AGNI - 8

Agni menyusut ingusnya, lalu menarik kepalanya dari dada Adnan dan menegakkan diri. Ia mengeringkan air matanya untuk terakhir kali, lalu menatap lelaki di hadapannya, yang memeluknya tadi.

"Makasih ya Pak," lirih Agni. Ia menundukkan wajah. "Maaf, tadi..."

Adnan meraih jemari Agni dan menggenggamnya. "It's okay. Feel better?"

Agni mengangguk. Pelan dan berusaha tetap sopan, ia menarik tangannya dari genggaman Adnan. Agni tahu ekspresi Adnan berubah. Tapi ia mengabaikannya.

"Sudah sarapan?" tanya Adnan.

"Belum, Pak," jawab Agni.

"Sarapan yuk. Di dekat sini ada..."

"Yang bantu saya di rumah sudah masak sarapan, Pak," potong Agni cepat.

Dari ekspresinya, Agni tahu bahwa Adnan menyadari penolakannya.

"Agni..."

"Maaf ya Pak, tadi saya khilaf," kata Agni cepat. "Semoga Bapak nggak salah paham. Lain kali nggak akan saya ulangi. Makasih Bapak sudah menghibur saya."

Mendengar itu, Adnan merasakan penolakan dari gadis itu. Maka ia menahan diri.

"Kamu nggak salah apa-apa, Ni," kata Adnan lembut. "Kalaupun ada yang salah, itu saya yang salah."

"Iya, Bapak yang salah," jawab Agni tegas, meski dengan suara lirih. "Tapi kesalahan saya juga, karena saya nggak menolak pelukan Bapak. Saya akan jadi pelakor, perebut suami orang."

"Hati bukan sesuatu yang bisa direbut, diambil atau dicuri, Agni."

Manis sekali bukan kata-kata lelaki itu? Agni sadar, lelaki itu hanya memberinya pembenaran. Barangkali setelah ini Adnan akan menjelaskan bahwa dirinya sudah tidak lagi mencintai istrinya, sehingga hatinya sudah tidak lagi menjadi milik istrinya saat hati itu beralih pada Agni. Tapi entah Adnan masih mencintai istrinya atau tidak, selama mereka masih terikat hubungan pernikahan, tetap saja perasaan Adnan dan Agni salah kan? Tetap saja posisi Agni salah kan?

"Coba Bapak buka dompet Bapak, dan lihat foto istri Bapak. Lalu bilang sama beliau, bahwa hal-hal yang Bapak lakukan untuk saya itu bukan hal yang spesial, nggak berarti apa-apa. Apa Bapak bisa bilang ke istri Bapak, bahwa yang Bapak lakukan pada saya bukan pengkhianatan terhadap istri Bapak?"

Adnan terpaku di tempatnya duduk. Lama ia saling bertatapan dengan Agni, sebelum akhirnya menundukkan pandangannya.

"Makasih Pak, sudah datang dan menghibur saya," kata Agni akhirnya. Ia juga menunduk, agar air matanya yang sudah tidak bisa ditahan lagi, tidak terlihat oleh Adnan. "Tapi kalau Bapak mau pulang duluan, nggak apa-apa Pak. Saya akan baik-baik aja."

* * *

Setelah seleksi jejak prestasi secara administrasi, penilaian karakter oleh psikolog, presentasi KTI dan sesi debat bahasa Inggris, akhirnya rangkaian Pemilihan Mahasiswa Berprestasi Fakultas Farmasi tiba di akhir tahap. Apresiasi Mahasiswa Berprestasi diselenggarakan untuk mengumumkan Mahasiswa Berprestasi yang akan mewakili Fakultas Farmasi di ajang pemilihan Mapres Universitas. Lalu Mapres yang terpilih di Universitas akan mewakili Universitas dalam Pilmapres Nasional.

Siang itu auditorium Fakultas telah dipersiapkan untuk acara tersebut. Para mahasiswa telah memadati 70% kapasitas auditorium. Para kandidat juga telah siap. Hari ini orangtua para kandidat Mapres juga diundang, sebagai bentuk apresiasi atas prestasi putra/putri mereka. Selain itu, hadir pula tamu, perwakilan dari beberapa institusi yang berkolaborasi dengan Fakultas. Diantaranya adalah Seoul Pharma. Selain Adnan, Agni melihat ada 2 orang lain perwakilan dari Seoul Pharma yang hadir. Hari ini mereka akan mengumumkan 3 orang yang akan mendapatkan beasiswa dari perusahaan mereka. Perwakilan dari institusi lain juga hadir, terutama dari perusahaan farmasi yang menjadi sponsor acara Pilmapres dan sponsor untuk hadiah pemenang Pilmapres nantinya.

