AGNI - 3
"Beneran ga apa2 nih Bu?" tanya Agni sekali lagi.
"Iya, Ni," jawab sang ibu kalem. "Udah, kamu short course aja sana. Cuma 2 bulan kan?"
"Iya sih. Tapi..."
Sebagai langkah awal kolaborasi Seoul Pharma dan Fakultas Farmasi, kedua pihak merencanakan short research program untuk dosen Fakultas Farmasi yang berminat melakukan riset selama 2 bulan di fasilitas Seoul Pharma.
Kalau soal berminat, tentunya banyak yang berminat berpartisipasi dalam program tersebut. Tapi masalahnya, tidak semua yang berminat, available untuk hal tersebut. Sofia, misalnya, senior Agni di Lab Teknologi Farmasi. Dengar kata "Korea" saja, dia langsung mupeng. Masalahnya, 2 bulan research program tersebut akan membuatnya harus meninggalkan suami dan kedua orang anaknya yang masih berusia 4 tahun dan 1 tahun. Mengajak anak-anak bersamanya, di musim dingin seperti ini, tentu tidak akan efisien. Anak-anak perlu waktu untuk beradaptasi, padahal hanya ada waktu 2 bulan untuk melaksanakan riset. Dengan pertimbangan itu, Sofia terpaksa melepaskan tawaran itu.
"Kamu apply aja, Ni!" kata Sofia menyemangati. "Mumpung belum berkeluarga. Nambah pengalaman riset juga. Buat nambah track record riset sebagai pertimbangan sponsor dan supervisor kalau kamu mau lanjut S3 nanti."
"Iya sih, Kak," kata Agni. Karena Sofia adalah seniornya saat kuliah dulu, jadi Agni masih memanggilnya "Kak". "Tapi saya masih ragu mau ninggalin ibu saya sendirian. Ada ART sih di rumah yang jagain. Tapi kalau sewaktu-waktu serangan jantung lagi, saya takut nggak bisa tertangani segera."
Sebenarnya inilah alasan utama Agni setelah lulus S2 di Leiden tidak langsung melanjutkan studi S3 meski telah ditawari oleh pembimbing tesisnya. Menjelang kelulusan S2nya, ibunya terkena serangan jantung. Meski hanya serangan jantung ringan, tapi hal itu membuat Agni sangat khawatir hingga memutuskan untuk melanjutkan S3 di Indonesia saja, dekat dengan ibunya. Setelah ayahnya pergi, hanya ibunyalah keluarga yang ia miliki.
"Nggak apa-apa, Agni," kata sang ibu, sekali lagi meyakinkannya. "InsyaAllah selama 2 bulan, ibu sehat-sehat aja. Ibu bakal patuh soal makanan. Nggak cheating-cheating lagi," sang Ibu lalu nyengir nakal.
Meski Agni sudah meminta ART di rumah mereka untuk tiap hari memasakkan makanan rendah gula dan garam, juga mengawasi agar Ibu tidak makan gorengan, kadang Ibu "bandel" juga. Padahal riwayat diabetes dan hipertensinya sudah cukup lama.
"Ada Mbok Yum juga yang nemenin dan ngawasin Ibu. Kamu nggak usah khawatir. Jangan sampai Ibu menghambat karir kamu."
"Menghambat apa sih Bu," sergah Agni.
"Ibu tahu, Ni, kamu nggak lanjut S3 di Belanda karena mikirin Ibu kan? Makanya kamu pengen S3 di Indonesia aja?"
"Ibu GR," Agni sok meledek. Tidak mengkonfirmasi praduga ibunya.
"Ya kalau Ibu emang cuma GR, gih sana kamu lanjut S3 sana di Leiden," tantang sang ibu. "Kalau memang ada kesempatan, jangan disia-sia kesempatan sekolah di luar negeri. Bukan cuma bisa memperdalam ilmu, tapi juga memperluas wawasan dan pergaulan."
"Sekolah di Indonesiapun, kalau proses belajarnya bener, bisa memperdalam ilmu dan memperluas wawasan juga kok Bu," kata Agni. "Reputasi sekolah memang penting. Tapi yang lebih penting kan mahasiswanya itu sendiri Bu."
