NING - 6
Sudah sebulan ini Arya hanya dua kali pulang ke apartemen Ning. Itupun tidak lama. Hanya seperti mampir 1 atau 2 malam saja, dan pagi hari ia sudah berangkat kerja lagi. Pria itu mengatakan bahwa pekerjaan sedang sangat banyak, sehingga lebih mudah baginya untuk pulang ke apartemen yang lebih dekat dengan kantornya. Tapi Ning punya firasat bahwa alasan sebenarnya bukan hanya sekedar kesibukan kantor, karena bahkan saat akhir pekan, dimana pabrik tidak beroperasi, Arya tetap tidak pulang ke Depok. Ning menduga saat ini keluarga Arya barangkali lebih ketat mengawasi pria itu sehingga Arya tidak leluasa mengunjunginya.
Untungnya saat ini Ning punya kesibukan sendiri, sehingga tidak terlalu meratapi suaminya yang tidak pulang-pulang. Kalau biasanya ia cukup belanja seminggu sekali untuk kebutuhan memasak selama seminggu, sekarang ia perlu berbelanja dua kali seminggu. Lumayan juga, dia bisa sering-sering jalan-jalan, daripada suntuk di rumah aja. Pagi hari dia sudah sibuk menyiapkan sarapan untuk 7 - 14 orang. Jumlah pelanggannya tiap hari tidak tetap, tergantung dari menu yang ia tawarkan hari itu. Tapi biasanya berkisar 7 - 14 orang. Belum terlalu banyak sih, tapi lumayan lah.
Jika awalnya Ning menitipkan kotak bekal sekaligus kepada Nares di pagi hari untuk menu makan siang dan makan malam sekaligus, belakangan ada request dari teman-teman Nares agar menu makan siang dan makan malam berbeda. Serta jika makanan tersebut bisa diantar di sore hari untuk makan malam, akan lebih baik, sehingga rasanya lebih segar. Karena Ning juga tidak sibuk di rumah, ia tidak keberatan tiap sore datang ke kantor Nares, mengantarkan pesanan makan malam untuk teman-teman Nares yang lembur hari itu. Toh kantor Nares di Jakarta Selatan, tidak terlalu jauh dari apartemennya di Depok. Untungnya Arya membelikan sebuah motor untuk Ning sebagai hadiah pernikahan dulu. Dulu Ning hanya memanfaatkannya untuk berbelanja atau refreshing keluar apartemen. Sekarang ia bisa memanfaatkannya untuk mengantar pesanan makanan.
Beberapa hari terakhir ini ada teman kantor Nares yang memesan lauk dan sayur saja, tanpa nasi. Jadi sejak itu, Ning juga menerima pesanan lauk dan sayur saja. Ning juga menyediakan empal, beef teriyaki, tahu-tempe bacem dan ayam suwir frozen, yang siap dipanaskan dalam microwave. Dan ternyata paket lauk+sayur dan lauk frozen ini lumayan diminati oleh rekan kerja Nares yang sudah ibu-ibu, sehingga mereka bisa tinggal memanaskan lauk dan sayur untuk anak-anak saja begitu sampai di rumah.
Memanfaatkan oven yang dibelikan Arya, Ning juga mempelajari beberapa resep kue dan cake. Tentu saja Ning ingin Arya menjadi orang pertama yang mencicipi kue kreasinya. Tapi karena lelaki itu tidak pulang-pulang, jadi Ning memberikan kue hasil percobaan kepada Nares untuk dicicipi. Pernah suatu kali Ning memberikan bonus brownies dan cinnamon roll untuk Nares, sebagai pelanggan setia, juga sebagai tester. Pria itu membawanya ke kantor dan teman-temannya suka. Dan sejak itu Ning juga menerima pesanan cemilan dan kue. Pernah bosnya Nares juga memesan brownies, boetterkoek dan cinnamon roll untuk acara arisan dengan teman-temannya.
Karena pelanggan Ning adalah teman-teman kantor Nares, tiap pagi Nares datang untuk mengambil pesanan makanan, dan di malam hari Nares datang untuk mengembalikan kotak bekal. Begitupun malam itu.
"Masuk dulu yuk Mas. Saya lagi bikin dessert nih," sambut Ning ramah, setelah menerima kotak bekal kosong dari Nares.
Nares tampak senang hati menerima ajakan Ning. Ia langsung masuk menuju ruang TV, dan duduk di sofa. Sementara itu, Ning mengganjal pintu dengan sandal dulu agar tetap terbuka, sebelum menyusul Nares. Ning masuk lebih dalam ke dapur, dan kembali beberapa saat kemudian dengan membawa sebuah kotak Tupperware.
"Saya nyoba bikin mousse. Mas cobain ya!" kata Ning, menyerahkan kotak Tupperware itu pada Nares.
"Wah! Resep baru lagi! Asiiikk!!!" sambut Nares antusias. "Duh, enak banget nih saya, dapet gratisan mulu."
"Hahaha. Nggak gratis, Mas. Kan itu tester, jadi Mas harus review dan kasih saran supaya resepnya lebih enak."
