AGNI - 6
Agni tumbuh di keluarga dengan tingkat ekonomi menengah. Tidak pernah kekurangan, tapi juga tidak pernah berlebihan. Itu mengapa setelah ibunya pensiun dan Agni bisa menghasilkan uang sendiri, Agni selalu berusaha menyenangkan ibunya. Setidaknya sebulan sekali Agni akan mengajak ibunya wisata kuliner. Ibunya bukan tipe perempuan yang suka berbelanja, selain berbelanja kebutuhan bulanan. Jadi wisata kuliner atau nonton bersama, termasuk jenis hiburan yang lebih disukai sang ibu.
Hari Sabtu itu, setelah lama tidak mengajak sang ibu berwisata kuliner akibat kesibukannya di kampus dan short coursenya di Seoul, akhirnya hari itu Agni kembali mengajak sang ibu berwisata kuliner. Tentunya dengan mempertimbangkan kondisi diabetes dan hipertensi sang ibu, Agni berhati-hati memilih restoran yang akan mereka coba. Kali itu Agni memilih sebuah restoran sushi yang berada di sebuah mall.
Ibu terlihat menikmati sashimi yang dipesankan Agni, juga ramen shirataki. Mereka makan sambil ngobrol santai tentang pengalaman Agni di Seoul, juga hal-hal apa saja yang dilakukan sang ibu selama Agni pergi. Semenjak pulang dari Seoul memang Agni langsung sibuk lagi di kampus, sehingga baru Sabtu itu mereka punya waktu lebih leluasa untuk bercakap.
"Kemarin pulang dari Seoul, cuma bawa oleh-oleh doang? Nggak jadi bawa Lee Min Ho?" tanya Ibu, iseng.
Agni tertawa, sambil memutar bola mata. "Lee Min Ho mah demenannya Ibu. Agni mah sukanya Jo Jung Suk atau Jung Woo Sung gitu."
"Ihhh, kan mereka udah om-om."
"Lha daripada Ibu, sukanya brondong, Lee Min Ho."
Percakapan receh seperti itu memang selalu berhasil menyatukan kedua ibu-anak itu, dan memicu tawa diantaranya.
"Kalau Adnan, om-om juga bukan?"
Untung Agni baru saja akan memakan sepotong volcano roll nya. Andai ia udah memakannya, pasti Agni akan tersedak sekarang. Kenapa ibunya tiba-tiba bertanya soal Adnan?
Huh! Pasti ini gara-gara beberapa hari lalu datang sebuah paket ke rumah. Berisi bakpia kukus jogja, dengan pengirim bertuliskan nama Adnan.
Sudah berhari-hari sejak pulang dari Seoul, Agni tidak lagi membalas pesan dari Adnan. Saat mereka bertemu di kampus, untuk meeting laporan riset Agni dan pembahasan kerja sama lebih lanjut, Agni bersikap profesional saja, dan menolak diantar pulang. Tapi saat itu, setelah berhari-hari menjauh, akhirnya Agni harus menghubungi lelaki itu lagi.
Bapak kirim bakpia kukus?
Makasih ya Pak.
Btw, dlm rangka apa?
Pak Adnan: Sudah sampai kuenya? Semoga suka ya.
Dalam rangka apa kirim kue Pak?
Pak Adnan: Kemarin saya ke Jogja. Meeting dengan Farmasi UGM. Penjajakan program kolaborasi juga. Jadi saya sekalian mampir, beli oleh-oleh buat Agni.
Saat bingkisan itu datang, ibu Agni yang menerima paketnya. Hal itu membuat Ibu jadi curiga. Seumur-umur, rasanya Agni belum pernah mendapat kiriman apapun dari lelaki. Paket yang biasa diterima beliau di rumah adalah paket dari toko online. Akhirnya hal itu jadi bahan Ibu untuk meledek dan membully Agni. Saat itu Agni mengelak dengan hanya mengatakan bahwa Adnan adalah kenalannya di Seoul Pharma. Setelah menjawab seperti itu, Agni langsung melengos sibuk sendiri. Tapi kini, saat mereka sedang ngobrol santai, kenapa Ibu harus tiba-tiba membahas Adnan sih? Kan Agni bingung harus ngeles bagaimana.