"Yowis, yowis. Kalau gitu supaya pergaulanmu luas lah gitu. Cepet dapet jodoh."
Sontak saja Agni tertawa. Akhirnya ia masuk ke fase ini juga, saat dimana ibunya mulai mengkhawatirkan statusnya yang masih sendiri.
"Heh! Malah ngetawain Ibu!" gerutu ibu Agni. "Kamu tuh kenapa belum pernah pacaran sih? Padahal nggak jelek-jelek amat."
Agni manyun. "Aku cakep ya Bu, bukan sekedar nggak jelek-jelek amat. Nggak punya pacar kan bukan berarti nggak ada yang naksir."
"Tapi?"
"Tapi beda keyakinan aja."
"Kamu naksir yang beda agama?"
"Beda keyakinan, Bu," Agni mengoreksi. "Pas Agni yakin si cowok itu jodoh Agni, si cowok yang nggak yakin. Pas ada cowok yang yakin bahwa Agni jodohnya, justru Agni yang nggak yakin."
Ibu mendecih mendengar alasan ngeles anaknya. Padahal Agni bukan sekedar ngeles. Memang begitulah yang terjadi pada dirinya. Selama ini banyak yang naksir padanya. Tapi Agni tidak tertarik pada cowok-cowok itu. Justru ketika Agni tertarik pada seseorang, malah cowok itu yang tidak tertarik padanya.
Pada kasusnya yang terakhir malah dia naksir pada laki-laki yang tidak boleh ia taksir. Sial sekali kan kehidupan percintaannya.
"Kamu emang nyari yang seperti apa sih Ni?"
Sambil menuangkan masakannya dari wajan ke piring saji, Agni memikirkan jawaban dari pertanyaan itu.
"Ibu pengennya Agni sama cowok kayak gimana?"
"Lha, emang Ibu yang mau kawin?"
"Ya maksudnya supaya prosesnya efisien gitu, Bu. Agni milih seseorang yang udah pasti Ibu restui gitu. Jadi nggak buang-buang waktu, nggak buang-buang tenaga, nggak menyia-nyiakan perasaan untuk galau-galau."
Ibu sekali lagi tertawa.
"Jadi calon mantu idaman Ibu yang kayak gimana?" tanya Agni lagi.
Ibu masih terkekeh hingga beberapa detik, sebelum akhirnya menjawab. "Yang penting seiman, sholeh, sayang sama Agni, menghormati Agni..."
"Harus sayang sama Ibu juga dong."
"Laki-laki sholeh harusnya tahu cara menyayangi istri, orangtua, mertua, anak, keluarga," kata Ibu. "Tapi umur Ibu kan nggak lama lagi. Jadi ya yang penting kebahagian Agni, bukan kebahagiaan Ibu."
"Bu! Kok ngomong gitu?" gerutu Agni lagi.
Sang Ibu kembali cengengesan.
"Dia harus laki-laki yang bisa bikin Agni mencintai diri Agni sendiri, bisa bikin Agni menyadari potensi diri Agni dan mendukung Agni untuk berproses menjadi makin baik," sang Ibu melanjutkan. Membuat Agni terharu. "Oiya, yang nggak kalah pentingnya adalah... pastikan dia bukan punya orang lain."
Agni terkesiap di tempatnya berdiri.
Apa ibunya sudah tahu tentang hubungannya dengan Adnan?
Eh, tapi memangnya mereka punya hubungan apa?
"Agni tahu banget rasanya kalau milik kita diambil orang lain. Jadi jangan ngambil punya orang lain."
Deg!
"Kamu beneran, lagi nggak deket sama siapapun gitu?"
"Beneran, Bu!" jawab Agni seadanya, demi agar percakapan ini segera berakhir.
"Yaudah makanya sana ke Korea. Kali aja pulang-pulang bawa Lee Min Ho___"
"Yaelah Bu...."
