AGNI - 5
Dari bab sebelumnya, terkuaklah bahwa memang banyak pembaca saya yg juga pembaca setia cerita2nya kak Olly (teru_teru_bozu / Ollyjayze). Yeaaahhh satu server lah kita.
Waktu pertama kali bikin akun wattpad, sbg shipper cerita2 agegap sejati, tentu saja cerita dengan tag agegap ini yang pertama kali saya telusuri. Lalu saya nemu cerita "After all this time" nya Kak Olly. Sebagai lulusan summa cum laude Harry Potter, judul kayak gitu udah pasti menarik minat saya. Jadi saya baca dong ceritanya Pakde Rahman dan Bude Rara. Dan emang sebagus itu si ceritanya.
Di saat yg bersamaan, saya lagi mulai rajin publish cerita FORMULASI RASA. Dari cerita Rahman-Rara itu, saya belajar bahwa kalau mbak Olly bisa menyelipkan info teknik sipil di novelnya, kenapa saya harus nggak pede untuk menyelipkan info2 kefarmasian di cerita saya? Jadi saya makin pede untuk terus menulis cerita2 yg bs sekaligus mengedukasi pembaca ttg dunia farmasi dan kesehatan.
Bagi yg belum baca cerita FORMULASI RASA, disana ada beberapa tokoh, diantaranya Sofia dan Rahman, yang muncul juga di cerita AGNI ini, karena mereka adalah senior dan kolega Agni sebagai dosen di kampus.
Apakah sosok Rahman di FR terinspirasi dari sosok Pakde Rahman Hartala? Nggak sih. Actually, sosok Rahman di FR justru terinspirasi dari sosok nyata, salah seorang dosen muda di kampus saya. Yg penasaran bedanya Pakde Rahman Hartala sama Pak Rahman di FR, sok atuh bs mampir ke Formulasi Rasa. Hehehe (malah promo).
Oiya, dua bab lalu saya blg bhw cerita ini terinspirasi dari cerita lain. Beberapa menebak dengan tepat. Cerita ini memang terinspirasi dari cerita mbak Olly, yg Thousand Sheets (Karnaka-Keisari). Nggak tahu kenapa, saya lbh suka duoK aja gitu dibanding duoR. Hehehe.
Bbrp pembaca kemudian mulai membandingkan cerita ini dg cerita Karnaka-Kei.
"Disana kan Karnaka duda ya. Berarti disini Adnan pasti duda juga nih."
"Disana Kei cuek sm Bos Karnaka. Kok disini Agni malah bucin sm Pak Adnan?"
Ya nggak gitu juga sih. Dari awal kan saya blg bhw saya terinspirasi dari cerita KnK lalu tertarik untuk membuat cerita serupa di multiverse yg berbeda (ahseeek Om Benedict, i love you in every universe). Jadi udah jelas cerita ini akan berbeda dengan cerita KnK. Kalo plek ketiplek sama, namanya plagiat dong. Bukan terinspirasi.
But, just in case, kalau Kakak2 melihat cerita ini terlalu mirip dengan KnK, just let me know ya. Mungkin ku secinta itu sm KnK sampe nggak bisa bikin multiverse lain. Just let me know, and if it's considered as plagiarism, i will delete this story.
But before that, would you please try to enjoy this story first, and decide later after you read the whole story, whether it's plagiarism or not.
I do my best to write a different story.
Makasih untuk Kakak2 yg sudah mendukung 😘😘
* * *
PS. Makasih buat Kakak2 yg msh inget sama Sofia. Tp please jgn inget dia sbg mantannya Pak Attar. Ada yg jealous n pocecip kronis soalnya kl denger orang nyebut2 nama Attar. Hahaha. Dasar Danan-bucin-Dirgatama!
* * *
Karena sebelumnya pernah menimba ilmu di negeri orang, ini bukan pertama kalinya bagi Agni untuk tinggal dan beradaptasi di negeri asing. Tapi tetap saja dengan bantuan Adnan, segalanya menjadi jauh lebih mudah bagi Agni.
