NING - 3

Seperti pasangan pengantin baru lainnya, tiga bulan pertama masa pernikahan adalah masa bulan madu. Masa-masa paling manis. Meski mereka tidak pernah berbulan madu kemanapun, karena Arya bilang bahwa pekerjaan di HW Food sedang sangat banyak. Ning, yang pernah menjadi bagian dari kesibukan HW Foodpun berusaha memahami kesibukan tersebut, meski dalam hati ia bertanya-tanya, "mana tuh cerita wattpad, yang direkturnya sehari-hari bisa jalan-jalan mulu?".

Sejak menikah, Arya meminta Ning untuk tidak bekerja lagi di HW Food. Katanya ia tidak ingin istrinya capek-capek bekerja. Ia ingin istrinya fokus pada dirinya saja. Ning tidak keberatan dengan permintaan itu. Toh kebutuhan sehari-hari sudah dipenuhi oleh Arya, dan tiap bulannya lelaki itu mentransfer uang yang tidak sedikit untuk kedua orangtua Ning. Untuk yang satu ini, Ning sangat bersyukur. Karena sejak jatuh di proyek, kaki ayah Ning cidera parah sehingga mandor proyek tersebut tidak lagi mau menerima ayah Ning untuk bekerja. Pemasukan orangtuanya kini hanya bergantung pada sang ibu yang berjualan nasi uduk di depan rumah. Jadi ketika Arya selalu mentransfer uang bulanan yang besar untuk orangtuanya, Ning merasa amat lega dan berterima kasih.

Tanpa beban finansial yang harus dipikirkan, Ning fokus menjadi istri yang baik dan melayani suaminya sebaik mungkin. Seluruh kebutuhan sang suami, mulai dari bangun tidur, hingga tidur lagi. Meski usianya baru 19 tahun, Ning mengamati dengan baik cara sang ibu menjadi istri dan ibu, sehingga ia tidak lagi canggung melayani Arya sehari-hari.

Dengan apartemen yang tidak terlalu luas, tidak banyak pekerjaan rumah yang harus Ning selesaikan saat Arya tidak di rumah, sehingga ia memiliki lebih banyak waktu luang untuk mencoba resep-resep masakan baru. Yang awalnya ia hanya bisa memasak makanan-makanan sederhana, kini ia mulai mencoba resep masakan yang lebih bervariasi, termasuk makanan-makanan dari luar negeri.  Arya juga selalu memuji masakannya yang makin enak, membuat Ning makin semangat belajar memasak.

"Saya mau belajar bikin kue dan cake juga. Boleh beli oven nggak... M-mas?" tanya Ning suatu hari.

Arya mengalihkan matanya dari televisi di hadapannya. Ia menatap Ning dengan tatapan yang membuat Ning gentar.

"Boleh," jawab Arya akhirnya, mengangguk. "Nanti saya belikan."

Ning yang tadi menunggu was-was, kini tersenyum lega karena lelaki itu mengabulkan keinginannya.

"Kamu kenapa manggil saya Mas?" tanya Arya kemudian.

Senyum Ning perlahan memudar, ia kembali was-was. "Ng-nggak boleh ya P-pak?" Ning kembali pada panggilan semula.

Sudah dua bulan mereka menikah, tapi Arya konsisten menggunakan kata ganti "saya" saat bicara dengan Ning, bukan "aku". Lelaki itu juga tidak pernah meminta Ning mengganti sapaan menjadi "Mas" misalnya. Barusan tadi adalah percobaan pertama Ning memanggil Arya dengan "Mas". Dan kelihatannya lelaki itu tidak suka dengan panggilan itu.

"Saya lebih suka kamu panggil seperti biasa," jawab Arya. Wajahnya tidak terlihat marah. Ia justru mendekatkan wajahnya pada Ning. Lalu tanpa peringatan, ia langsung melumat bibir Ning.

Televisi masih menyala. Tapi tidak ada lagi yang peduli pada televisi itu. Kedua orang di sofa itu sudah sibuk sendiri saling mendesah.

"Kemuning..." desah Arya sambil menyesap kuat punggung Ning.

"Ummm... P-Pak..."

Lelaki itu bergerak makin kuat, lalu berhenti pada puncaknya.

"Tetap panggil saya begitu," bisik Arya tegas, ketika melepaskan diri dari Ning, dan mengecup bahu istrinya.

* * *

Pernikahan mereka sudah berusia lebih dari 3 bulan ketika suatu hari Arya menelepon Ning dan mengabarkan bahwa lelaki itu tidak dapat pulang selama beberapa hari.

