ANDROMEDA - 3
Cinta tidak pernah pergi.
Mungkin kamu yang melarikan diri.
Cinta tidak pernah mati.
Mungkin kau yang membuat rasamu sendiri mati.
Andromeda pernah mendengar bahwa Andrea pernah akan menikah dengan seseorang. Kabarnya ayahnya menjodohkannya dengan pria itu. Tapi tepat di hari pernikahannya, pria itu tidak datang. Membatalkan pernikahan mereka. Melarikan diri dari pernikahan-akibat-perjodohan itu. Membuat orang tua pihak lelaki malu. Dan membuat ayah Andrea meninggal akibat serangan jantung saking malunya. Beruntung ibu Andrea memang sudah meninggal tiga tahun sebelumnya sehingga tidak perlu merasa malu lagi.
Seminggu setelah acara pernikahannya yang batal dan meninggalnya ayahnya, Andrea kembali bekerja dengan wajah seceria biasanya. Mengabaikan bisik-bisik yang terjadi di balik punggungnya, Andrea bersikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa dalam hidupnya.
“Hari pertama pak Andro pindah kerja di sini adalah hari pertama Andrea masuk kerja lagi setelah pernikahannya batal dan ayahnya meninggal,” kata bu Anya, atasan Andrea saat itu.
Ketika mengingat lagi hari pertamanya bertemu Andrea saat itu, Andrea sama sekali tidak tampak sedih. Lebih jauh lagi, Andromeda juga sama sekali tidak ingat bahwa Andrea pernah terlihat murung. Selama mengenal Andrea, gadis itu hanya pernah menunjukkan dua jenis emosi: tertawa atau marah. Tidak pernah bersedih dan menangis.
* * *
Ketika dirinya memutuskan untuk kembali bekerja setelah drama-pernikahannya itu, Andrea tahu bahwa semua orang menunggunya menangis sewaktu-waktu. Dia bukannya tidak tahu bahwa orang-orang membicarakan kemalangannya di balik punggungnya. Ada yang mengasihaninya, ada pula yang bergosip tentangnya. Tapi dia tidak pernah membiarkan kedua kubu tersebut melihatnya menangis.
Dan dia memang merasa tidak perlu menangisi apapun. Meninggalnya sang ayah memang menyedihkan, tapi dia sendiri tidak pernah terlalu dekat dengan sang ayah. Kehilangan ayah hanya berarti kehilangan orang yang selalu memaksakan kehendak kepadanya, termasuk memaksakan perjodohannya dengan lelaki itu.
Yang membuat Andrea merasa lebih sakit sebenarnya justru adalah kepergian “lelaki itu”. Di saat Andrea menentang perjodohan itu, lelaki itu justru meyakinkannya tentang sesuatu yang disebut “cinta”.
“Bukannya kamu udah punya pacar?” tanya Andrea ketika lelaki itu meyakinkannya untuk menerima rencana perjodohan itu.
“Kami sudah putus,” kata lelaki itu.
“Kenapa? Cuma gara-gara perjodohan yang dipaksakan ini kalian putus? Kalian nggak perlu putus. Aku bahkan nggak berniat menerima perjodohan ini.”
“Bukankah berbakti kepada orangtua lebih utama daripada kebahagiaan sendiri?”
“Jadi demi orangtua, kamu bisa menikah dengan orang yang nggak kamu cintai?”
“Kita nggak bisa menikah dengan orang yang nggak kita cintai. Tapi kita bisa belajar mencintai. Dan kita punya banyak waktu untuk saling mengenal.”
“Dan apa maksudnya itu?”
“Belajarlah mencintaiku, seperti aku akan belajar mencintaimu. Kita nggak perlu menikah kalau pada akhirnya kita tetap nggak bisa saling mencintai.”
Lelaki itu telah membuat Andrea percaya bahwa cinta bisa dipelajari dan dibangun. Dengan kebaikan hatinya dan kesantunan perilakunya, lelaki itu telah membuat Andrea benar-benar jatuh cinta kepadanya. Dan meski berkali-kali Andrea menanyakan keseriusan lelaki itu, lelaki itu berkeras bahwa dia sudah melupakan mantan pacarnya dan benar-benar serius ingin menikahi Andrea.
Maka ketika di hari pernikahannya lelaki itu tidak datang, Andrea terpukul. Lelaki itu hanya mengirimkan sebuah pesan singkat kepada Andrea. Setengah jam sebelum akad nikah, Andrea mengecek pesan-pesan di ponselnya dan mendapati pesan itu.
Aku sudah berusaha keras melupakan dia, Andrea, sama kerasnya seperti aku berusaha mencintai kamu. Tapi akhirnya aku sadar, cinta bukanlah hal yang bisa dipaksakan atau dipelajari. Hari-hari bersamamu selalu menyenangkan, Andrea, tapi aku cuma bisa menyayangimu sebagai seorang adik. Ternyata tidak bisa lebih. Aku masih mencintai dia.
Bencilah aku yang pengecut ini, Andrea. Tapi aku tidak mau menyakitimu lebih jauh lagi dengan menikahimu sementara hatiku masih mencintai gadis lain. Kamu berhak menikah dengan lelaki yang lebih baik daripada aku ... lelaki yang mencintaimu.
Aku tidak bisa memintamu memaafkan aku karena kesalahanku tidak termaafkan. Benci aku, Andrea. Lalu lupakan saja aku.
Setelah membaca pesan itu, Andrea dengan panik berusaha menghubungi lelaki itu. Tapi ponsel lelaki itu tidak pernah aktif lagi. Nomor ponsel itu mati. Seperti juga hati Andrea.