Seoul Pharma, plant Jakarta sangat membantu proses aplikasi visa Agni. Pun dengan transportasi, Seoul Pharma memesankan tiket untuk Agni. Dan ternyata Adnan juga dipesankan tiket dengan penerbangan yang sama. Jadi mereka duduk bersisian selama di pesawat, mengobrol lama, dan ketika mendarat di Incheon, Adnan yang sudah sering bolak-balik Jakarta-Seoul-Jakarta, memandu Agni bersamanya menuju apartemen khusus yang disediakan untuk para karyawan dan tamu Seoul Pharma.
Adnan juga yang menunjukkan tempat-tempat untuk berbelanja makanan serta daging halal untuk kebutuhan Agni selama dua bulan disana.
Bukan hanya karena ritme kerja yang tough di Korea, tapi juga karena Agni memiliki target untuk menyelesaikan bagian penelitian yang sudah direncanakannya di Seoul Pharma ini, membuat Agni praktis hanya bertemu Adnan di sepulang kerja atau di hari Minggu. Bahkan hari Sabtu pun, Agni masih ngelab demi mengejar data.
Sesuai janjinya, Adnan memang mengajak Agni jalan-jalan di hari Minggu. Dan pemandangan Namsan Tower di musim dingin ternyata tidak kalah indah dibanding pemandangannya di musim semi. Apalagi kalau pemandangan indah itu dinikmati bersama orang yang ditaksir. Lengkaplah kebahagiaan Agni saat itu.
Sayangnya, baru 1x Adnan mengajaknya berpergian, pada pekan berikutnya lelaki itu sudah harus kembali ke Jakarta.
"Katanya Bapak tugas disini selama saya riset disini, dan mau ajak saya jalan-jalan?" keceplosan, Agni mengutarakan kekecewaannya karena lelaki itu justru pergi duluan.
Agni segera menyadari kesalahannya dan membungkam mulutnya. Dirinya seharusnya tidak boleh terlalu banyak berharap.
Adnan, yang melihat sikap Agni sebagai merajuk, mengulum senyum.
"Maaf ya. Tiba-tiba ada urusan di Plant Jakarta. Jadi saya harus pulang dulu."
Agar tidak terlihat makin kekanakan, Agni mengangguk. Ia melihat piring di hadapan Adnan sudah kosong, begitupun piringnya, jadi ia berinisiatif membersihkannya sekarang.
Agni bangkit dari kursi, lalu mengambil piringnya dan Adnan, serta mangkuk sayur yang sudah habis, lalu membawanya ke wastafel.
Adnan memang memberitahukan kabar kepulangannya ke Jakarta kepada Agni, ketika dirinya makan malam bersama Agni di apartemen gadis itu.
Meski Agni mengangguk sebagai respon atas permintaan maafnya, tapi karena gadis itu diam saja, jadi Adnan menduga gadis itu masih marah padanya. Jadi ia menghampiri Agni yang sedang mencuci piring.
"Marah ya?" tanya Adnan, menoleh sehingga bisa melihat wajah Agni yang menunduk di atas wastafel.
"Nggak, Pak."
"Tadinya saya pikir bisa 2 bulan disini, mendampingi Agni. Tapi ternyata kerjaan di Jakarta mengharuskan saya pulang," Adnan masih mencoba menjelaskan. "Jangan marah ya Ni."
Tapi makin Adnan menjelaskan, Agni makin bingung. Sebenarnya bagaimana perasan lelaki ini padanya. Kalau memang Adnan hanya menganggap Agni sebagai kolega riset, harusnya lelaki itu tidak perlu merasa terlalu bersalah seperti ini kan?
Di sisi lain, rasa bersalah Adnan mengindikasikan perhatian lelaki itu pada Agni. Padahal jika hanya sebagai kolega riset, Adnan seharusnya tidak menunjukkan perhatian sejauh itu. Sebenarnya bagi Adnan, Agni itu siapa sih? Apakah lebih dari sekedar kolega?
