Janji - 11
HAHAHAHAHAHAHAHAHAHA!!!
GUOBLOK!
Goblok lu, Nas!
Coba ingat baik-baik apa yang pernah Indra bilang ke lo!
"Kita nggak bisa mengubah masa lalu kan? Saya nggak mau masa lalu kamu merusak hubungan kita."
See? Nggak ada satupun kata-katanya yang bilang bahwa dia bisa nerima keadaan lo! Satu kalipun dia nggak pernah bilang bahwa dia memaafkan masa lalu lo!
Dia cuma bilang bahwa kita nggak bisa mengubah masa lalu kita. Itu fakta. Bukan pemikiran dia.
Dia bilang bahwa dia nggak mau masa lalu lo merusak hubungan kalian. Itu jelas! Dia nggak mau lo berhenti ngurusin Dira.
Lo inget yang dia bilang ke Agung? Bahwa seharmonis apapun hubungan kalian, ada masa-masa dimana dia teringat masa lalu lo dan menyesalinya. Itu artinya apa?
Artinya dia jijik sama lo! Sama masa lalu lo!
Dia malu, perempuan yang jadi istrinya ternyata perempuan bekas kayak lo! Makanya dia nggak pernah mengenalkan atau membanggakan lo di depan teman-temannya kan? Makanya dia tetap membiarkan lo manggil "Om", bukannya "Mas". Supaya nggak ada yang tahu siapa lo.
Jangankan di depan teman-temannya, sama anaknya aja, dia nggak mengakui lo sebagai ibu tirinya kan? Dia membiarkan anaknya terus manggil lo "Kak Inas", bahkan meski hubungan kalian sudah selangkah lebih maju.
Lebih maju apaan? Bulshit!
Dia juga selalu nidurin lo di kamar lo kan? Dia nggak pernah membawa lo ke kamarnya kan? Kenapa? Karena dia belum move on dari istrinya? Atau karena dia jijik membawa perempuan kayak lo ke tempat tidurnya?
Kalau dia memang jijik sama aku, kenapa dia bersikap baik dan mesra?
Beneran lo pengen pertanyaan barusan dijawab? Yakin bakal kuat denger jawabannya?
Karena dia butuh badan lo!
Dia laki-laki normal dan sudah 2 tahun menahan diri. Malam itu akhirnya dia "nyicipin" badan lo, dan dia ketagihan. Jadi apa salahnya kalau melanjutkannya kan? Toh kalian suami-istri yang sah. Jadi meski dalam hatinya dia jijik sama lo, tapi penisnya butuh vagina lo. Jadi dia harus baik dan sok mesra sama lo kan, kalau mau dapet jatah tiap hari?
Punya perempuan murahan yang halal untuk ditiduri, kenapa disia-siakan kan?
Jadi nggak usah GR! Dia bukannya cinta sama lo! Dia cuma butuh badan lo!
Buktinya, baru nggak dapet jatah beberapa hari aja, dia sudah menunjukkan sikap aslinya kan?
Ck! Kasihan lo Nas....
* * *
Setelah kemarin malam Indra mengusir Inas dari ruang rawat Dira, pagi ini Inas datang kembali membawa beberapa pakaian Dira. Dira sudah bangun ketika Inas datang, dan langsung menyambut gadis itu dengan senang.
"Kak Inas!" sambut Dira bersemangat. Suhu tubuhnya 37.8°C pagi ini, dan kondisinya sudah membaik.
"Sayang sudah sembuh?" sapa Inas, sambil langsung meletakkan telapak tangannya di dahi Dira.
"Udah Kak. Kok semalem nggak nemenin Dira?"
"Tadi malem Papa khawatir banget Dira demam tinggi. Makanya Papa yang nemenin Dira. Maaf ya Kak Inas baru dateng."
Dira tersenyum sambil meraih tangan Inas dan menggenggamnya. Inaspun balas menggenggam tangan Dira, lalu duduk di kursi di sebelah ranjang pasien.
"Masih lemes?" tanya Inas.
Dira mengangguk.
"Kak Inas bawa bubur kacang ijo yang kemarin Dira minta," kata Inas.
"Asiikk!!!"
"Nanti kita tanya dokter dulu, Dira ada pantangan makan atau nggak. Kalau nggak ada, nanti Kak Inas suapin."
Dira mengangguk sambil tersenyum. "Iya, Kak."
Inas kemudian melepaskan tangan Dira, lalu meraih tas yang dibawanya. Ia mengeluarkan beberapa pakaian Dira dan memasukkan ke lemari pakaian kecil yang terdapat di ruang rawat tersebut.