"Lagi sibuk di kantor, Pak?" tanya Ning. "Atau Bapak mau ke luar kota?"

"Kira-kira begitu." Hanya itu yang dikatakan Arya.

Setelahnya, lelaki itu tidak pulang selama berhari-hari. Untungnya pria itu masih menghubunginya lewat telepon dan pesan singkat.

Pada hari kelima, lelaki itu akhirnya menampakkan wajahnya di depan pintu apartemen. Ning menyambutnya dengan perasaan lega dan memeluknya.

"It feels so good to hold you again like this."

Lelaki itu memeluk Ning lama. Ning merasakan berat tubuh pria setinggi 180 cm itu menimpanya seluruhnya, membuatnya agak limbung. Tapi Ning bertahan, dan mengusap-usap punggung lelaki itu dengan lembut.

Ning memang tidak bisa berbahasa Inggris aktif dengan lancar. Tapi ia tahu maksud kata-kata Arya. Dan Ning merasa senang mendengar Arya mengatakan itu padanya.

Meski penasaran dengan alasan Arya yang tidak pulang selama beberapa hari, Ning menahan diri untuk tidak menanyakannya. Ning memasakkan spinach ravioli, salah satu makanan kesukaan Arya, dan melayaninya sepanjang petang itu dengan telaten. Menjelang waktu tidur, barulah Arya menceritakan alasannya tidak pulang selama beberapa hari.

"Ibu saya datang ke apartemen saya," kata Arya selagi mereka tidur berpelukan.

Jemari Ning yang sedang mengusap lengan Arya, terhenti seketika. Tiba-tiba ia punya firasat buruk.

"Beliau tanya apa saya sudah lama nggak pulang ke apartemen itu." 

Apartemen yang Ning tempati sekarang memang bukan apartemen yang sama dengan apartemen tempat tinggal Arya yang berada di dekat gedung HW Food. Apartemen yang sekarang ia tempati bukan berada di Jakarta, tapi di Depok.

Ning pernah menanyakan alasan Arya mengapa mereka tidak tinggal di apartemen Arya yang biasa. Mengapa Arya harus jauh-jauh pulang ke Depok jika dirinya sudah punya apartemen di dekat kantornya. Dan lelaki itu menjawab, bahwa apartemen ini lebih dekat jika Ning ingin mengunjungi orangtuanya di Bogor. Saat Arya menjawab begitu, Ning merasa alasan itu manis sekali. Tapi sekarang akhirnya ia tahu alasan sebenarnya. Arya membawanya tinggal di apartemen ini agar keluarga lelaki itu tidak mengetahui keberadaan Ning.

Ning merasa tenggorokannya kering ketika menyadari hal ini.

"Ibu saya tanya kemana saya pergi. Sebab saya juga sudah lama nggak pulang ke rumah besar," kata Arya. "Rumah besar itu maksudnya rumah orang tua saya."

Ning mengangguk kaku.

"Jadi beberapa hari ini saya tinggal di apartemen saya, supaya ibu saya nggak makin curiga."

Ning menelan ludahnya yang pahit.

"Mungkin mulai sekarang, saya nggak bisa lagi tinggal disini setiap hari," kata Arya sambil membelai bahu Ning yang hanya tertutup sehelai tali gaun tidurnya. "Tapi saya akan tetap kesini dua atau tiga hari dalam seminggu. Kadang akhir pekan, kadang saat weekdays."

Berusaha memberanikan diri, ia bertanya dengan hati-hati.

"Jadi selama 3 bulan kita nikah, Bapak belum pernah mencoba membicarakan tentang saya pada keluarga Bapak?"

Arya tidak segera menjawab. Tapi kemudian ia berkata, "Itu nggak mudah, Ning."

Ning tahu bahwa itu tidak mudah. Tapi bukankah seharusnya Arya setidaknya sudah pernah mencoba membahasnya? Jika lelaki itu belum pernah mencobanya, apakah berarti lelaki itu memang tidak berniat mengenalkannya kepada keluarga besarnya suatu saat nanti?

Arya sepertinya merasakan kegundahan Ning. Jadi ia berusaha mengalihkannya dengan mencumbu gadis itu.

Ning memang menyambut dan melayani Arya seperti biasa. Tapi sebenarnya kegundahan dalam pikirannya tidak bisa teralihkan. Sejak saat itu satu pemahaman memasuki kesadaran Ning.

