Janji - 6
Diantara kesibukannya di kantor, dan pekerjaan yang masih dikerjakannya di rumah, sesekali Indra menyisihkan waktu akhir pekannya untuk Dira. Meski hanya sebulan sekali, atau kadang dua bulan sekali jika Indra sedang sangat sibuk, Indra mengajak Dira jalan-jalan. Kadang ke tempat wisata, kadang hanya sekedar makan atau nonton bioskop di mall.
Seperti hari Sabtu itu, Indra mengajak Dira ke sebuah mall. Inas tentu saja ikut juga bersama mereka, karena sekarang anak itu selalu meminta Inas ikut kemanapun ia pergi.
Agenda hari itu dimulai dengan Dira yang minta bermain di playground yang terdapat di mall tersebut. Indra memang tidak ikut masuk menemani Dira. Inas yang masuk menemani Dira, sementara Indra menunggu di coffee shop yang berada di depan area bermain tersebut.
Dari tempatnya menikmati Americano, Indra memerhatikan interaksi Inas dan Dira. Di dalam playground itu, Inas hanya diam saja di dekat tempat Dira bermain. Sementara Dira asik berlari, memanjat, meluncur dan mengeksplor di sana-sini. Saat Dira jatuh, barulah gadis itu menghampiri untuk membantu. Dengan metode pengasuhan seperti itu, pantas saja jika beberapa kali Dira pulang selepas bermain di taman dengan tangan atau kaki yang terluka. Lukanya memang tidak parah sih. Tapi Dira kan perempuan. Masa punya banyak bekas luka dimana-mana. Nanti kan tidak cantik dan menggemaskan lagi.
Indra sudah sering menegur Inas tentang hal ini. Agar gadis itu menjaga Dira lebih baik. Inas juga selalu meminta maaf jika keteledorannya membuat Dira jatuh dan terluka. Tapi melihat cara Inas menemani Dira di playground saat ini, Indra tidak yakin bahwa Inas benar-benar menyesal. Dari yang ia perhatikan, sepertinya memang demikianlah metode pengasuhan Inas, dengan membebaskan Dira berekspresi dan mengeksplorasi.
Metode pengasuhan Inas tentu berbeda dengan metode yang selama ini Indra dan mendiang istrinya terapkan pada Dira. Indra dan Inggrid mendapatkan Dira setelah menanti selama 4 tahun. Pun setelah Dira lahir dan mereka berencana menambah momongan, Inggrid tidak kunjung hamil lagi. Hal itulah yang membuat Indra dan Inggrid terkesan overprotektif terhadap sang puteri.
Setelah dijaga bertahun-tahun, kini ternyata puterinya diasuh dengan gaya cuek seperti itu oleh Inas, membuat Indra sering marah dan tidak setuju. Anehnya, Dira sendiri tidak pernah protes dengan cara Dira mengasuhnya. Beberapa kali Indra melihat Dira dan Inas bertengkar, atau Dira bersungut-sungut pada Inas, tapi hal itu tidak pernah bertahan lama. Hanya dalam beberapa jam, Dira akan kembali menempel pada perempuan dingin itu.
Bagi Indra, hal itu aneh. Karena sebelum-sebelumnya Dira selalu menolak pengasuh-pengasuh yang dibawa Indra dengan alasan cara pengasuh tersebut memperlakukannya berbeda dengan mendiang ibunya. Jika memang itu alasannya, lalu mengapa Dira bisa menerima Inas, yang jelas-jelas bertolak belakang dalam memperlakukan Dira? Sudah lebih dari 6 bulan Inas tinggal di rumahnya dan ia masih tidak habis pikir mengapa Dira bisa menerima gadis pendiam dan dingin itu.
Indra pernah bertanya pada Dira, tentang alasan puterinya menyayangi Inas. Dan jawaban Dira tetap terdengar tidak masuk akal.
