NING - 1

Halo Kakak2, karena cerita AGNI sudah selesai, kali ini saya kembali dengan cerita baru.

Semoga suka, Kak 😘

* * *

Gadget dan media online, jika digunakan dengan tidak bijak, bisa membuat ketergantungan dan menimbulkan efek buruk. Namun jika digunakan dengan bijak, dapat bermanfaat untuk menggali informasi seluas-luasnya. Dan bagi Ning, akses wifi gratis, channel  internasional dan youtube unlimited memberinya banyak informasi yang ia manfaatkan dengan baik.

Ning memang hanya lulusan SMK. Tapi andai keluarganya berpunya, ia ingin sekali melanjutkan kuliah. Maka ketika kini ia mendapatkan fasilitas untuk mengakses informasi lebih banyak dengan gratis dan unlimited, Ning memanfaatkanya semaksimal mungkin. Bukan hanya untuk mengakses drama Korea yang disukainya, Ning juga mengakses channel-channel pengetahuan seperti Discovery Channel. Dan waktunya yang sangat senggang sehari-hari selama tinggal di apartemen itu, membuatnya bisa browsing ini-itu.

Salah satu yang dipelajari Ning dari internet adalah tentang food preparation. Bagaimana menyiapkan dan menyimpan bahan makanan agar tetap segar dan siap diolah saat sewaktu-waktu dibutuhkan. Misalnya seperti saat itu, ketika tiba-tiba saja Arya muncul di pintu apartemennya tanpa pemberitahuan sebelumnya.

"Kok Bapak nggak bilang mau kesini?" sambut Ning, agak kaget.

"Nggak boleh?" Arya balik bertanya sambil tersenyum. Ia kemudian menutup pintu apartemen dan mulai melepas sepatunya.

Dan senyum itu menular pada Ning. Gadis itu menggeleng. "Boleh dong, Pak. Ini kan apartemen Bapak."

Ning segera meraih tas kerja Arya, lalu mencium punggung tangan lelaki itu. Ia juga meletakkan sepatu Arya di rak sepatu.

"Masak apa?" tanya Arya.

"Aduh, maaf saya belum masak Pak. Saya masak sekarang ya. Bapak mau makan apa?"

Ning buru-buru meletakkan tas kerja Arya di ruang tengah, lalu hendak bergegas ke dapur. Tapi sebuah tangan sudah lebih dulu melingkar di pinggang dan perutnya.

"Kalau gitu saya makan Kemuning aja," suara Arya berbisik di leher gadis itu.

Ning tertawa-tawa dan menggeliat kegelian karena gesekan rambut di rahang Arya dengan kulit lehernya, juga sentuhan di perutnya. Beberapa saat kemudian barulah Ning berhasil melepaskan diri dari belitan lengan Arya.

"Bapak mandi dulu ya," kata Ning, masih dengan senyum lebarnya.

"Mandi bareng?"

Dengan wajah memerah, Ning mencubit pelan perut Arya. Membuat lelaki itu meliukkan pinggangnya sambil tertawa, untuk menghindar dari cubitan Ning.

"Saya masak dulu, Pak."

"Pesan delivery aja."

"Katanya Bapak suka makan masakan saya?"

"Tapi lebih suka makan kamu."

Arya sudah kembali menarik pinggul Ning sehingga kedua tubuh mereka kembali berhimpit. Tapi Ning dengan cepat meletakkan kedua telapak tangannya di dada Arya, dan mendorong lelaki itu menjauh.

"Saya mau memuaskan perut Bapak," kata Ning lembut. Telapak tangannya turun ke perut Arya, merabanya di balik kemejanya. "Baru nanti memuaskan yang lain," lanjutnya, dengan belaian yang makin turun. "Ya?"

Arya menggeram tidak senang. Tapi kemudian ia menunduk, menurunkan wajahnya. "Kalau gitu, cium dulu." Dan ia mencuri ciuman Ning hingga gadis itu terengah-engah.

Setelah Arya masuk ke kamar untuk mandi, Ning segera ke dapur dan menyiapkan makanan. Biasanya, kalau hanya untuk dirinya sendiri, Ning hanya memasak tumis sederhana. Tapi karena Arya datang hari ini, ia sengaja menyiapkan tomyum.

Arya keluar dari kamar beberapa menit kemudian. Sudah terlihat segar dengan celana pendek dan kaos. Rambutnya masih agak basah menambah kesan segar sekaligus seksi.

"Masak tomyum?" tanya Arya ketika mengendus aromanya, selagi melangkah mendekat ke ruang makan.

"Tomyum seafood. Suka kan?"

Arya mengangguk dengan senyum lebar. Ia lalu duduk di salah satu kursi makan. Ning dengan cekatan mengambilkan nasi dan semangkuk tomyum seafood untuk Arya. Tidak ketinggalan air minum dan buahnya.

Arya mencomot beberapa potong melon terlebih dahulu, sebelum mulai makan. Ini memang kebiasaan pria itu. Ia memakan beberapa potong buah terlebih dahulu, sebelum makan makanan utama beberapa saat kemudian. Hal itu membuat nutrisi buah yang dikonsumsi lebih maksimal terabsorbsi tubuh. Dengan makan buah lebih dahulu, juga membuat kita cukup kenyang sehingga tidak perlu mengkonsumsi terlalu banyak karbohidrat lagi.