Indra yang duduk di sofa bed tidak jauh dari ranjang Dira, memerhatikan Inas mengeluarkan isi tas. Namun tidak terlihat pakaian ataupun handuk Indra. Jadi gadis itu hanya membawa keperluan Dira. Setelah Inas menutup kembali tasnya, Indra juga menyadari bahwa Inas tidak membawa apapun untuk dirinya, termasuk sarapan. Melihat itu, dan mempertimbangkan perutnya yang mulai berkerucuk, akhirnya Indra terpaksa ke kantin RS untuk sarapan.
"Aku ke kantin dulu, mau sarapan," kata Indra ketika bangkit dari duduknya dan menghampiri Inas.
Gadis itu menunduk dan mengangguk pada Indra tapi tidak bicara sepatah katapun. Hal itu membuat Indra menyadari, bahwa sejak masuk ke ruang rawat, Inas memang tidak menyapa apalagi bicara padanya.
Karena salah tingkah, Indra beralih pada puterinya dan berpamitan juga.
* * *
Tidak lama setelah Indra kembali dari sarapan di kantin, Dokter Penanggung Jawab Dira melakukan visite. Saat itu beliau menjelaskan bahwa berdasarkan hasil tes darah, dokter mendiagnosis penyebab demam itu adalah infeksi virus. Namun ini akan sembuh dengan sendirinya saat sistem imun tubuh meningkat. Yang perlu dilakukan sekarang hanya memberi asupan nutrisi dan cairan yang cukup untuk Dira, dapat ditambah pula beberapa vitamin. Dan demam yang menjadi gejala penyerta dapat diatasi dengan pemberian antipiretik. Secara singkat, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan keadaan Dira. Kalaupun Dira ingin dibawa pulang sekarang, sudah bisa.
Tapi Indra berpendapat lain.
"DBD juga disebabkan virus kan Dok?" tanya Indra.
"Iya, Pak."
"Istri saya juga gejalanya hanya demam seperti ini, Dok. Makanya kami kira demam biasa. Dia nggak mau dirawat di RS. Tapi saat akhirnya dia dibawa ke RS, sudah terlambat. Dia meninggal. Diagnosisnya DBD."
"Kami turut berduka, Pak. Memang demam ini gejala non-spesifik. Penyakit ringan sampai penyakit berat, dapat menunjukkan gejala demam. Makanya kami merekomendasikan agar pasien dibawa ke RS jika demam terus di atas 40°C selama lebih dari 3 hari. Sebelum tindakan medis terlambat," kata dokter, dengan ekspresi simpati. "Tapi pada kasus Indira ini, pada hari ketiga hari ini, demamnya sudah mulai reda. Ada gejala bersin dan radang tenggorokan yang menyertai. Tidak ada hasil tes darah yang menunjukkan ini DBD atau thyposa. Jadi kalau Indira mau dirawat di rumah, boleh."
"Tapi, Dok..."
"Tapi kalau Bapak masih khawatir dan ingin Indira dirawat disini supaya lebih tenang, boleh juga, Pak." Sang dokter menambahkan dengan nada sabar.
Akhirnya Dirapun diperbolehkan menginap 1 hari lagi di rumah sakit.
Setelah dokter keluar dari kamar Dira, Inas mengeluarkan sebuah box makan dari tasnya. Begitu Inas membuka tutupnya, Dira langsung mencium aromanya dengan antusias.
"Bubur kacang ijo!" pekik Dira.
Tadi dokter memang sudah mengijinkan Dira makan apapun. Jadi Inas tidak sungkan lagi mengeluarkan kotak bekal yang dibawanya.
"Ini yang kemarin Kak Inas beli?"
"Bukan. Yang kemarin Kak Inas beli dari warung burjo, udah Kak Inas makan. Soalnya Dira keburu masuk RS. Yang ini Kak Inas masak sendiri tadi pagi."
"Wah, masakan Kak Inas pasti lebih enak! Makasih Kak!"
Inas mengambil sesendok dan menyuapkannya pada Dira.
"Boleh disuapin?" tanya Dira ragu. Sebab selama ini Inas selalu mendorong Dira untuk melakukan semuanya sendiri.
"Boleh. Kan lagi sakit."
"Kalau gitu Dira sakit terus aja deh."
"Jangan sakit dong. Harus cepet sehat. Nanti Papa sedih."
"Kak Inas sedih nggak?"
"Sedih juga dong. Tapi kan yang paling sedih pasti keluarga Dira."
"Kak Inas bukan keluarga Dira?"
"Jadi Kak Inas suapin nggak nih?"
Sebelum Inas berubah pikiran, Dira buru-buru membuka mulutnya dan menyambar bubur kacang hijau yang disodorkan Inas. Wajahnya tersenyum lebar ketika mengunyah bubur itu.
"Kalau nanti Dira udah sembuh, harus makan sendiri lagi Kak?"