Andrea menemui ayahnya dengan wajah datar lalu menyerahkan ponselnya yang masih membuka pesan lelaki itu.
“Pernikahan batal, Pa. Saya nggak akan menikah.”
Nggak akan pernah menikah, Andrea bersumpah dalam hati.
Ayah Andrea collapse. Serangan jantung segera setelah selesai membaca pesan itu. Dan mata sang ayah tidak pernah terbuka lagi sejak saat itu. Seperti juga hati Andrea yang tidak pernah terbuka lagi. Mungkin sang ayah memutuskan untuk mati saja sehingga tidak perlu menanggung malu karena batalnya pernikahan putrinya. Maka Andrea juga memutuskan untuk membuat hatinya mati saja, sehingga tidak perlu merasa sakit lagi.
* * *
Tidak ada hal yang disebut “cinta yang baru”.
Karena rasa itu sudah ada disana.
Tidak hilang, tidak pergi, tidak mati.
Kamu hanya perlu menemukannya.
Semua orang rasanya sudah bosan berusaha menjodohkan Andromeda dan Andrea. Mereka adalah sepasang manusia yang sudah diakui keserasiannya. Namun tidak ada satupun dari mereka yang menganggap serius usaha teman-temannya itu.
“Kalau saya nikah sama pak Andro mah berarti saya harus berantem terus selama 24 jam dong?” kilah Andrea sambil tertawa-tawa ringan menghadapi godaan teman-temannya, “Kayaknya berantem di kantor aja udah cukup deh buat saya.”
“Kalau dilanjutin di rumah, bisa bunuh-bunuhan kali ya Ndre?” Andromeda ujug-ujug nimbrung di antara Andrea dan teman-temannya yang sedang makan siang di kantin kantor.
Andrea tersenyum menyambut Andromeda. Sama sekali tidak kikuk terpergok sedang dijodoh-jodohkan dengan bosnya itu. Andrea dan Andromeda sudah telalu bosan dan terbiasa dijodoh-jodohkan terus. Teman-teman Andrea sesama manajer bawahan Andromeda itu juga sepertinya tidak sungkan lagi berusaha menjodohkan teman mereka dengan bosnya.
“Yang jelas Bapak nggak akan bisa menang berantem sama saya,” jawab Andrea.
“Masa? Saya kan selama ini cuma mengalah aja sama kamu,” Andromeda tidak mau kalah. Dia meladeni candaan Andrea dan anak buahnya yang lain.
“Oh ya? Yakin bisa ngalahin saya, Pak?” Andrea menantang sambil tertawa-tawa.
“Eh, jangan meremehkan laki-laki, Andrea. Laki-laki punya senjata rahasia untuk memenangkan pertarungan dan membuat si perempuan mengalah padanya.”
“Oh ya? Senjata rahasia apa, Pak?”
“Cinta,” jawab Andromeda, berusaha memancing. Dia berharap Andrea bisa membaca hatinya.
Tapi yang terpancing justru teman-teman Andrea yang duduk di sekitar mereka. Para manajer itu segera ramai tertawa dan makin menggoda Andromeda dan Andrea. Meja makan mereka segera riuh dengan suara siulan.
“Cinta ya?” Andrea bertanya sambil tersenyum.
Entah apakah orang lain menyadarinya atau tidak, tapi Andromeda merasa sangat yakin bahwa sepersekian detik tadi dia melihat perubahan wajah Andrea. Gadis itu boleh saja tersenyum tapi matanya seketika redup.
“Cinta memang senjata ampuh laki-laki untuk mengalahkan perempuan ya Pak. Dan mungkin juga senjata yang paling mematikan untuk membunuh.”
Diantara keriuhan suara menggoda teman-teman Andrea, suara Andrea yang pelan itu sepertinya hanya bisa didengar oleh Andromeda. Membuat Andromeda terpukul.
“Pak, Bu!” kata Andrea, kembali bersuara lantang meningkahi suara ramai teman-temannya. “Saya duluan ya.” Dia segera berdiri dari kursinya.
“Lho, Bu Andrea cepat banget makannya?” kata Pak Angga, TSD Manager.
“Kita belum puas nih godain bu Andrea dan pak Andro. Selalu melarikan diri deh kalau kita berusaha menjodohkan,” celetuk Bu Asri,Production Manager.
Andrea tertawa. “Tenang aja, masih ada Pak Andro yang siap sedia untuk digodain tuh. Tapi habis ini saya ada meeting sama Regulatory, jadi harus buru-buru. Maaf yah.”
Kemudian Andrea pergi. Tanpa melirik Andromeda lagi. Membuat Andromeda merasa menyesal setengah mati karena sudah memilih cara yang salah untuk memancing perasaan Andrea.
* * *
Sudah seringkali juga Andari meminta kepada Andromeda agar Andrea bisa menjadi pengganti ibu yang tidak pernah dikenalnya. Tapi demi tidak membuat Andari kecewa jika Andrea tidak membalas cintanya dan tidak mau menikah dengannya, Andromeda berkata kepada putrinya: “Nggak ada pengganti Mama, Ari. Mamanya Ari tetap Mama Andini.”
Lebih dari itu, Andromeda sebenarnya mengatakan hal tersebut demi melindungi hatinya sendiri dari rasa sakit yang mungkin akan dideritanya jika Andrea menolaknya, karena secara akal sehat gadis secantik Andrea tidak akan mungkin mencintai seorang duda beranak satu seperti dirinya.
* * *
Selamat menjelang akhir pekan, Kakak2 😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top