* * *

Pernikahannya bukan pernikahan normal biasa. Setelah mengucap ijab qabul, mereka memang mengadakan resepsi kecil, hanya mengundang tetangga-tetangga Ning. Tapi Arya melarangnya mengundang siapapun teman dan kenalannya di HW Food.

Saat itu Ning maklum. Status sosialnya yang jauh di bawah Arya pasti membuat lelaki itu belum bisa mengumumkan hubungan mereka kepada keluarganya, apalagi kepada pihak yang lebih luas. Ning sudah setuju menikah sirri dengan lelaki itu, sehingga harus siap dengan risiko itu. Ia hanya berharap, pelan-pelan, suatu saat nanti Arya akan berhasil meyakinkan keluarganya agar dapat menerima Ning.

Sejak menikah dan tinggal bersama di apartemen di Depok, Arya belum pernah mengajak Ning jalan-jalan bersama berdua. Entah untuk bulan madu, atau sekedar malam mingguan bersama. Saat Arya mendapat undangan pernikahan teman atau kerabatnya, lelaki itu juga tidak pernah mengajak Ning. Saking desperatenya, bahkan Ning sampai berpikir bahwa ia tidak akan keberatan andaipun Arya hanya mengajaknya ke kondangan sebagai teman dekat, bukan sebagai istri.

Arya memang tidak pernah melarang Ning keluar berjalan-jalan, tapi ia tidak pernah mau jalan-jalan berdua dengan gadis itu. Arya selalu berkata dengan manis, bahwa tempat yang paling dia sukai adalah di tempat tidur bersama Ning. Kata-kata itu membuat pipi Ning bersemu merah karena merasa itu sebagai rayuan. Tapi ketika kini dipikirkan makin jauh, barangkali alasan sebenarnya Arya tidak pernah mengajaknya jalan-jalan keluar bersama adalah karena Arya tidak ingin terlihat bersama dengan Ning.

Lelaki itu tetap menggunakan kata "saya" dan meminta dipanggil "Bapak", barangkali untuk tetap menjaga batasan diantara mereka. Agar hubungan mereka tidak akan pernah sampai terlalu intim.

Lelaki itu memintanya meminum pil kontrasepsi, juga mungkin bukan karena pria itu belum siap memiliki anak darinya karena masih menyembunyikan hubungan mereka dari keluarganya. Barangkali pria itu memang sama sekali tidak mengharapkan anak dari dirinya.

"Apa keluarga kaya selalu begitu, Pak?" tanya Ning suatu ketika, ketika ia sedang menonton film tentang perjodohan antar dua keluarga konglomerat.

"Hmmm?" Arya menoleh.

"Apa suatu saat nanti Bapak akan dijodohkan dengan perempuan dari keluarga kaya juga?"

"Itu cuma film," komentar Arya. Tampak enggan membahas hal tersebut.

Biasanya, Ning tidak akan melanjutkan pembahasan apapun kalau melihat wajah Arya yang tidak kondusif. Tapi kali itu, Ning nekat, demi memastikan apa yang akan terjadi di masa depannya.

"Kalau Bapak dijodohkan dengan gadis keluarga kaya, apa Bapak akan menerimanya?" desak Ning. "Apa Bapak akan menikah dengan perempuan lain? Apa Bapak akan membuang saya? Atau menjadikan saya istri simpanan?"

"Kemuning!" suara Arya membentak. "Nggak usah ngomongin hal-hal yang nggak pasti! Nggak usah overthinking!"

Itu pertama kalinya lelaki itu membentak Ning. Dan Ning merasa sedih, patah hati sekaligus takut. Tapi setelah selama ini Ning menahan diri, ia merasa sangat lelah.

"Atau selama ini saya memang cuma perempuan simpanan, Pak?" tuntut Ning. "Bapak menikahi saya hanya supaya Bapak nggak melakukan zina kan? Tapi Bapak nggak berniat mengakui saya sebagai istri sama sekali kan? Suatu saat nanti Bapak akan meninggalkan saya dan menikahi perempuan yang pantas kan? Saya cuma pemuas nafsu aja kan? Iya kan Pak?"

Ning melihat rahang Arya mengeras. Ia mengantisipasi kalau Arya marah dan memukulnya. Tapi ternyata pria itu justru pergi.