Inas menyodorkan sesendok bubur lagi ke depan bibir Dira. "Iya dong. Kan sudah SD. Harus mandiri."
"Kalau Dira nggak mandiri, nanti nyusahin Papa?"
"Anak kesayangan Papa nggak pernah nyusahin Papa," jawab Inas lembut. "Tapi salah satu bukti sayang kita pada seseorang, kita pasti mau bantuin orang itu kan?"
Dira mengangguk.
"Jadi kalau Dira sayang Papa, Dira pasti mau bantuin Papa kan? Supaya Papa nggak kesulitan bangunin, mandiin, pakai baju, nyuapin. Iya kan?"
"Iya Kak. Dira sayang Papa. Dira mau mandiri supaya bisa bantu Papa."
"Anak pinter," puji Inas.
Inas melanjutkan menyuapi Dira, hingga bubur kacang hijau yang dibawanya habis. Sementara Indra, duduk di sofa bed sambil mengamati perbincangan mereka.
* * *
Karena Inas tidak membawakan handuk atau pakaian ganti untuk Indra, jadi pria itu memutuskan untuk pulang dulu untuk mandi. Lagipula Inas sudah menjaga Dira di RS, jadi Indra memutuskan untuk istirahat sebentar juga. Setelah tidur beberapa jam, menjelang siang hari ia memutuskan untuk kembali ke rumah sakit.
Baru saja Indra akan masuk ke mobilnya yang terparkir di carport, ketika seseorang bermotor berhenti di belakang mobilnya. Anehnya, Indra mengenali motor itu sebagai motor yang biasa Inas pakai mengantar-jemput Dira dan berpergian kemana-mana. Tapi pengendara motor itu bukan Inas. Melainkan Rizki, si karyawan yang kos di rumah Bu Asmoro.
Ngapain pacarnya Inas kesini?, pikir Indra sinis.
"Inasnya ada, Om?" tanya Rizki setelah mengucap salam.
Manggil gue Om pula! Kapan gue kawin sama tantenya dia?!
"Lagi nggak di rumah," jawab Indra ketus. "Ngapain nyariin Inas? Itu motor Inas kan? Kok ada di kamu?"
"Kemarin sore motornya Inas mogok di depan alfamart, Om. Kebetulan ketemu saya. Jadi saya bantu bawa ke bengkel. Ini udah kelar di servis," jawab Rizki santai. "Dira udah sembuh, Om?"
"Tahu dari mana bahwa Dira sakit?"
"Kan kemarin sore Inas muter-muter nyari bubur kacang ijo karena Dira minta beliin Om. Pas udah nemu bubur kacang ijo, eh motornya malah mogok. Jadinya kemarin saya anterin Inas pulang. Dan dia cerita bahwa Dira sakit, cuma mau makan burjo."
* * *
Sejak tiba kembali di rumah sakit, Indra sudah mencari kesempatan untuk bicara dengan Inas. Dia merasa bersalah atas kata-katanya kemarin. Ia sudah salah paham tentang Inas dan Rizki dan mengatakan hal-hal yang menyakitkan pada Inas. Itu mengapa ia ingin meminta maaf.
Kesempatan itu baru datang ketika akhirnya Dira tidur siang. Setelah Dira tidur, Indra melihat Inas sudah bersiap beranjak dari sisi ranjang Dira. Saat itulah ia langsung menahan gadis itu.
"Kemarin... maaf," kata Indra, setelah berhasil mengajak Inas duduk di sofa bed, di pojok ruang rawat Dira, bersama dirinya.
Inas hanya diam.
"Tadi Rizki ngembaliin motor yang udah diservis," Indra melanjutkan. "Dia cerita, kemarin kamu keluar rumah karena Dira minta dibeliin bubur kacang ijo. Lalu motor kamu malah mogok. Dan dia antar kamu pulang dan bantu servis motor. Maaf karena aku salah paham sama kalian, dan aku nuduh kamu macem-macem."
Inas diam selama beberapa waktu, sebelum akhirnya mengangguk. Tapi Indra tidak merasa puas dengan respon itu.
"Maafin aku ya Nas. Aku panik. Dulu Inggrid meninggal karena demam tinggi. Aku terlambat bawa dia ke RS karena nggak menyangka itu DBD. Pas Dira demam, aku ingat kasus itu dan langsung panik. Jadi aku marah pas lihat kamu ninggalin Dira. Aku langsung nggak bisa mengendalikan diri dan emosi."
Kali ini Inas diam. Karena merasa tidak ada yang perlu ditanggapi.
"Maafin aku ya Nas..."
Inas mengangguk.
"Kamu beneran maafin aku?" Indra takjub sekaligus tidak percaya Inas akan semudah itu memaafkan perbuatannya.