"Emang kenapa kalau om-om, Bu?" Agni balik bertanya. Ngeles aja sebenarnya, biar obrolan jadi muter-muter, supaya Ibu pusing dan tidak melanjutkan interogasinya.
"Ya ga apa-apa juga sih," jawab Ibu sambil cengengesan, dengan sorot mata menggoda.
"Hah? Beneran nggak apa-apa?" tanya Agni bingung. Tumben ada ibu-ibu yang nggak keberatan anaknya deket sama om-om.
"Ya nggak apa-apa. Kan cuma kolega riset doang kan?" Ibu nyengir jail.
Agni manyun karena sadar bahwa dirinya sudah terpancing.
"Jadi sebenarnya kolega riset doang, atau ada hubungan khusus, Ni?" Ibunya mulai membully.
"Kolega riset doang!" ketus Agni. "Lagian, nanti kalau beneran Agni punya hubungan khusus sama om-om, nanti Ibu stres."
"Nggak kok, biasa aja," jawab Ibu santai. "Umur, di hadapan cinta, kan cuma serangkaian angka aja, Ni."
Lagi-lagi Agni memutar bola mata. Males kalau sang ibu sudah mulai meledeknya begini.
"Apa salahnya jatuh cinta dan nikah sama yang lebih tua?" lanjut sang ibu. Tiba-tiba saja Agni bagai mendapat angin segar. "Asal om-omnya single atau duda mah sah-sah aja. Asal bukan suami orang." Lalu angin segar itu bagai disedot kembali dari dalam dirinya.
Agni menunduk dan mengaduk-aduk ocha nya dengan pikiran dan perasaan yang teraduk-aduk.
"Jadi, Adnan-Adnan ini emang umurnya berapa, Ni? Empat puluhan? Masih oke lah. Tapi belum lima puluh tahunan kan?" tanya Ibu lagi.
"Aduh, Bu, udahan sih. Agni ga ada hubungan khusus apa-apa kok sama Adnan-Adnan itu."
Sang ibu tersenyum maklum. "Yowis, yowis." Akhirnya Ibupun berhenti menggoda Agni.
Hari Sabtu mereka berlangsung santai dan menyenangkan hingga saatnya mereka memutuskan pulang. Saat hampir tiba di pintu masuk mall, mereka berpapasan dengan empat sosok manusia, sebuah keluarga dengan dua orang anak. Saat itulah senyum yang sejak tadi tersungging di bibir Ibu lenyap.
* * *
Bertahun-tahun Ibu meyakinkan Agni bahwa beliau sudah tidak peduli lagi pada lelaki itu dan keluarga barunya. Bahwa dengan demikian, Agni tidak perlu lagi merasa dendam kepada lelaki yang telah meninggalkannya dan Ibu, demi perempuan lain. Bagaimanapun lelaki itu adalah ayah kandungnya, dan kelak jika Agni akan menikah, Agni akan membutuhkan pria itu untuk menjadi wali nikahnya.
Tapi apapun yang dikatakan Ibu, nyatanya wanita itu masih terpengaruh saat bertemu dengan mantan suaminya, perempuan perebut suaminya, dan anak hasil perselingkuhan mereka. Sang ibu bisa saja bilang sudah tidak peduli, tapi nyatanya ibu tetap terlihat sakit. Itu berarti, meski sedikit, ibu masih menyimpan perasaan kepada mantan suaminya itu.
Sejak bertemu keluarga baru sang ayah, Agni memerhatikan bahwa sang ibu jadi lebih pendiam. Tidak lagi terlalu banyak bercanda atau menggoda Agni. Hal itu membuat Agni makin benci kepada mantan ayahnya (ah sayang sekali tidak ada status mantan ayah, sesal Agni).
Kedua orangtuanya bercerai ketika usia Agni 15 tahun. Meski belum usia dewasa, tapi kesadarannya akan konflik orangtuanya sudah penuh. Ayahnya yang saat itu menjadi Manajer di sebuah perusahaan produsen makanan menghamili mahasiswi yang sedang magang di kantornya. Perempuan yang kemudian menjadi ibu tiri Agni itu hanya 7 tahun lebih tua daripada Agni. Betapa memalukannya hal itu, seharusnya. Tapi ketika Ibu mengkonfrontir cerita si mahasiswi magang dan suaminya, ia akhirnya menemui fakta yang pedih. Bahwa mahasiswi itu tidak tahu bahwa lelaki yang menggodanya itu sudah punya istri dan anak. Ia pikir lelaki itu seorang duda. Karena demikianlah pengakuan pria itu.
