NING - 2

Ning mengusap wajah tampan yang terlelap di hadapannya dengan lembut dan penuh sayang. Dulu ia hanya berani meng-halu, seperti juga remaja seusianya, mengangankan dari jauh punya pacar setampan ini. Siapa sangka, saat ini, bukan lagi mengkhayalkan, ia benar-benar memiliki pria ini sebagai suami.

Satu setengah tahun lalu, ia hanyalah seorang gadis remaja yang baru lulus SMK. Bagi lulusan sarjana saja, banyak yang kesulitan mendapat pekerjaan. Apalagi hanya lulusan SMK sepertinya. Jadi ketika akhirnya ia diterima bekerja sebagai daily worker di sebuah pabrik makanan-minuman yang cukup besar, Ning sudah sangat bersyukur. Seperti nama pekerjaannya, ia hanya pekerja harian lepas. Jika load produksi sedang banyak dan tidak bisa diselesaikan oleh karyawan tetap, maka perusahaan outsourcing tempatnya bernaung akan memanggil beberapa orang, sejumlah yang dibutuhkan. Panggilan kerja itu memang tidak datang setiap hari. Tapi Ning memastikan ia bekerja dengan rajin dan rapi, sehingga setiap ada pekerjaan overload, ia akan menjadi salah satu dari sekian orang yang dipanggil untuk bekerja.

Disanalah ia pertama kali bertemu dengan Nararya Hadiwinata, Manufacturing Director Lekker Food. Di usianya yang masih muda, 30 tahun, ia sudah menjadi Manufacturing Director HW Food. Sekaligus, ia adalah calon pewaris perusahaan itu.

Ning pertama kali melihat sosok Arya ketika pria itu melakukan inspeksi ke ruang pengemasan. Saat itu Ning diperbantukan di bagian pengemasan frozen food yang sedang naik daun saat ini sehingga permintaan produksinya tinggi. Meski lelaki itu masuk ke ruang pengemasan dengan memakai pakaian khusus ruang produksi, tetap tidak mengurangi ketampanan, kharisma dan pesonanya. Sulis, teman Ning sesama anak harian yang sedang mengemas di sebelahnya, sampai menyenggol sikunya ketika Arya datang. Saat itu, seperti juga Sulis, Ning juga terpesona pada sosok lelaki itu.

Berbeda dengan tokoh utama pria di beberapa sinetron atau novel, yang bersikap dingin dan angkuh agar terlihat keren, Arya justru sebaliknya. Pria itu tidak banyak bicara, tapi senyumnya ramah. Dan ia tidak sombong. Ia bahkan mau tersenyum pada Sulis dan Ning, yang hanya pekerja harian, saat pria itu lewat di line pengemasan, tempat kedua gadis itu bekerja. Kaki Ning rasanya seperti jelly, diperlakukan baik dan ramah oleh orang nomer 1 di Divisi Manufacturing.

Selama beberapa bulan, hubungan Ning dan Arya hanya terjadi satu arah, dengan Ning yang bertepuk sebelah tangan, selalu mengagumi Arya dari jauh jika kebetulan mereka bertemu di line pengemasan atau di kantin saat makan siang. Tapi semua itu berubah ketika suatu hari Ning kepergok sedang nangis-nangis memohon kepada supervisor perusahaan outsourcing tempatnya bernaung, agar diperbolehkan lembur atau meminjam uang kepada perusahaan outsourcing tersebut.

Tidak tahu diri sekali kan Ning itu. Baru juga bekerja 6 bulan, sudah mau ngutang. Minta ditugaskan lembur pula, agar mendapat tambahan uang. Tapi bagaimana lagi? Ia sedang sangat butuh uang karena ayahnya yang seorang kuli bangunan mengalami kecelakaan di proyek, dan butuh dioperasi. Dan ayahnya bukan kuli di developer besar. Ia hanya bekerja di pengembang kecil, yang hanya dapat memberi honor harian, tanpa fasilitas kesejahteraan apapun, apalagi asuransi keselamatan kerja. Ning dan ibunya sudah mencari pinjaman kemana-mana tapi hanya 1 orang saudara yang mau meminjamkan. Itupun harus dikembalikan dalam waktu 1 bulan karena sang saudara tersebut ada kebutuhan lain juga. Ning jadi pusing dan tidak tahu cara apa yang harus dilakukannya. Makanya ia nekat memohon-mohon pada supervisornya, meskipun tahu bahwa permohonannya tidak tahu diri.