Agni menghela nafas pelan. "Saya nggak marah, Pak. Saya bisa riset mandiri kok disini, ada banyak kolega Seoul Pharma di lab yang bisa bantu saya kalau saya kesulitan dengan alat. Sekelas R&D Director Plant Jakarta harusnya nggak perlu turun tangan langsung untuk mendampingi kolaborator junior seperti saya. Bapak bisa mendelegasikan ke orang lain. Lagipula, Bapak nggak mungkin 2 bulan disini terus. Istri dan anak Bapak kasian ditinggal lama."
Dan seperti biasa, Adnan pasti mati kutu kalau Agni sudah mengungkit tentang keluarga lelaki itu. Ia hanya bisa diam.
"Saya usahkan satu atau dua pekan terakhir sebelum Agni kembali ke Jakarta, saya akan kesini lagi. Jadi kita bisa pulang bareng." Begitu kata Adnan ketika mereka akhirnya berpisah di pintu apartemen.
Agni hanya mengangguk. Tidak benar-benar berharap lelaki itu datang kembali.
Sebagai permohonan maaf Adnan, setelah lelaki itu tiba di Jakarta, ia mengirim pesan kepada Agni. Dan mengirimkan info tentang objek-objek wisata di Seoul dan sekitarnya yang dapat Agni kunjungi. Restoran halal di Itaewon, Gyeongbokgung, Bukchon Hanok Village hingga Dongdaemun.
Agni mengucapkan terima kasih pada Adnan atas info tersebut. Tapi bahkan tanpa info dari Adnan, Agni dapat merencanakan jalan-jalannya sendiri berdasarkan info dari website wisata dan traveling. Yang penting kan bukan kemana kita jalan-jalan, tapi bersama siapa.
Adnan terus rutin mengirim pesan kepada Agni. Dan Agni masih membalasnya. Sulit bagi gadis itu untuk mempertahankan kemarahannya, bahkan meski dirinya kecewa. Karena di dasar hatinya ia sadar, bahwa ia tidak berhak kecewa, apalagi marah. Sejak awal dirinya yang sepihak mengagumi pria beristri, jadi harusnya ia sadar diri bahwa lelaki itu tidak punya kewajiban menyenangkan hatinya.
Agni sudah memantapkan hati untuk tidak lagi mengagumi suami orang itu, ketika lelaki itu justru datang lagi ke Seoul, dua pekan sebelum waktu risetnya berakhir.
"Karena ini hari Minggu terakhir sebelum Agni pulang ke Jakarta, saya mau ajak ke tempat seru!" kata Adnan, hari Minggu itu, di depan pintu apartemen Agni. Wajahnya yang terlihat antusias membuat Agni tidak tega menolak.
Agni pun mengikuti kemana lelaki itu membawanya hari Minggu itu. Tapi ketika telah sampai di tempat yang dituju, barulah Agni protes.
"Tapi saya nggak bisa main ice skating, Pak," kata Agni dengan raut khawatir ketika melihat area ice skating outdoor di area Olympic Park.
"Bisa!" kata Adnan sok tahu. "Nanti saya ajarin. Pasti cepat bisa kok!"
Lelaki itu kemudian menarik tangan Agni menuju counter penyewaan sepatu ice skate.
Dengan tampang linglung, Agni membiarkan dirinya diseret Adnan. Matanya menatap pertautan tangannya dan lelaki itu dengan gamang dan jantung berdebar. Ini pertama kalinya lelaki itu berani berkontak fisik dengannya selain sekedar jabat tangan. Agni jadi makin tidak memahami lelaki ini.
Bah! Siapa yang bilang main ice skating itu mudah?! Buktinya sudah 30 menit Agni mencoba meluncur aman, tapi tidak juga berhasil. Ia hanya berhasil berdiri tegak dalam keadaan diam. Tapi tiap berusaha meluncur sendiri, tubuhnya pasti oleng. Meski Adnan langsung meraih tubuhnya dan menjaga agar tidak terjatuh, tapi hal itu justru memperparah keadaan. Badannya sudah remuk-remuk karena beberapa kali jatuh, dan kini jantungnya cenat-cenut berkat tangan Adnan yang menggenggam erat tangannya dan membimbingnya meluncur, atau tangannya melingkari pinggangnya untuk mencegah tubuh Agni jatuh berdebum.