"Tapi masakan kamu mah, meski baru tester, udah enak, Ning."
"Ah, Mas Nares bisa aja!"
Nares tertawa renyah.
"Oiya, barusan ada yang WhatsApp saya, Mas. Katanya dapet nomer saya dari Ci Lin," kata Ning. Ci Lin adalah salah satu rekan kerja Nares yang juga suka memesan makanan pada Ning.
"Siapa?"
"Mbak Hanum."
"Oh iya, temennya Ci Lin tuh. Hanum tuh kerja di gedung yang sama dengan kami. Tapi beda perusahaan, beda floor. Tapi suka ketemu pas makan siang."
"Iya Mas. Katanya Mbak Hanum nyicipin beef teriyaki yang Ci Lin pesan dari saya. Trus dia ikutan pesen."
"Wah, alhamdulillah, jadi nambah pelanggan. Lebih luas, ke karyawan kantor sebelah pula. Bisa-bisa nanti satu building pesen catering ke kamu juga."
"Aduh, aamiin, aamiin! Duh, jadi ngarep nih Mas," kata Ning antusias. "Makasih banyak ya Mas."
"Makasih apaan sih."
"Kan berkat Mas Nares, masakan saya jadi dikenal sama temen-temen Mas."
"Ya tapi kalau masakan kamu nggak enak, mereka nggak bakal jadi pelanggan juga. Jadi itu bukan berkat saya, tapi berkat diri kamu sendiri, Ning. Karena masakan kamu enak."
Ning tersenyum sambil menggaruk tengkuknya salah tingkah, menerima pujian dari Nares.
"Kemuning!"
Refleks kepala Ning terangkat ketika ia mendengar sebuah suara yang familiar memanggil namanya.
"Bapak?" Buru-buru Ning bangkit dari duduknya dan menghampiri pria yang sudah berdiri di depan pintu apartemen yang terbuka. "Bapak pulang?" Ning menyambut lelaki itu, mengambil tas kerja dari tangannya dan mencium punggung tangan lelaki itu.
Ning tidak mengira Arya pulang hari ini, karena pria itu tidak mengabari apa-apa. Pun, tidak mengira Arya pulang secepat ini. Biasanya pria itu tiba di apartemen di waktu yang lebih malam.
"Kenapa pintunya terbuka?" tanya Arya, dingin. Matanya sudah bertatapan dengan sosok lelaki di ruang TV, tapi tetap ia bertanya pada istrinya.
"Ada tamu, Pak," jawab Ning, sungkan.
Melihat sikap Ning kepada pria yang baru datang, Nares segera bangkit dari duduknya dan menghampiri kedua orang yang berdiri di depan pintu itu.
"Ini Mas Nares, Pak. Tetangga depan," kata Ning, sambil menunjuk pintu apartemen depan dengan lirikan matanya.
"Oh." Hanya itu tanggapan Arya. Tapi pria itu menatap Nares dengan tatapan menilai yang tajam.
Mendapat tatapan yang tidak ramah seperti itu, Nares yang terlebih dahulu mengulurkan tangannya.
"Saya Nares, Pak. Nareshwara," kata Nares memperkenalkan diri. Mengikuti cara Ning memanggil pria di hadapannya, Nares juga memanggil Pak kepada pria itu, meski dirinya merasa lelaki itu tidak terlalu tua dibanding dirinya.
Arya tidak segera menyambut uluran tangan itu. Dan hal itu membuat Ning merasa tidak enak pada Nares. Jadi ia berinisiatif memperkenalkan Arya juga pada Nares.
"Mas Nares, ini ___"
"Arya!" Lelaki itu memotong kalimat Ning. Ia akhirnya menyambut uluran tangan Nares. "Suaminya Kemuning."
Nares sudah menduga bahwa pria ini suami Ning. Tapi tadi ia sempat ragu karena cara Ning memanggil lelaki itu terdengar terlalu formal.
Di sisi lain, Ning terpaku selama beberapa saat. Karena baru kali ini ia mendengar Arya mengakuinya sebagai istri di depan orang lain.
"Senang berkenalan dengan Pak Arya," kata Nares, mempertahankan sikap ramahnya. "Apartemen kita tetanggan, tapi baru kali ini kita sempat kenalan."
"Iya." Lagi-lagi Arya hanya menjawab dengan 1 kata seperti itu.
Arya memang bukan orang yang banyak bicara, tapi kali ini Ning merasakan aura menakutkan dari lelaki itu. Dan sepertinya Nares merasakan hal yang sama, sehingga ia berinisiatif untuk segera pamit pulang saja.
"Nanti saya WA ya, Ning. Besok pagi saya kesini lagi," kata Nares sebelum Ning menutup pintu apartemennya.
Ning hanya tersenyum kecil sambil mengangguk sopan pada Nares, sebelum akhirnya menutup pintu.
"Sejak kapan kamu kenal sama dia?"
* * *
Eh kayaknya cerita Kemuning ini nggak jadi cm 10 bab deh. Agak panjang dikit, ga apa2 ya Kak? Hehehe. Dasar aku penulis labil.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top