Ning berhenti memohon begitu sadar bahwa Arya, yang baru saja keluar dari gowning room, akan melewati koridor tempatnya sedang bicara pada sang supervisor. Tapi ternyata saat itu lelaki itu sudah sempat mendengar pembicaraan itu.

Petang itu, matahari sudah hampir tenggelam sempurna ketika Ning keluar dari pabrik untuk pulang. Lebih tepatnya, untuk ke rumah sakit, bergantian jaga dengan ibunya yang sudah menjaga ayahnya sejak pagi. Ning sedang berjalan di trotoar, belum jauh dari gedung HW Food ketika sebuah mobil melambat dan berhenti di sampingnya, lalu menurunkan jendela belakang. Waspada, Ning agak menjauh. Tapi lelaki di mobil itu, yang duduk di kursi belakang, justru memanggilnya.

Ning yang tidak yakin bahwa benar dirinya yang dipanggil, hanya bisa bengong selama beberapa detik saat menyadari pria yang duduk di kursi belakang mobil tersebut, sekaligus pria yang memanggilnya, adalah Bapak Nararya Hadiwinata.

"Masuk, cepat!" Dengan suara yang lebih tegas, Ning tersentak dan akhirnya bergegas masuk ke mobil mewah itu.

Setelah menutup pintu mobil, Ning baru sadar, kenapa dia mau-maunya menuruti orang asing ini. Memang sih, pria ini bos besarnya, tapi kan tetap mereka asing. Harusnya tadi dia menolak saat disuruh masuk mobil. Sekarang ketika mobil sudah bergerak, Ning kan tidak bisa serta merta buka pintu dan lompat dari mobil. Nanti dikiran ada kasus penculikan kan.

Sampai beberapa menit kemudian Arya masih diam saja. Tapi kemudian ia menanyakan tentang kejadian di koridor gowning saat Ning menangis-nangis tadi. Karena sudah kadung malu, akhirnya Ning menceritakan masalahnya. Lagi-lagi, belakangan dia baru sadar, ngapain curhat derita hidup kepada bos besar.

"Jadi ayah kamu sekarang dirawat?" Arya bertanya, seperti memastikan kebenaran cerita Ning.

"Bener, Pak. Bapak mau lihat sendiri? Ini saya mau ke rumah sakit nih, gantian jaga."

Dua detik kemudian, Ning menepuk bibirnya sendiri karena kelepasan bicara. Ngapain dia pamer penderitaan keluarganya kepada bos besar?

Tapi lagi-lagi, Ning dibuat kaget dengan respon Arya yang justru ingin mengantar Ning ke rumah sakit. Bahkan meski Ning bilang bahwa dirinya tinggal di Bogor, jauh sekali dari Jakarta, Arya tidak berubah pikiran.

"Kamu ngapain duduk mepet pintu begitu?" tanya Arya heran, melihat Ning yang berusaha keras duduk sejauh mungkin dari dirinya.

Ning cengengesan, salah tingkah. "Baju saya kotor, Pak. Takut mobil Bapak kotor."

Arya justru tertawa mendengar hal itu. "Sini. Jangan duduk jauh-jauhan begitu. Nanti dikira kita sedang marahan."

Wajah Ning memerah saat itu juga. Rasanya malu sekali diperlakukan ramah oleh lelaki idamannya.

Setibanya di rumah sakit, Ning makin bingung bagaimana harus mempertemukan Arya dengan kedua orangtuanya. Apakah cukup hanya dengan memperlihatkan ayahnya yang sedang dirawat dari jendela saja, sehingga mereka tidak perlu bertemu? Tapi ternyata Ning juga tidak perlu khawatir. Meski orang nomer 1 di Manufacturing HW Food, lelaki itu bersikap ramah pada kedua orangtuanya. Sama sekali tidak terkesan angkuh.

Setelah pamit dari ruang rawat ayah Ning, Arya lalu meminta Ning mengantarnya ke bagian administrasi rumah sakit. Dan disana ia melunasi semua tagihan rumah sakit ayah Ning.

Ning pikir dia mimpi tengah malam, atau Pak Arya sedang mem-prank dirinya. Tapi ini nyata. Tagihan rumah sakit ayahnya lunas-nas-nas! Dan itu bukan pinjaman. Ning tidak perlu mengembalikan apapun. Jadi malam itu ia mengantarkan bos besarnya kembali ke mobil, sambil berkali-kali berterima kasih.