Tapi nyatanya Inas memang mengangguk.
Demi meyakinkan diri bahwa Inas memang sudah memaafkannya, Indra mengulang permintaan maafnya sekali lagi, dan kali itu sambil mengulurkan tangannya.
Ternyata Inas memang memaafkannya. Gadis itu menyambut uluran tangannya.
Indra tersenyum lebar sebagai tanda terima kasih karena Inas sudah menerima permintaan maafnya. Tidak apa-apa gadis itu belum membalas senyumnya. Barangkali Inas belum sepenuhnya memaafkan dirinya. Tapi Indra berjanji akan bersikap lebih baik pada Inas dan tidak akan mengulangi kesalahannya lagi.
* * *
Katanya Inas sudah memaafkan Indra. Tapi Indra merasa hubungan mereka tidak lagi sama sejak hari itu. Meski Inas tidak menghindarinya, tapi Indra merasa gadis itu mengacuhkannya. Gadis itu seperti tidak peduli dengan keberadaan Indra di sekitarnya.
Untung saja keengganan Inas untuk bertemu Indra itu tidak memengaruhi hubungan Inas dan Dira. Mereka tetap akrab dan akur.
Tentu saja hal itu bukan salah Inas. Tentu saja semua ini salah Indra yang lepas kendali. Sehingga Indra tidak bisa menuntut Inas untuk kembali bersikap hangat padanya. Yang bisa Indra lakukan hanya menerima nasib, sambil mencoba mengambil kembali hati Inas.
Salah satu cara yang terpikir oleh Indra adalah memanfaatkan momen ulang tahun pernikahan mereka yang pertama. Dulu memang mereka sempat berencana bercerai setelah 1 tahun menikah. Tapi beberapa bulan terakhir ini hubungannya dan Inas sangat baik, harmonis dan romantis. Jadi Indra optomis, Inas tidak lagi ingat pada rencana awalnya untuk berpisah. Kini yang perlu dilakukan Indra adalah mengambil kembali hati Inas agar hubungan mereka kembali hangat dan romatis lagi.
Untuk mewujudkan rencananya, ia butuh bantuan ibunya. Karena ia ingin mengajak Inas untuk makan malam romantis, maka ia perlu minta bantuan ibunya untuk menjaga Dira selagi mereka makan malam berdua.
"Kalian bahkan belum pernah bulan madu sampai 1 tahun menikah," kata Ibu Indra. "Anggap aja ini kado pernikahan sekaligus kado anniversary kalian. Kalian bisa makan malam romantis di restoran yang sudah Mama booking. Dan Mama akan menjaga Dira di rumah kalian. Kalian nggak perlu mengantar Dira untuk nginep di rumah Mama."
Tentu saja ide ibunya itu terdengar brilian untuk Indra.
Jadi pada suatu sore sepulang bekerja, Indra meminta Inas untuk berdandan cantik. Inas sudah menolak karena tidak jelas mengapa ia disuruh berdandan. Tapi Indra memanfaatkan nama ibunya untuk mendesak Inas.
"Nanti Mama akan kesini."
Akhirnya Inas menurut. Ia berdandan ala kadarnya, asal tidak tampak lusuh di depan ibu mertuanya.
Ibu Indra datang setelah Maghrib. Dan Inas kaget karena ternyata ini maksud Indra. Inas baru tahu bahwa Indra ingin mengajaknya makan malam berdua.
"Udah, sana, kalian pergi," kata Ibu Indra dengan senyum lebarnya. "Dira malem ini sama Oma ya," imbuhnya sambil menoleh pada Dira.
Dira hanya mengangguk dengan wajah bingung. Sementara Indra langsung menggandeng tangan Inas setelah berpamitan pada ibunya.
* * *
Satu tahun pernikahan. Adalah waktu yang singkat bagi mereka yang menikmati kebersamaan. Tapi juga waktu yang lama bagi mereka yang menjalaninya dengan terpaksa. Inas sendiri sudah mengalami keduanya. Ia pernah menghitung hari ke hari, menunggu kapan pernikahan ini berakhir. Tapi ia juga pernah sangat menikmati kebersamaannya dengan Indra.
Mendapati Indra menyiapkan makan malam ini untuk merayakan hari jadi pernikahan mereka, membuat Inas kesulitan menelan tenderloin steaknya. Tapi ia tetap menghabiskannya pelan-pelan sambil mendengarkan Indra bercerita ini dan itu.
Piring-piring sudah diangkat setelah menu utama habis. Setelah ini akan datang dessert. Tapi Inas tidak mau menunggu lebih lama lagi.
"Happy anniversary, Sayang!"
"Mari kita bercerai, Om."
* * *
Yuk, yak, yuk. Puas kan ya Kak?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top