"Soalnya Kak Inas nggak sok baik," jawab anak itu.
Waktu Indra menanyakan maksudnya lebih jauh, anak itu malah menyuruh Indra diam, karena sudah mengganggunya nonton Number Block di TV.
Kalau dipikir-pikir, alih-alih "tidak bersikap sok baik" , sikap Inas lebih cocok didefinisikan dengan kata "dingin".
Setelah lewat 1 jam Dira bermain, Indra menerima pesan WA dari Inas, mengabarkan bahwa mereka akan segera selesai. Jadi Indra menghabiskan kopinya dan menemui Dira dan Inas di pintu keluar.
"Senang, Anak Cantik?" sapa Indra begitu bertemu puterinya kembali.
"Senang banget Pa! Makasih ya Pa!" jawab Dira dengan tawa lebar. Gadis kecil itu meraih tangan Indra dan menggoyang-goyangkannya. "Tempatnya lebih banyak mainannya! Perosotannya lebih tinggi! Kolam bolanya besaaarr. Tadi Dira jatuh pas main trampolin. Tapi Dira kuat! Langsung bangun lagi. Dira hebat kan Pa?"
Refleks saja Indra memberi tatapan kesal pada Inas yang membiarkan Dira jatuh. Tapi gadis itu hanya membalas dengan tatapan dingin dan tenang, tanpa rasa bersalah.
"Kapan-kapan kita kesini lagi ya Pa!"
Ngomong-ngomong, sekarang Dira makin jelas saat melafalkan huruf "R" saat bicara. Begitupun dengan kata-kata yang mengandung "ng" atau "ny". Beberapa bulan yang lalu Dira masih cadel saat melafalkan namanya. Tapi kini ia sudah bisa menyebut namanya sendiri dengan benar. Beberapa bulan lalu, Dira hanya bisa bicara "nomon", "nani", "dinin" dan "tigi" untuk mengatakan "ngomong", "nyanyi", "dingin" dan "tinggi". Tapi sekarang pelafalannya sudah lebih baik.
Indra pernah memergoki Inas memberikan permen karet kepada Dira, lalu memintanya mengunyah dan meniup balon permen karet. Saat itu Indra memarahi Inas, karena memberikan makanan berbahaya untuk Dira. Indra khawatir Dira akan tidak sengaja menelan permen karet. Tapi Inas membela diri, bahwa sebelumnya ia sudah melatih Dira untuk makan permen yang lain tanpa menelannya, dan Dira terbukti sudah bisa mengendalikan lidah dan mulutnya untuk tidak menelan sesuatu, sehingga aman untuk Dira makan permen karet. Inas bilang, makan permen karet juga bisa melatih otot lidah dan oromotorik Dira, agar lebih jelas saat melafalkan kata atau huruf yang sulit.
Beberapa kali Indra juga mendengar Inas mengajari Dira bernyanyi dengan lirik "ular melingkar-lingkar di atas pagar bundar..." atau "Mari bernyanyi, nyanyanyanya. Mari bergoyang, yangyangyangyang. Berputar-putar, tartartartar." Barangkali karena lagu itu, kini pelafalan Dira sudah jauh lebih jelas.
Dalam banyak hal, cara Inas mengasuh Dira memang berbeda dengan cara Indra. Hal itu yang membuat Indra sering marah pada Inas. Dan karena Dira adalah anak Indra, biasanya Inas yang mengalah dan minta maaf. Tapi itu bukan berarti Inas berhenti. Biasanya gadis itu akan mencari cara lain.
Salah satu hal yang tidak sejalan diantara mereka adalah tentang makan. Saat makan bersama di restoran, Indra cenderung ingin Dira menghabiskan makanannya dengan cepat, sehingga ia biasanya menyuapi anak itu. Berbeda dengan Inas yang membiarkan saja Dira makan sendiri, meski lama dan berantakan. Tiap pergi keluar rumah, biasanya Inas membekali Dira dengan pakaian ganti, sehingga tidak perlu khawatir lagi jika baju Dira kotor karena makan sendiri. Inas juga biasanya mengusulkan makan di restoran yang tidak terlalu ramai, agar tidak membuat kesal pengunjung lain yang mengantri makan di restoran tersebut.