Agni tahu Adnan akan hadir hari ini. Oleh karena itu dirinya sengaja memasuki auditorium tepat sebelum acara dimulai, agar tidak perlu berbasa-basi dengan para tamu yang hadir, termasuk Adnan. Begitu masuk auditorium, Agni langsung duduk di dekat beberapa dosen muda seperti Rahman dan Sofia.

Acara Apresiasi Pilmapres selama 3 jam itu berlangsung dengan meriah. Diawali dengan pengumuman Mahasiswa Berprestasi non-seleksi, seperti Mapres Kategori IPK, Kategori Olahraga, Kategori Seni, dan Kategori Keilmiahan, dan diselingi dengan hiburan berupa nyanyian dan tarian tradisional.

Agni sempat 1x naik ke panggung untuk mengumumkan Mapres Kategori Olahraga. Saat itu tidak sengaja menangkap sosok Adnan. Di saat yang sama, lelaki itu juga sedang menatap padanya. Demi keselamatan jantungnya, Agni segera mengalihkan tatapannya.

Di saat yang lain, ketika perwakilan Seoul Pharma dipersilakan untuk mengumumkan mahasiswa penerima beasiswa dari Seoul Pharma, Agni sudah bersiap memalingkan matanya dari panggung, agar tidak bertatap dengan Adnan. Tapi ternyata hanya dua orang perwakilan Seoul Pharma yang naik ke panggung dan mengumumkan beasiswa tersebut.

Setelah serangkaian pengumuman untuk Mapres Kategori dan sejumlah acara hiburan, akhirnya tibalah pada acara utama, pengumuman Mahasiswa Berprestasi Utama. Ada 5 mahasiswa yang mengikuti Pilmapres Fakultas tahun ini, sehingga pengumuman dimulai dari Pemenang Harapan 2, Harapan 1, Juara 3 dan akhirnya diumumkanlah Mapres Juara 2 dan Mapres Utama Fakultas.

Barangkali begini perasaan orangtua yang berdebar-debar saat menanti prestasi anaknya diumumkan. Bahkan meski Gia hanya mahasiswi bimbingannya, bukan anak kandungnya, tapi Agni merasa jantungnya berdebar makin cepat seiring nama Gia yang tidak juga disebut oleh MC. Harapan Agni makin berkembang, bahwa Gia mungkin saja akan menjadi Mapres Utama Fakultas tahun ini.

Ketika akhirnya diumumkan Juara 2 dan Mapres Utama, Agni hampir saja meloncat dari duduknya ketika nama "Anggia Ayutthaya" disebut sebagai Mapres Utama. Senyumnya merekah lebar ketika melihat gadis itu menaiki panggung. Barangkali begini rasanya kebanggaan orangtua saat melihat anaknya berprestasi. Pemikiran ini membuat perasaan Agni kembali mellow ketika teringat ibunya. Apakah dirinya telah menjadi anak yang membanggakan bagi ibunya?

Sebagai Mapres Utama, Gia diundang untuk memberikan speech. Pada kesempatan itu, Agni mendengar namanya disebut, dan itu membuat Agni merasa terharu.

"Saya mengucapkan terima kasih banyak kepada Bu Agni Adhyarini, yang sejak awal banyak membimbing saya dalam mengikuti kegiatan dan lomba-lomba keilmiahan, sehingga saya dapat memenangkannya. Bagi saya, beliau seperti kakak atau ibu saya sendiri."

Gadis itu menoleh ke arah tempat duduk Agni, dan tersenyum lebar. Agni membalasnya dengan senyuman lebar pula, sambil mengangguk bangga.

Gadis itu melanjutkan ucapan terima kasihnya kepada pihak-pihak yang mendukungnya selama ini. Dan terakhir, Gia juga berterima kasih kepada orangtuanya.

