menikah dengan perempuan ini, ini baru pertama kalinya Arum berkata sekasar itu.
Pram masih dalam kondisi kaget ketika Arum keluar dari kamar lalu membanting pintunya hingga tertutup. Patra, yang tadi terdiam karena kaget, kini kembali menangis karena takut.
Pram segera bangkit dari ranjang dan mengejar Arum.
"Kamu apa-apaan, Rum?!" Pram menarik tangan istrinya, mencegah perempuan itu yang akan masuk ke kamar lain, kamar yang dulu dihuni Nur, ART mereka, namun beberapa bulan ini telah kosong. "Kenapa kamu tiba-tiba begini? Kasihan Patra, dia ketakutan. Sana, balik ke anakmu, bujuk dia lagi, supaya nggak sedih."
"Anakku?" Arum mengenyahkan tangan Pram dari lengannya, lalu memandang Pram dengan tatapan menantang. Saat itu Pram melihat wajah Arum yang memerah dan bersimbah air mata. "Apa Patra itu hasil aku membelah diri? Apa dia cuma anakku? Apa dia bukan anakmu? Kenapa selalu cuma aku yang harus ngurus dia, sementara kamu bisa tidur nyenyak? Kenapa cuma aku yang harus selalu cuti demi dia? Kenapa kamu nggak pernah berkorban buat Patra? Apa dia bukan anakmu?! Hah?!"
Arum meledak, dan Pram seperti tidak lagi mengenali sosok wanita di hadapannya ini.
"Kamu kenapa sih Rum? Kamu tahu kan, tugas utama seorang ibu itu ya mengurus anaknya. Bukan kerja di kantor!" Pram berkata dengan tegas. "Kamu nyesel punya anak, hah? Capek ngurus dia? Udah nggak mau ngurus dia lagi? Kalau tahu kamu lebih memprioritaskan kerjaan daripada anak, aku nggak akan ngijinin kamu kerja lagi!"
Setelahnya Arum tidak membalas perkataan Pram. Lama mereka berdua berdiri, saling menatap intens dengan kemarahan masing-masing. Hingga akhirnya Arum mengusap air mata di pipinya dengan kasar, lalu masuk ke kamar Nur, dan mengunci pintunya.
Apa-apaan itu? Arum tidur di kamar Nur? Apa itu artinya Pram yang harus begadang menjaga Patra malam ini?
* * *
Halo Kakak2!
Apakah ada Kakak2 yang pernah membentak anak seperti yang dilakukan Arum? Gimana rasanya?
Saya percaya, setiap ibu yang menyakiti anaknya, sebenarnya hatinya sendiri yang lebih sakit. Tapi ada kondisi2 (termasuk kondisi eksternal) dimana kewarasan ibu terkuras sehingga tidak bisa menahan diri.
Itu mengapa, mencintai ibu dari anak kita dan memperlakukannya dengan baik, adalah cara terbaik mencintai anak-anak. Karena ibu yang sehat jiwa raga adalah hadiah terbaik seorang ayah bagi anaknya.
Jadi, kalau kita melihat seorang ibu yang berbuat keterlaluan terhadap anaknya, jangan buru2 menghakiminya. Coba kita lihat lingkungan sekitarnya, apakah sudah terbebas dari suami toksik, mertua-ipar toksik, tetangga toksik atau bos toksik?
Semoga kita selalu diberi kewarasan dan kekuatan ya Bu-Ibu.
Sikap Arum pada Patra, itu tetap salah. Dan ini bukan untuk menjustifikasi atau membenarkan sikap salah tersebut. Tapi, alangkah indahnya kalau sebagai orang yang berada di sekitar para ibu, kita menjadi pihak yang suportif dan tidak menambah beban berlebihan kepada para ibu.
* * *
Bab ini sudah pernah diunggah utuh disini, tapi saat ini sudah dihapus sebagian. Jika Kakak2 ingin membaca versi full, Kakak2 bisa cari cerita PRAM Bab 14-17 ini di KaryaKarsa.
Supaya biaya pembelian koin KK lebih murah, Kakak2 bisa login dulu melalui web www.karyakarsa.com
Jika ada masalah teknis terkait pembelian koin dsb, Kakak2 bisa menghubungi [email protected] dg menyertakan bukti.
Mohon maaf barangkali saya tdk bs membantu ttg teknis di KK krn saya pribadi jg gaptek. Cuma tahu cara upload naskah aja.
Terima kasih byk utk Kakak2 yg sudah mendukung 😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top