Janji - 1

Prolog

Gadis berambut sebahu itu terlihat menunduk di atas selembar kertas. Tampak membaca deretan huruf di kertas itu, meski sebenarnya tatapannya hampa.

"Saya nggak minta banyak." Pria yang duduk di hadapan gadis itu berbicara dengan suara baritonnya. Tapi gadis itu tetap menunduk di atas selembar kertas di hadapannya. "Kamu nggak perlu mengurus kebutuhan saya. Sudah ada ART juga yang mengurus rumah ini. Kamu cuma perlu menemani Indira, sampai dia bisa menerima kenyataan tentang ibunya. Dia hanya butuh waktu."

Hening sejenak. Gadis itu pikir sang pria sudah selesai menjelaskan, ketika suara bariton itu kembali terdengar. Membuat gadis itu tidak jadi mengangkat kepalanya.

"Karena kamu mungkin akan sibuk dengan Indira, saya minta kamu untuk nggak bekerja di luar rumah. Tapi jangan khawatir, saya akan menyiapkan kompensasinya. Selama kamu tinggal bersama saya, saya akan penuhi semua kebutuhan kamu. Di luar itu, tentu saya akan mentransfer juga. Setelah kita nggak bersama, kamu juga akan dapat tunjangan yang cukup. Apa jumlah yang tertera di surat perjanjian itu cukup?"

Kali itu, akhirnya sang gadis mengangkat kepalanya, dan menatap pria yang duduk di hadapannya.

"Disitu memang tertulis, kita hanya menikah selama 1 tahun. Tapi kalau di tengah perjalanan kamu ingin menikah dengan orang lain, jangan sungkan, bilang aja. Saya nggak akan menahan kamu," pria itu melanjutkan penjelasannya terhadap isi surat perjanjian yang tadi dibaca sang gadis. "Apa ada yang ingin kamu tambahkan dalam perjanjian itu, Inas?"

Gadis bernama Inas itu menggeser surat perjanjian itu kembali pada pria di hadapannya.

"Saya paham semuanya, Om. Saya nggak boleh bekerja. Saya hanya fokus pada Indira. Batas waktu 1 tahun. Tidak ada cinta," kata Inas. Singkat namun tegas. "Dan saya nggak minta uang Om. Nggak perlu mentransfer apapun ke saya, yang penting tiap hari saya dikasih makan."

Gadis ini bercanda kan? Masa nggak gue kasih makan, gue biarin mati kelaperan?, pikir lelaki itu, kesal.

"Dan nggak perlu ada tunjangan perceraian."

Pernyataan Inas yang terakhir itu membuat sang pria mengernyit lebih dalam.

"Tapi Nas...."

"Saya cuma minta 2 hal," Inas memotong dengan cepat. "Pertama, nggak boleh ada satupun keluarga kita yang tahu perjanjian ini. Dan kedua, kita tidur di kamar terpisah. Apa Om Indra sepakat?"

Meski tidak sepenuhnya setuju tentang kompensasi dan tunjangan, tapi untuk poin-poin lain Indrayasa Pratama langsung menyetujui permintaan Inas Prastiwi itu. Gadis itu hanya mengajukan dua syarat, dan keduanya sangat masuk akal bagi Indra. Jadi tanpa negosiasi apapun lagi, kedua orang itu bersepakat dengan saling menatap.

* * *

Yuhuuuuu saya hadir dengan cerita mainstream lagi nih Kak. Hahaha.

Setelah serial pelakor dan istri simpanan, kali ini ceritanya ala-ala Wedding Agreement gitu deh. Mainstream bgt yak.

Bagi Kakak2 yg tertarik, tungguin ceritanya ya Kak.

Bagi yg bosen sama cerita mainstream, ya ga apa2 cerita ini di-skip ((author mewek di pojokan)).

Bagi yg baca cerita ini sambil bayangin Mas Bian, ya boleh juga hahaha. Bang Refal emang seganteng itu sih. Aduh gimana dong. Hahaha.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top