Seperti kali itu, setelah memotong-motong daging untuk Dira dan memakaikan slabber di leher Dira, Inas menyerahkan sepenuhnya piring makan itu kepada Dira untuk anak itu makan sendiri. Indra memerhatikan, terkadang Inas juga memperlambat makannya, agar Dira merasa tidak diburu-buru saat makan. Tapi saat Dira terlihat ogah-ogahan makan, Inas justru mempercepat makannya, agar Dira merasa ketinggalan dan segera menghabiskan makanannya.
Selesai makan, Indra mengusulkan untuk sholat di mall dulu, karena khawatir tidak terkejar waktunya untuk sholat di rumah. Inas menyetujui. Tapi Dira khawatir karena tidak membawa mukenanya.
"Udah Kak Inas bawain kok," kata Inas kemudian. Membuat Dira nyengir.
Kadang Indra menyadari, bahwa di balik sikapnya yang pendiam, sebenarnya Inas memerhatikan detil tentang kebutuhan Dira.
Merekapun akhirnya berjalan bersama menuju mushola mall. Dira menggandeng tangan Indra dan Inas di kedua tangannya. Dan ketika mereka berbelok melewati sebuah gerai dengan kaca yang memantulkan bayangan mereka, hati Indra tiba-tiba terasa hangat. Bayangan seorang anak yang menggandeng tangan ayah-ibunya di kaca tersebut menghangatkan hatinya. Bahkan meski sosok sang ibu bukanlah mendiang istrinya. Bahkan meski sosok sang ibu adalah seorang gadis yang berwajah dingin.
* * *
Sepanjang perjalanan di mobil, biasanya memang hanya Indra dan Dira yang bercakap-cakap. Dengan ocehan Dira yang mendominasi. Inas biasanya hanya menimpali sesekali jika Dira bertanya. Dan jika Dira ketiduran seperti saat ini, suasana mobil biasanya hening sekali. Hanya terdengar alunan musik pelan dari radio di mobil.
Kadang Indra penasaran, dengan sifat pendiam seperti itu, apa Inas punya teman dekat atau pacar?
Saat itu Indra baru sadar, bahwa selama lebih dari 6 bulan ini bersama, tidak banyak yang Indra tahu tentang Inas. Obrolan mereka biasanya hanya tentang Dira. Tidak pernah tentang kehidupan personal masing-masing. Sikap Inas yang pendiam membuat Indra sungkan memulai percakapan kasual dengan gadis itu.
Tapi baru saja Indra bertanya-tanya apakah Inas pernah pacaran, tidak lama kemudian pertanyaan itu sedikit terjawab.
Indra sedang berdiri di depan bagasi mobil yang terbuka, sementara Inas dan Dira menunggu di belakangnya. Tadi sebelum pulang dari mall, mereka lewat di depan gerai sepeda dan Indra membelikan sepeda baru untuk Dira. Jadi sekarang Dira sedang menunggu ayahnya mengeluarkan sepeda itu dari bagasi mobil.
Mobil telah masuk ke carport, tapi pintu pagar rumah belum ditutup. Saat itulah seseorang menyapa Inas dan Dira dari jalanan di depan rumah Indra.
"Om Rizki!" sapa Dira dengan ramah.
Indra menoleh pada orang yang menyapa itu, dan mendapati Inas sedang tersenyum pada lelaki itu.
"Mas," Inas menyapa dengan suaranya yang lembut.
"Teman kamu?" tanya Indra, penasaran. Ternyata meski pendiam begitu, Inas bisa juga dekat dengan laki-laki. Dan kenapa Dira mengenal laki-laki itu juga? Apa Inas pernah mengajak Dira saat janji ketemuan laki-laki itu?