Berhari-hari lelaki itu pergi dan tidak menghubunginya sama sekali. Rasa marah yang awalnya menguasai Ning, kini berganti dengan rasa khawatir. Ia khawatir jika Arya benar-benar marah padanya dan malah meninggalkannya. Kali itu pertama kalinya Arya pergi dan tidak menghubunginya sama sekali selama hampir dua minggu. Lelaki itu bahkan tidak menjawab telepon Ning.

Saat itu Ning tahu bahwa dirinya lah yang kalah. Dirinya yang lebih mencintai Arya dibanding pria itu mencintainya. Dirinya yang lebih membutuhkan Arya dibanding pria itu membutuhkannya. Arya barangkali tidak takut kehilangan Ning, tapi Ning sangat takut ditinggalkan Arya. Sejak awal, dirinyalah yang kalah. Sejak awal, dirinyalah si pecundang.

"Berantem dalam rumah tangga itu wajar," kata ibu Ning, suatu kali. "Asalkan dia masih menjadi suami yang bertanggung jawab, nggak menyakiti kamu, dan nggak memukul, yang lain masih bisa dibicarakan dan diusahakan."

Ya....masih bisa diusahakan!

Barangkali suatu hari nanti Arya memang akan dijodohkan dan harus menikah dengan perempuan lain. Tapi seperti kata Arya, itu sesuatu di masa depan yang belum tentu terjadi. Masa kini adalah hal yang masih bisa diperjuangkan. Dan Ning memutuskan untuk memperjuangkan pernikahannya. Meski ini hanya pernikahan sirri. Meski ia hanya istri simpanan yang disembunyikan dari dunia.

Suatu siang Ning mengirimkan satu set kotak makan siang, berisi makanan-makanan kesukaan Arya ke kantornya. Ning sengaja tidak mencantumkan nama pengirim, agar tidak menyulitkan Arya jika orang lain sampai tahu. Tapi ia mengirimkan pesan WA kepada pria itu.

Selamat makan Pak.
Semoga Bapak suka.
Saya kangen Bapak.
Maaf ya Pak.

Ning berharap paket makan siang itu bisa meluluhkan hati Arya. Tapi hingga malam hari, pesan WA itu tidak dibalas, meski Ning yakin bahwa Arya sudah membaca pesannya.

Ning sudah putus asa malam itu, ketika akhirnya Arya muncul di depan pintu apartemennya.

"Pak... maaf..." Ning nyaris merengek, dengan wajah yang sudah memerah menahan tangis.

Dengan cepat Arya menutup pintu apartemen dan meletakkan tas kerjanya di dekat pintu masuk. Lalu lelaki itu langsung menghambur menciumi Ning tanpa ampun. Seperti macan yang sudah dua minggu tidak makan, Arya tidak bisa menunggu barang sedetik. Mereka melakukannya saat itu juga. Di depan pintu masuk, di balkon, di ruanh makan, di sofa, dimanapun yang mereka bisa jangkau.

Ketika akhirnya Ning terkulai lemah dengan nafas terengah-engah, di atas tubuh Arya yang bersandar di sofa dengan nafas berkejaran juga, Ning memutuskan satu hal. Apapun statusnya saat ini, ia akan membuat Arya tidak akan bisa meninggalkannya!

Sejak saat itu, Ning makin giat mencoba resep-resep makanan kesukaan Arya, juga makanan baru lainnya. Ia rajin membaca berita di koran online, agar wawasannya makin luas, sehingga dapat menjadi teman diskusi Arya. Ia juga berusaha memahami pekerjaan Arya di HW Food.

Ning memanfaatkan media sosialnya dengan baik. Ia follow beberapa beauty vlogger dan menerapkan beberapa tips merawat diri, berdandan dan memilih outfit yang tepat. Ia ingin menjadi perempuan yang layak jika suatu saat nanti Arya mengajaknya keluar bersama, memperkenalkan Ning kepada keluarga dan teman-temannya.

Tidak lupa, ia juga membeli beberapa gaun tidur baru, dengan model yang selama ini tidak berani dicobanya. Tapi kali ini akhirnya Ning mencobanya.

Saat itu Kemuning sudah bertekad untuk membuat Nararya Hadiwinata tergila-gila dan ketagihan terhadap masakan, kehadiran dan tubuhnya.

* * *

Lha, kok Ning jg ambis sih?
Apakah benar, antagonis adalah protagonis yang tersakiti dan dikecewakan?

* * *

Bab ini berisi 2000 kata lebih lho Kak. Puas ga? Mau lagi? Vote n komen yg rame yuk Kak. Hehehe

*nia-fakir-voment






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top