Keesokan paginya, Ning sengaja membuatkan makan siang untuk Arya. Hanya nasi dengan tumis labu siam + teri, dan telor gulung. Ning tahu, makanan itu sangat sederhana untuk lelaki sekaya Arya. Ia juga tahu Arya bisa makan di kantin atau makan di luar kantor. Kalau akhirnya nanti Arya membuang bekal darinya, Ning pasti akan maklum. Yang penting dirinya sudah berusaha menunjukkan itikad baik untuk berterima kasih atas bantuan pria itu pada keluarganya.

Tapi yang terjadi kemudian, lagi-lagi mengejutkan Ning. Arya mau menerima bekal itu dan memakannya. Terlebih, lelaki itu minta sering-sering dimasakkan. Jadi setelahnya Ning menitipkan bekal yang dibuatnya kepada supir Arya, dan sore harinya sang supir juga yang mengembalikan kotak bekalnya kepada Ning.

Suatu hari, ketika Ning pulang malam lagi, Arya kembali menawari mengantar pulang Ning. Ning tentu saja menolak karena rumahnya di Bogor, sementara apartemen Arya di dekat kantor. Apalagi hari itu Arya mengemudikan mobilnya sendiri, tidak dibantu supir. Pasti akan sangat melelahkan menyetir Jakarta-Bogor bolak-balik. Tapi sepertinya juga pertemuan mereka pertama dulu, pesona Arya menghipnotis Ning, hingga ia menurut naik ke mobil Arya.

Saat itulah Arya mengatakan sesuatu yang sangat gila.

"Saya sudah lama tertarik sama kamu. Kamu mau menikah sama saya? Setiap hari memasak buat saya?" tanya Arya malam itu.

Hingga mereka tiba di rumah Ning, gadis itu masih merasa melayang, tidak menapak bumi. Tapi sekaligus gamang dan bingung. Tapi ternyata Arya serius. Ia mengulangi pertanyaannya tadi kepada orangtua Ning.

Orangtua Ning, yang sejak awal merasa berhutang budi pada Arya, juga merasa Ning kejatuhan durian runtuh jika mendapatkan Arya, langsung menerima lamaran pria itu. Bahkan meski pria itu menjelaskan dengan terus terang bahwa ia hanya bisa menikahi Ning secara agama, tidak secara sah, orangtua Ning tidak keberatan. Toh orang kampung juga banyak yang menikah secara agama saja, tidak perlu pencatatan sipil.

"Bapak kenapa mau nikahin saya?" tanya Ning, gelisah, ketika mengantarkan Arya ke mobilnya untuk pulang.

"Saya tertarik sama Ning. Juga jatuh cinta sama masakan Ning," jawab Arya, membuat Ning berbunga-bunga.

"Tapi kenapa nggak menikah resmi?" tanya Ning takut-takut. Ia khawatir jika menanyakan hal tersebut, Arya akan menganggapnya sebagai perempuan yang suka menuntut.

"Ning keberatan?" Arya balik bertanya.

Jujur saja, iya. Dirinya tergila-gila pada pria baik hati ini, itu betul. Dirinya sejak lama meng-halu bisa menarik perhatian lelaki ini, itu benar. Tapi ketika kini kesempatan itu di depan mata, ia malah ragu.

"Bapak sudah punya istri? Apa saya akan jadi perusak rumah tangga orang?" tanya Ning waspada.

"Saya belum menikah. Kamu bukan yang kedua, dan bukan perebut suami siapapun. Saya hanya butuh waktu untuk meyakinkan keluarga saya," kata Arya. "Tapi kalau Ning keberatan dengan lamaran saya, saya mengerti."

Dengan cepat, jemari Ning meraih pinggang kemeja Arya.

"Nggak, Pak. Saya mau."

Saat itu Ning menjawab dengan tegas, meski sambil menunduk malu, bahwa dirinya bersedia menikah dengan lelaki ini, meski hanya nikah sirri.

Dasar bucin!

* * *

Selamat bermalam minggu, Kakak2!

Belum seru ya ceritanya? Hehehe,,, iyak, selow aja yak, kan masih wiken. Nanti kl byk yg vote n komen, makin cepet update bab yg seru deh hehehe

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top