"Keberhasilan saya ini saya persembahkan untuk Papa saya yang hadir bersama saya hari ini, dan untuk Mama saya. Mama saya meninggal satu hari setelah pengumuman saya diterima kuliah disini. Beliau sangat senang saya bisa kuliah disini, dan karenanya, saya tidak mau mengecewakan beliau. Beliau memang tidak mendampingi saya selama perkuliahan, tapi beliau yang meletakkan dasar-dasar pola pikir dan kepribadian sehingga saya bisa tumbuh dan berkembang menjadi diri saya saat ini."

Mendengar ini, Agni merasa terharu. Ternyata gadis yang selama ini selalu ceria ketika berdiskusi dengan dirinya, telah kehilangan ibunya di usia yang lebih muda dibanding Agni. Betapa kuatnya gadis ini. Agni jadi merasa malu karena masih terus merasa bersedih atas kepergian ibunya. Bahkan setelah kehilangan ibunya, gadis ini masih bisa terus berprestasi agar bisa membuat bangga kedua orangtuanya. Ibunya pasti sangat bangga. Pun dengan ayah gadis itu yang hadir mendampingi hari ini, pasti sangat bangga. Agni sudah tidak sabar ingin bertemu ayah Gia untuk mengucapkan selamat padanya karena telah berhasil mendidik dan membesarkan gadis secemerlang Gia.

Setelah Gia menyelesaikan speech-nya, MC mempersilakan Dekan Fakultas untuk memberikan ucapan selamat dan hadiah kepada Gia sebagai Mapres Utama. MC juga mempersilakan orangtua Gia untuk naik ke atas panggung, untuk mendampingi Gia menerima ucapan selamat dan hadiahnya.

Agni tidak menyadari pada awalnya. Sofia lah yang pertama kali menyadari hal tersebut. Perempuan itu bertanya pada Rahman yang duduk di sebelahnya.

"Itu Pak Adnan kan? Seoul Pharma? Beliau ayahnya Gia?" tanya Sofia, berminat.

Rahman mengangguk dengan tampang cool.

"Lo tahu, Mas, bahwa Pak Adnan itu ayahnya Gia?" tanya Sofia makin kepo.

"Gue baru tahu belakangan ini juga kok."

"Lha kok lo ga gosip-gosip ke kita? Wah, parah lo, Mas!" kata Sofia sebal.

Rahman hanya nyengar-nyengir dengan wajah belagu.

"Wah, pantes proposal Agni yang diterima ke Seoul Pharma. Soalnya lo udah sering bimbing anaknya ya?" kata Sofia pada Agni. "Lo udah tahu, Pak Adnan tuh bapaknya Gia?"

"Aku baru tahu sekarang, Kak," jawab Agni bingung. Dalam hati, ada seberkas rasa tersinggung karena orang mengira proposalnya disetujui berkat Gia dan Adnan, bukan karena kompetensinya sendiri.

"Heh!" Rahman menegur tegas. "Ini nih yang bikin Pak Adnan nggak mau bilang bahwa anaknya kuliah disini selama meeting Fakultas dan Seoul Pharma. Beliau nggak mau dikira ada conflict of interest, baik pada keputusan kesepakatan kedua instansi, maupun pada prestasi anaknya dan Pilmapres ini."

Sofia menoleh pada Agni. "Sori ya Ni, bukan maksud gue gitu."

Agni hanya bisa memaksakan sebuah senyuman.

Selagi mendengarkan obrolan Sofia dan Rahman, sambil menatap nanar pada sosok Adnan yang seorang diri menaiki panggung lalu berdiri di sisi Gia, Agni mendengar MC membacakan biodata Gia. Dan saat itu, Agni tidak bisa lagi menyangkal informasi yang ia dengar.

"Anggia Ayutthaya, mahasiswi semester 6 Fakultas Farmasi, saat ini berusia 19 tahun. Setelah menyelesaikan pendidikannya dari Kelas Akselerasi SMAN 8 Jakarta, Gia melanjutkan pendidikannya di Fakultas Farmasi. Ia adalah anak tunggal dari pasangan Bapak Adnan Adhyatama, Ph.D dan Almarhumah Ibu Aini Almahira, Ph.D...."

MC masih membacakan biodata singkat Gia, dan Agni melihat bahkan sang Dekan kaget dengan kemunculan Adnan di panggung. Sang Dekan terlihat tertawa kemudian ketika menyadari bahwa selama ini Adnan sudah berhasil menyembunyikan informasi ini darinya.