Jadi, brengseknya, bahkan saat istrinya masih hidup, lelaki itu sudah mengatakan pada perempuan lain bahwa dirinya seorang duda. Entah lelaki itu sudah berencana menceraikan istrinya, atau menginginkan kematian istrinya.
Belakangan Agni baru tahu bahwa ayah dan ibunya menikah karena dijodohkan. Agnipun menyadari bahwa selama ini rumah tangga orangtuanya dingin dan datar-datar saja. Seperti dua orang yang tinggal bersama dan berbagi peran sebagai orangtua saja. Barangkali itu juga alasannya mereka hanya memiliki Agni sebagai anak tunggal. Meski demikian, itu bukan alasan yang dapat membenarkan perselingkuhan. Jika ayahnya memang tidak ingin lagi bersama dengan ibunya, harusnya sang ayah menceraikannya saja sebelum berhubungan dengan perempuan lain. Jangan mengkhianati istri dan anaknya dengan perselingkuhan.
Minggu siang itu, Agni sedang duduk lesehan di ruang tengah, sementara sang ibu duduk di sofa. Selagi Agni melakukan revisi final pada KTI Gia, yang akan disubmit besok Senin sebagai persyaratan Pilmapres Fakultas, ibunya memilih nonton tivi yang sedang menayangkan serial Layangan Putus.
"Drama kayak gini, nggak usah ditonton, Bu. Bikin darah tinggi aja," komentar Agni, yang melihat wajah sang ibu yang nggak santai saat menonton serial itu. "Nonton babang Lee Goon aja mendingan."
Mendengar nama tokoh yang diperankan Lee Min Ho disebut, membuat sang ibu tersenyum. Beliau kemudian menuruti saran Agni dan mencari tontonan lain yang lebih baik untuk kesehatan jiwa raga. Akhirnya pilihan sang ibu jatuh pada serial lain yang berjudul I Love You, Silly.
"Ibu cuma iseng aja tadi. Penasaran," kata sang ibu.
"Penasaran apa? Drama perselingkuhan palingan gitu-gitu aja kan alurnya, Bu. Cuma mancing emosi aja," balas Agni.
"Ibu penasaran, kalau di film atau drama, yang berselingkuh biasanya menderita dan dapet azab. Tapi kalau di dunia nyata, kenapa banyak yang bisa bahagia ya?" gumam Ibu.
Agni menghentikan tarian jarinya dari keyboard laptopnya. Ia menoleh pada ibunya.
"Ibu..." panggil Agni hati-hati.
Sang ibu menoleh pada Agni yang duduk lesehan di karpet, di dekat kakinya, lalu terkekeh. "Bukan. Ibu bukannya belum bisa move on atau belum mengikhlaskan laki-laki itu. Laki-laki, kalau sudah nggak cinta, ya nggak bisa diapa-apain lagi, bagaimanapun kita berusaha mempertahankannya. Jadi laki-laki seperti itu ya sudah seharusnya dilepasin aja. Dan Ibu nggak menyesal memilih pisah, daripada harus menerima istri keduanya. Ibu cuma.... entahlah, mungkin kecewa sama Allah... kenapa dua orang yang membangun rumah tangga di atas rasa sakit orang lain bisa hidup bahagia? Rasanya nggak adil. Kenapa hidup mereka nggak seperti drama Korea atau FTV Indosari, kena azab gitu?"
Sang ibu terkekeh ketika melihat adegan lucu si serial I Love You, Silly. Tapi Agni yakin, sang ibu bukan sedang menertawakan drama itu, melainkan menertawakan hidupnya.
"Astaghfirullah! Harusnya Ibu nggak boleh buruk sangka sama Allah," sambung Ibu. Memang harusnya begitu. Tapi Agni juga paham, bahwa ibunya hanya manusia biasa yang bisa merasa kecewa ketika melihat keluarga baru mantan suaminya terlihat sangat bahagia.