"Mas Rizki ngekos di rumah Bu Asmoro, Om," jawab Inas.
Bu Asmoro adalah nama tetangga Indra. Rumahnya di gang sebelah. Beliau punya 5 orang anak, tapi sekarang semuanya sudah besar dan tinggal di rumah masing-masing. Sehingga kini Bu Asmoro membuka kos-kosan di rumahnya, agar tidak kesepian dan agar kamar-kamar di rumahnya terisi. Letak perumahan mereka yang memang tidak terlalu jauh dari wilayah perkantoran membuat kos-kosan Bu Asmoro tidak pernah kosong. Selalu terisi penuh. Tapi selama ini Indra tidak pernah terlalu perhatian dengan anak-anak kos bu Asmoro. Ia tidak menduga Inas dan Dira justru mengenal salah satunya.
"Om Rizki yang anter Dira pulang waktu Dira jatuh di taman itu, Pa," kata Dira, memperkenalkan Rizki pada ayahnya.
Beberapa waktu lalu Dira memang pernah jatuh di taman. Tapi ia belum pernah mendengar bahwa Dira ditolong oleh pria ini.
"Oh, makasih ya, sudah nolong anak saya," kata Indra sopan.
"Sama-sama, Om," jawab Rizki dengan sopan juga.
"Om?" Indra balik bertanya dengan dahi berkerut bingung.
"Om ini papanya Dira kan? Omnya Inas kan? Soalnya Inas manggil Om. Jadi saya pikir.... Atau sebaiknya saya manggil apa ya... Om?"
Rizki tampak agak salah tingkah. Sementara Inas mengulum senyum geli. Meski begitu, baik Indra maupun Inas tidak ada yang mengklarifikasi hubungan mereka.
"Terserah aja," jawab Indra bete. Kemudian ia kembali berbalik ke bagasi dan mengeluarkan sepeda Dira.
Selagi Dira terlihat antusias dengan sepeda barunya, Indra mendengar Inas dan Rizki mengobrol pelan.
"Abis nemenin Dira ke mall," Indra mendengar Inas bicara begitu. "Kalo Mas?"
"Abis jalan aja ke Alfamart depan komplek," Rizki menjawab.
"Oh..." Inas tampak manggut-manggut.
Lalu sebelum percakapan kedua orang itu berlanjut, Indra buru-buru memanggil Inas masuk. Hingga akhirnya kedua orang itu saling berpamitan.
"Seneng banget ketemu cowok ganteng," sindir Indra ketika dirinya dan Inas melangkah bersisian masuk ke dalam rumah.
"Hmmm?" Inas hanya mengerutkan dahi dan tidak menjawab.
"Kenapa kamu tadi nggak bilang bahwa saya ini suami kamu? Takut kehilangan penggemar ya?"
Kerutan di dahi Inas makin dalam. "Saya pikir Om nggak mau orang lain tahu bahwa kita suami-istri?" tanya Inas.
Kali ini gantian dahi Indra yang berkerut.
"Waktu Family Gathering kantor Om, kan Om juga nggak pernah memperkenalkan saya sebagai istri Om ke teman-teman Om. Teman-teman Om kira saya ini pengasuhnya Dira atau keponakan Om. Saya pikir Om yang malu kalau punya istri seperti saya. Makanya saya nggak berani sok pede ngaku-ngaku sebagai istrinya Om."
Mendengar hal semacam itu, Indra jadi salah tingkah sendiri. Ia ingin mengklarifikasi, tapi tidak tahu bagaimana cara membela diri.
Gadis pendiam ini, sekalinya bicara ternyata jleb juga ya, pikir Indra.
* * *
Ceritanya terlalu anyep ya Kak?
Ga seperti "Ning" yg menuai banyak komen ya. Hahaha.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top