"Gimana, Pak?" tanya Ning setelah Arya mulai memakan nasi dan tomyumnya.

Arya tersenyum. "Masakan kamu makin enak aja."

Senyum Ning melebar. "Saya nyoba-nyoba resep di cookpad Pak. Soalnya di rumah aja kan bosan. Jadinya saya mengisi waktu dengan masak-masak."

Arya mengulurkan tangannya dan membelai rambut Ning, sebagai bentuk apresiasi.

"Kok tadi nggak ngabarin dulu bahwa mau kesini, Pak?" tanya Ning ketika menyendokkan nasi ke piringnya sendiri.

Meski ini adalah apartemen Arya, tapi lelaki itu tidak selalu pulang kesini. Arya memiliki 1 apartemen lain, yang berlokasi lebih dekat dengan kantornya dan kesana lelaki itu lebih sering pulang sehari-harinya. Arya hanya sesekali ke apartemen ini.

"Tiba-tiba kangen kamu," jawab Arya. Suaranya biasa saja, tidak terdengar menggombal. Tapi senyum lelaki membuat Ning tersipu.

"Jadi kangen saya cuma sesekali aja ya? Tiba-tiba aja?" tanya Ning menguji.

Tapi Arya tidak menjawab. Lelaki itu malah menunduk dan melanjutkan makannya.

"Saya sudah transfer untuk orangtua kamu," kata Arya, beberapa saat kemudian.

Suaranya pelan. Tapi terdengar seperti dentuman yang menghentak jantung Ning. Mengingatkan Ning agar tahu diri. Agar tidak pernah lagi bertanya menuntut seperti tadi.

"Terima kasih, Pak," jawab Ning. Ia ikut menunduk dan menghabiskan makanannya, meski ia tidak bisa lagi menikmati sup tomyum yang enak itu.

Setelah itu makan malam berlangsung dalam hening. Hanya ada suara denting piring, sendok dan garpu.

Arya menghabiskan makanannya terlebih dahulu. Nasi di piring Ning belum habis, tapi ia sudah tidak berselera. Jadi gadis itu bangkit dari duduknya, mengambil peralatan makan Arya, menyatukannya dengan miliknya. Lalu membawanya ke wastafel dapur.

Ning sengaja mencuci peralatan makan itu berlama-lama. Tidak ingin buru-buru menyelesaikannya, meski biasanya ia bekerja dengan gesit. Tidak ada suara kursi bergeser, itu berarti Arya masih di ruang makan. Barangkali sedang mengamatinya dari balik punggungnya. Tapi hal itu justru membuat Ning melambatkan kerja tangannya.

Ning mengutuki dirinya sendiri. Sejak awal ia sudah tahu risikonya. Pun sudah hampir 1 tahun ia mengalami perasaan seperti ini. Harusnya hatinya sudah mati. Tapi kenapa tidak bisa? Kenapa ia masih terus-terusan jatuh cinta pada lelaki ini, padahal ia tahunya yang akan terjadi pada hatinya hanyalah luka?

Terdengar suara kursi bergeser. Dari suara langkahnya, Ning tahu Arya melangkah mendekatinya. Beberapa detik kemudian lengan lelaki itu sudah melingkar di sekeliling pinggang dan perut Ning.

"Jangan menguji kesabaran saya," Arya menggeram di bahu Ning.

Meski Ning sudah tidak ingin melakukannya, tapi ia tidak menolak ketika lelaki itu mulai menurunkan tali gaun tidur di bahunya. Ning membersihkan tangannya dari sabun cuci piring, lalu menutup keran. Sedetik kemudian pria itu langsung menggendong Ning ke kamar.

Hatinya merasa sakit. Otaknya merasa bodoh. Tapi tubuhnya merasa nikmat. Ning membenci dirinya yang tidak berdaya seperti ini.

"Kamu rutin minum pil kan?" tanya Arya dengan suara berat. Matanya memaku wajah berkeringat Ning dengan tatapan tajam.

"Ahhhh... iyaa..."

Hanya itu yang bisa dikatakan Ning, sebelum akhirnya lelaki itu bergerak makin cepat dan menuntaskan di dalam dirinya.

Sebutir air lolos dari sudut mata Ning tepat ketika kepala pria itu jatuh ke bahunya, sehingga lelaki itu tidak sempat melihatnya.

Ning membenci rasa cinta yang menyakitkan ini. Ia membenci ketidakberdayaannya. Tapi ia bisa apa? Sejak awal ia sudah tahu apa risikonya menerima lelaki itu. Karena meski Nararya Hadiwinata menikahinya sah secara agama, tetap saja ia hanya istri sirri. Karena meski Nararya Hadiwinata menikahinya, tetap saja lelaki itu tidak mengharapkan anak darinya. Karena suatu saat nanti akan ada perempuan yang lebih layak, dari keluarga terhormat, yang akan menjadi istri sah pewaris Hadiwinata Group. Dari perempuan itulah keturunan Nararya Hadiwinata akan lahir. Dan itu jelas bukan Kemuning.

* * *

Hadeeuuhh. Kok ceritanya nia makin aneh? Kemarin ttg pelakor, sekarang ttg istri simpenan. Malesin banget.

Hehehehehehehehehehehehehehe


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top