Sebuah teriakan "Paket!" dan ketukan di pintu memecah percakapan mereka. Mbok Yum, ART mereka, dengan cekatan membukakan pintu. Beberapa saat kemudian wanita yang berusia beberapa tahun lebih tua daripada ibu Agni itu menghampiri Agni di ruang tengah.
"Buat Mbak Agni nih," kata Mbok Yum.
Dahi Agni berkerut. Meski bingung karena merasa tidak memesan barang online, toh Agni mengulurkan tangannya untuk menerima paket yang disodorkan Mbok Yum.
Begitu melihat pengirimnya, Agni langsung merengut. Tapi ia masih sempat tersenyum dan berterima kasih pada Mbok Yum.
"Adnan lagi? Ciyeeee." Tampak sang Ibu melongokkan kepalanya melewati kepala Agni untuk melihat nama pengirim paket tersebut. Ibu kemudian nyengir-nyengir tengil menggoda.
Agni hanya diam dengan ekspresi mencibir, sambil membuka paket itu. Dan ia menemukan 2 bungkus Kopi Aroma khas Bandung, dan Brownies Panggang Kartika Sari.
"Wah, dia tahu aja kamu suka ngopi," kata Ibu, makin menggoda. "Yakin, nggak ada apa-apa nih? Temen kerja doang?"
Tidak menanggapi godaan ibunya, Agni justru menyambar ponselnya dan mengetikkan pesan pada Adnan.
Bapak kirim makanan lagi?
Kenapa?
Pak Adnan: Saya abis meeting di ITB. Sekalian aja beli oleh-oleh buat Agni.
Kan saya udah bilang,
ga usah lagi kirim2 makanan
Pak Adnan: Ga apa2. Saya ga repot kok. Sekalian beli buat anak saya.
Tapi hati saya yang jadi repot, Pak, keluh Agni dalam hati.
Lain kali, ga usah ya Pak.
Bapak udah srg beliin saya macem2.
Saya bukan anak Bapak juga.
Emang Ibu ga marah kl Bapak beliin macem2 buat perempuan lain?
Pak Adnan: Ibu?
Istri Bapak.
Yg fotonya selalu Bapak bawa di dompet.
Saya ga mau istri Bapak salah paham.
Pak Adnan: Hmmm...
Kita ini apa Pak?
Pak Adnan: Maksud Agni?
Ini selingkuh bukan sih Pak?
Agni tidak perlu jawaban Adnan. Hatinya tahu, ini tidak benar. Selama ini ia sudah terlalu lama mengabaikan nuraninya. Meski hanya bermain hati dan tidak selingkuh fisik, Agni tahu, ini tidak benar.
Tapi kini, setelah mengingat kembali dampak perselingkuhan sang ayah terhadap ibunya dan dirinya, bagaimana mungkin dirinya sekarang justru berubah jadi pihak yang ia benci. Jadi selingkuhan, perebut suami orang. Agni benci pikiran tersebut.
"Masih galau ya soal Adnan-Adnan ini?" celetuk sang ibu tiba-tiba, dengan wajah menggoda. "Sini, bawa kesini. Kenalin ke Ibu. Nanti Ibu bantu seleksi."
Agni menghela nafas resah. "Kami cuma kolega kerja aja Bu. Lagian, umurnya udah 40 tahun lebih. Dia punya istri dan anak. Anak perempuannya cuma beberapa tahun lebih muda dari Agni."
Seperti yang Agni prediksi, wajah sang ibu langsung mengeras. Senyum jail di wajah beliau, hilang.
"Kalau gitu, kenapa dia..."
"Nggak tahu, Bu," potong Agni. "Yang jelas, Agni bukan selingkuhannya. Ibu nggak usah khawatir."
Agni dan ibunya saling bertatapan.
"Agni tahu gimana rasanya kalau milik kita direbut. Nggak mungkin sekarang Agni jadi orang yang merebut kebahagiaan orang lain," kata Agni tegas.
* * *
Cerita perselingkuhan kalo ga ada labrak2an, asa krg seru ya? Cerita ini anyep ga si Kak? Atau bab setelah ini dibikin seru aja ya?
Gmn tanggapan Kakak2 sejauh ini?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top