PRAM - 1
Kata orang, kesetiaan perempuan diuji saat prianya tidak memiliki apa-apa. Dan kesetiaan lelaki diuji saat ia memiliki segalanya.
Bagi Pram, hal tersebut tidak berlaku. Yang terjadi dalam keluarganya justru sebaliknya.
Pram menikahi Arum lima tahun lalu, tidak lama setelah Arum wisuda. Saat itu Pram yang berusia 6 tahun lebih tua daripada Arum sudah bekerja sebagai PNS di Kementerian Keutangan ((wkwkwk, sengaja)). Arum sendiri, sebelum resmi diwisuda sudah diterima bekerja di sebuah industri farmasi di daerah perbatasan Depok-Bogor.
Pram dan Arum adalah definisi dari rumah tangga masa kini. Rumah tangga generasi sandwich, yang bersama-sama memulai dari nol. Meski Pram sudah lulus lebih dahulu dan bekerja lebih lama dibanding Arum, namun ternyata ia belum cukup mapan secara finansial. Meski Pram adalah anak bungsu, tapi ia adalah anak lelaki satu-satunya dalam keluarga. Sehingga sejak sang ayah meninggal, Pram yang bertanggung jawab terhadap ibunya.
Namun demikian, meski hingga 6 tahun bekerja, ia belum juga mapan secara finansial, Pram cukup bangga pada dirinya sendiri. Karena dalam waktu 6 tahun terakhir sejak ia bekerja, Pram sudah berhasil mengajak kedua orangtuanya umroh ke Tanah Suci, serta merenovasi rumah orangtuanya. Bagi Pram, itu suatu pencapaian bagi dirinya sebagai seorang anak, karena sedikit demi sedikit ia mulai bisa membalas jasa kedua orangtuanya.
Ketika melamar Arum, Pram mengatakan kondisinya seluruhnya. Bahwa ia belum cukup mapan secara finansial. Tapi ia berjanji akan menjadi suami dan ayah yang bertanggung jawab bagi keluarga kecil mereka nantinya. Dan Arum bisa menerima hal tersebut. Arum sendiri merupakan anak sulung dari keluarga dengan tingkat perekonomian yang sama dengan Pram. Hal itu membuat Arum bisa memahami Pram dan segala kewajibannya.
Menikahi Arum adalah keputusan yang tepat bagi Pram. Perempuan itu mandiri dan tidak banyak menuntut. Juga karena Arum bekerja, maka kebutuhan keluarga ditanggung bersama, berdua. Arum tidak keberatan dengan hal tersebut.
Selagi beberapa temannya memiliki masalah dengan istri mereka yang protes karena sang suami mengalokasikan sejumlah uang untuk orang tua atau saudaranya, Pram tidak pernah mengalami hal serupa. Arum sangat pengertian dalam hal ini. Ia membebaskan Pram tetap berbakti kepada ibunya yang kini telah menjadi janda setelah ayahnya meninggal. Juga tidak keberatan jika sesekali kakak perempuannya meminjam uang pada Pram. Selama Pram bisa memenuhi kebutuhan keluarga kecil mereka, Arum tidak pernah protes. Adapun jika Pram tidak bisa menyisihkan sejumlah uang untuk orangtua Arum, perempuan itu juga tidak pernah menuntut. Karena Arum juga wanita pekerja, ia sendiri yang menyisihkan uang untuk diberikan kepada orangtuanya tiap bulan.
Pram dan Arum tidak segera dikaruniai keturunan setelah mereka menikah. Karena Arumpun masih muda, mereka belum terlalu terburu-buru untuk hal itu. Lagipula, hal itu memberi kesempatan bagi mereka berdua untuk menabung lebih banyak. Dengan kondisi keuangan yang agak leluasa, Arum memutuskan untuk membeli sebuah rumah kecil di perumahan baru di dekat rumah orangtuanya. Bukan hanya karena posisinya yang dekat dengan rumah orangtuanya, tapi juga karena tidak terlalu jauh dari kantor Arum dan harganya masih dapat dijangkau dengan gaji Arum, dengan mencicilnya selama 10 tahun. Untuk membeli rumah di daerah Jakarta, apalagi di dekat kantor atau rumah orangtua Pram, harganya terlalu tinggi untuk bisa dijangkau oleh gaji mereka berdua saat itu. Apalagi ketika kemudian Pram mendapat kesempatan tugas belajar dari kantornya, untuk melanjutkan pendidikan S2.
Hal ini disambut dengan suka cita oleh Pram dan Arum. Kesempatan melanjutkan pendidikan merupakan kesempatan yang belum tentu didapatkan semua PNS Kementerian. Hanya mereka yang dinilai berpotensi dalam karir yang diijinkan untuk melanjutkan pendidikan. Maka disetujuinya usulan Pram untuk melanjutkan pendidikan berarti bahwa Pram dinilai prospektif untuk mengemban tugas dan struktur yang lebih tinggi lagi nanti di masa mendatang setelah lulus.
Pram sudah mengajukan diri untuk melanjutkan pendidikan jauh sebelum bertemu dan berencana menikah dengan Arum. Namun karena beberapa staf yang lebih senior juga sedang tugas belajar, maka permohonan Pram tidak segera disetujui oleh atasannya. Setelah 1 tahun menikah dengan Arum, barulah Pram mendapat ijin untuk melanjutkan pendidikan.