Kegiatan ice skating berdua ini benar-benar ide yang buruk. Jadi setelah 45 menit, akhirnya Agni menyerah juga.
"Bapak main ice skating aja deh. Saya nunggu disini aja," kata Agni pasrah. Ia tidak ingin mengganggu kesenangan lelaki itu bermain ice skating hanya gara-gara dirinya yang tidak becus meluncur.
Tapi alih-alih meninggalkan Agni seperti yang disarankan gadis itu, Adnan justru memutuskan untuk menyudahi kegiatan itu.
"Kita makan malam aja yuk," kata Adnan dengan senyum hangatnya. Tangannya menarik pelan tangan Agni, membantunya meluncur di tepian arena, menuju pintu masuk, untuk mengembalikan sepatu ice skating mereka.
Jantung Agni masih terus berdebar-debar karena bahkan setelah meninggalkan arena ice skating, Adnan masih terus menggenggam tangannya. Membimbingnya menuju sebuah restoran ramyun halal.
Makan ramyun hangat setelah kegiatan ice skating outdoor yang dingin, memang pilihan yang tepat. Meski demikian, sebenarnya tanpa makan ramyun pun, tubuh Agni sudah memanas. Berkat jantungnya yang terus-terusan memompa darah dalam volume besar, berkat perlakuan Adnan yang begitu manis malam itu.
Tapi hal itu tidak berlangsung lama. Setelah mereka menghabiskan makan malam mereka yang hangat, Adnan berinisiatif membayar. Saat itulah Agni melihat foto istri Adnan ketika lelaki itu membuka dompetnya.
Agni langsung merasa hatinya seketika membeku. Pedih.
* * *
Agni menghabiskan beberapa hari terakhirnya di Seoul untuk mempersiapkan presentasi dan mempresentasikan hasil risetnya selama 2 bulan ini. Hal itu menjaga Agni tetap sibuk sehingga memiliki alasan untuk bisa terus menghindari Adnan.
Pada hari presentasinya, tentu ia juga bertemu dengan Adnan, yang menghadiri presentasi laporan riset Agni. Tapi setelah proses presentasi dan tanya-jawab itu selesai, Agni langsung melipir, menghilang ke salah satu lab.
Agni merasa marah pada Adnan, karena sikapnya yang ambigu. Kalau lelaki itu punya istri, kenapa harus bersikap terlalu baik padanya. Tapi terlebih, Agni lebih marah kepada dirinya sendiri, karena tetap ngarep meski sudah tahu status lelaki itu.
Meski demikian, meski telah mencoba menghindari Adnan selama beberapa hari terakhir, akhirnya Agni harus bertemu lagi dengan Adnan ketika kembali ke Jakarta. Lagi-lagi manajemen Seoul Pharma telah memesankan tiket pulang Agni sekaligus dengan tiket Adnan. Sehingga mereka kembali duduk bersisian pada penerbangan ke Jakarta.
Untuk menghindari ngobrol dengan Adnan, Agni sengaja pura-pura capek dan ngantuk. Jadi setelah pesawat lepas landas, Agni memejamkan matanya dan pura-pura tidur.
Tapi tentu saja, kepura-puraan itu tidak berlangsung lama. Agni akhirnya tertidur beneran. Hingga ia tidak sadar bahwa kepalanya mulai terkulai ke sisinya. Turbulensi singkat membuat kepala Agni jatuh. Agni terbangun sesaat dan segera menyadari bahwa kepalanya bersandar pada bahu Adnan, jadi ia segera menegakkan kembali kepalanya dengan tetap memejamkan mata.
Tapi tanpa diduga, ia merasakan sebuah tangan terulur ke kepalanya, dan menarik kepanya rebah pada bahu Adnan.
Sial! Brengsek sekali lelaki ini!, maki Agni dalam hati.
Tapi meski ia memaki, respon tubuhnya mengkhianati dirinya. Wajahnya lagi-lagi memanas akibat sikap manis Adnan tersebut.
Sial!
* * *
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top