Agni menatap proses pemberian gelar Mapres Utama kepada Gia dengan tatapan nanar. Pikirannya kacau dengan banyak hal yang tiba-tiba menjejali otaknya.

Jadi Adnan seorang duda?

Apakah foto perempuan yang ada di dompetnya adalah mendiang istrinya?

Apa setelah istrinya meninggal, Adnan menikah lagi?

Apa status Adnan saat ini?

Jika Adnan memang seorang duda, bukankah sah-sah saja jika lelaki itu mendekati Agni?

Tapi mengapa lelaki itu tidak pernah mengatakan statusnya pada Agni?

Apakah sebenarnya selama ini Agni yang salah paham? Apakah sebenarnya selama ini Adnan sebenarnya tidak tertarik pada Agni, makanya lelaki itu tidak pernah mengklarifikasi kesalahpahaman Agni akan statusnya?

Karena kalau Adnan memang tertarik pada Agni, bukankah lelaki itu akan segera mengklarifikasi saat Agni menduga dirinya sebagai pria beristri?

Bukankah itu artinya memang Agni sendiri yang bertepuk sebelah tangan? Agni yang salah memahami sikap Adnan padanya?

Agni hampir menangis karena kepalanya sakit dengan tumpukan pikiran itu. Tapi ia harus berusaha bersikap profesional. Ia harus bisa menahan diri, setidaknya sampai ia selesai mengucapkan selamat kepada Gia.

Setelah proses pemberian ucapan selamat oleh Dekan, pemberian hadiah simbolis, serta acara foto bersama, akhirnya acara Apresiasi Mahasiswa Berprestasi Fakultas Farmasi ditutup. Agni melihat beberapa dosen serta teman-teman Gia mengucapkan selamat kepada gadis itu. Jadi Agni merasa ini waktu yang tepat. Dirinya hanya perlu menyapa dan mengucapkan selamat sebentar, lalu bisa berlalu pergi.

Agni melangkah mendekat menuju Gia dan Adnan yang berdiri bersisian. Dari jauh, Agni tahu bahwa Adnan menatapnya dengan lembut dan tersenyum, menanti Agni menghampirinya. Tapi Agni tidak akan tertipu lagi kali ini.

Gia melompat-lompat kecil, gembira ketika melihat Agni mendekat. Agnipun mengulas senyum lebarnya.

"Selamat ya Gia! Keren kamu!" kata Agni, sambil tersenyum tulus dan menjabat tangan Gia.

Gadis itu kemudian mencium punggung tangan Agni. "Makasih banyak ya Bu. Ini semua berkat bimbingan Ibu."

Agni menggeleng, masih tersenyum. "Saya cuma bantu sedikit-sedikit. Semuanya berkat Gia sendiri."

Agni kemudian beralih menjabat tangan Adnan. "Selamat ya Pak. Bapak dan Almarhumah Ibu pasti bangga sekali pada Gia," kata Agni sambil tersenyum formal.

Senyum Adnan yang sebelumnya lembut, perlahan berubah. Lelaki itu tampak bingung dan salah tingkah. "Semua berkat Bu Agni juga. Kami berterima kasih pada Ibu."

"Nggak perlu berterima kasih , Pak. Kita impas kok," jawab Agni masih sambil tersenyum. "Saya juga berterima kasih proposal short research saya kemarin diterima."

Adnan dengan cepat menyadari keanehan Agni. Tapi responnya kalah cepat.

"Bu Agni, itu bukan...."

Agni sudah menarik tangannya dari genggaman tangan Adnan. Perempuan itu kemudian menepuk lengan Gia, mantap dan lembut.

"Sekali lagi, selamat ya Sayang," Agni kembali tersenyum lembut pada gadis itu. "Good luck di Pilmapres Universitas nanti ya!"

"Saya bimbingan lagi sama Ibu, untuk persiapan Pilmapres Universitas, boleh ya Bu?"

"Boleh dong!"

Agni tahu dirinya tidak bisa mempertahankan senyum palsu ini lebih lama lagi. Jadi ia segera pamit pada anak dan ayah itu, lalu berbalik meninggalkan auditorium dengan kepala tertunduk untuk menyembunyikan air matanya yang sudah terlanjur mengalir.

* * *

Sampai jumpa di bab 9, Kakak2, setelah bab 1-8 mendapat masing2 min 300 votes dan 75 komen 😘😘😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top