Di satu sisi, ini adalah batu loncatan untuk karir yang lebih baik di masa mendatang. Dan Pram memang sudah lama menunggu kesempatan ini. Tapi di sisi lain, saat menjalani tugas belajar, itu berarti Pram hanya akan mendapat gaji pokok dan beberapa tunjangan saja. Untuk tunjangan jabatan dan tunjangan kinerja yang besarannya sangat lumayan, tidak akan diperoleh selama ia menjalani masa studi.
Hal ini tentu berpengaruh pada keuangan keluarga. Pram harus mengatur ulang keuangannya. Ia juga jadi tidak bisa terlalu royal pada ibu dan kakak perempuannya. Tapi Arum mendukungnya dengan sangat baik. Karena perempuan itu memiliki pekerjaan dengan gaji yang baik, maka selama masa studi Pram, Arum banyak mendukung keuangan keluarga kecil mereka. Apalagi ketika kemudian Arum hamil, sebagian besar biaya kontrol kehamilan, persalinan dan perlengkapan bayi lebih banyak menggunakan uang Arum. Dan Pram bersyukur, satu kalipun Arum tidak pernah keberatan dengan hal tersebut.
Karir Arum juga cukup baik. Baru 1 bulan setelah Arum kembali dari cuti melahirkan, ia sudah dipromosikan menjadi Supervisor QA di industri farmasi tempatnya bekerja. Arum menyambut kesempatan tersebut karena itu juga berdampak pada pemasukan yang akan diterimanya, dan itu dapat mendukung keuangan keluarga kecil mereka.
Pram sebenarnya agak khawatir dengan kenaikan jabatan istrinya, karena itu juga berarti kesibukan sang istri akan meningkat. Ia khawatir sang istri tidak lagi punya waktu untuk Patra, bayi mereka yang baru berusia beberapa bulan. Tapi Pram tidak bisa menghalangi Arum mengambil kesempatan tersebut karena memang keluarga mereka sedang membutuhkan banyak uang saat itu, sementara gaji pokoknya tidak cukup besar.
ASI Arum tidak lancar meski Arum sudah mencoba segala macam suplemen pelancar ASI. Sehingga Patra terpaksa minum ASI dan susu formula. Itu pengeluaran tambahan untuk membeli suplemen pelancar ASI dan susu formula. Patra juga mudah terganggu tidurnya jika popoknya basah, sehingga mereka tidak bisa menggunakan popok kain. Mereka sempat mencoba clodi, namun sang bayi mengalami ruam. Sehingga mereka harus mengalokasikan dana untuk diaper tiap bulannya. Itu biaya tambahan juga. Untuk vaksinasi Patra, Arum tidak memilih vaksinasi gratis di Puskesmas karena prevalensinya menyebabkan demam pasca imunisasi lebih tinggi dibanding jenis vaksin serupa yang lebih mahal. Meski harganya lebih mahal, Arum memilih vaksinasi tersebut sehingga Patra lebih nyaman dan tidak mengalami demam. Tentu itu juga biaya tambahan.
Sebagai kompensasi akan kesibukannya di kantor, Arum mempekerjakan seorang pengasuh untuk Patra. Karena mereka tinggal cukup dekat dengan rumah orangtua Arum, Arum bisa meminta bantuan ibunya untuk sesekali mengecek keadaan Patra selagi mereka bekerja. Dari ibu Arum juga lah mereka mengenal Bu Ida, yang membantu mengasuh Patra. Hal ini membuat Arum cukup tenang meninggalkan Patra di rumah. Tentunya itu biaya tambahan juga untuk keluarga mereka. Tapi Arum yang menanggung gaji Bu Ida, jadi Pram tidak ikut campur.
Mereka bertahan dengan baik menghadapi masa-masa berat tersebut. Di usia Patra yang ke 18 bulan, Pram menyelesaikan studinya dan kembali bekerja penuh. Setelahnya kondisi finansial keluarga mereka membaik karena Pram kembali menerima gaji dan tunjangan penuh. Apalagi beberapa bulan kemudian Pram mendapatkan promosi jabatan. Tentunya hal itu diikuti dengan kenaikan gaji dan tunjangan.
Seharusnya, hal tersebut membuat kehidupan keluarga mereka makin bahagia. Nyatanya, justru sebaliknya. Sejak Pram naik jabatan, Arum justru bertingkah dan makin sulit diatur. Awalnya Pram tidak mengerti. Namun kemudian, ia menduga, sepertinya Arum merasa terintimidasi dengan kesuksesan Pram.
Kata orang, kesetiaan perempuan diuji saat prianya tidak memiliki apa-apa. Tapi yang terjadi pada Arum justru sebaliknya. Saat kondisi finansial Pram pas-pasan, keluarga mereka hidup bahagia. Tapi saat Pram makin sukses dan kondisi finansial keluarga mereka makin baik, mereka justru makin sering bertengkar. Dan hal itu selalu karena Arum yang mencari masalah duluan.
* * *
Bosen nggak sih baca cerita dari sisi perempuan terus? Kayaknya kok laki-laki mulu yang salah yak. Padahal dalam satu hubungan, bisa jadi si perempuan juga yang salah kan?
Makanya kali ini saya mencoba menulis dari sisi laki-laki. Meski bukan dengan POV 1 Pram, tapi saya belajar sedikit2 untuk menulis cerita dari sudut pandang laki-laki.
Tapi kalau ternyata gagal, mommaap ya Kakak2. Mohon maklum, daku penulis amatir 🙏🏻
Semoga tetep suka membaca cerita ini Kak.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top