* * *
Kesempatan untuk melakukan short research di Head Plant Seoul Pharma di Korea Selatan itu dibuka untuk seluruh dosen Fakultas Farmasi. Namun pada tahap penjajakan kerjasama ini, hanya akan ada 1 orang terpilih. Oleh karena itu bagi dosen yang berminat, diminta untuk membuat proposal riset singkat sebagai pertimbangan manajemen Seoul Pharma untuk memilih 1 kandidat yang risetnya mungkin dilakukan di fasilitas mereka, serta yang bidang risetnya memungkinkan kerjasama kedua belah pihak di masa mendatang.
Jadi siang itu, meski belum terlalu yakin apakah dirinya akan mendaftar atau tidak, Agni tetap iseng-iseng menyusun proposal penelitiannya.
Getar ponsel membuat perhatian Agni teralihkan. Apalagi ketika sebuah pop-up message menampilkan nama pengirimnya.
Pak Adnan: Siang Agni! Berikut saya kirimkan list peralatan di fasilitas riset kami di Head Plant. Semoga bisa membantu Agni menyusun proposal.
Pak Adnan: file attached
Pak Adnan: Agni jadi apply kan?
Agni meraih ponselnya dan mengetikkan jawabannya.
Terima kasih Pak.
Belum tahu sih Pak, masih mikir2.
Nanti saya share juga file ini ke dosen lain juga yang berminat, Pak.
Agni kira Adnan akan membalas pesannya. Siapa sangka pria itu malah meneleponnya.
"Agni jadi apply kan?" pria itu mengulang pertanyaannya di WA tadi.
"Hehehe. Belum tahu Pak. Masih galau," jawab Agni, cengengesan.
"Galau kenapa?"
"Hmmm..." Agni bingung, apakah perlu menjelaskan kegalauannya pada orang asing ini atau tidak. "Emang kalau saya nggak daftar, kenapa Pak?"
"Sayang banget! Padahal saya salah satu dari tim manajemen yang akan ikut berangkat ke Seoul untuk mendampingi."
"Oh ya? Wah!"
"Makanya, Agni ikut ya! Nanti kalau weekend saya ajakin jalan-jalan deh."
"Ciyeeee, pengen banget jalan sama saya, Pak?"
Terdengar bunyi kekehan di seberang sana. "Daftar ya Ni!" Adnan mengulang.
"Ya kalaupun saya daftar, kan belum tentu saya juga yang kepilih."
"Nanti saya pasti milih Agni."
"Wah! Wah! Kok kesannya saya jadi dapet jalur orang dalam? Katanya profesional, Pak? Sampai pura-pura nggak kenal sama saya..."
"Duh, jangan diungkit lagi dong. Kan saya sudah minta maaf. Jangan marah lagi ya Ni...."
Agni terkekeh ketika mendengar suara merajuk di seberang sana.
"Gimana? Jadi ikut ke Seoul kan Ni? Ya? Ya?"
Wah, kok jadi dia yang ngebet supaya gue ikut?
"Saya masih khawatir sama ibu saya, Pak. Khawatir serangan jantungnya kambuh, trus saya nggak bisa cepat mengatasi."
"Kan ada ambulans? Asalkan Agni...."
"Dulu juga pernah kejadian gitu, Pak. Ibu saya serangan pas saya sekolah di Belanda. Ada ART sih. Tapi dia kesulitan cari ambulans, pada full semua dimana-mana waktu itu."
Setelahnya ada jeda panjang dari teman ngobrolnya di seberang. Mungkin akhirnya lelaki itu paham keresahan Agni.
"Saya punya teman, dokter. Saya kasih nomer hapenya ya. Jadi kalau ada kondisi darurat yang butuh ambulans atau penanganan segera, dia bisa bantu."
Mau tidak mau, Agni jadi terharu juga dengan kegigihan Adnan mengusahakan keikut-sertaannya Agni dalam program ini.
"Jadi ikut ya, Agni. Please."
Duh, ini sikapnya Pak Adnan bikin galau banget sih. Kalau dia sebaik ini, gimana gue nggak naksir, coba?
* * *
Udah pada denger belum Kak? Bahwa Presiden sudah mempersilakan untuk lepas masker saat berkegiatan outdoor. Katanya, kl di transportasi publik dan indoor, tetep harus pake masker.
Jujurly, saya menyesalkan pernyataan beliau. Tanpa ada pernyataan itupun, masyarakat banyak yg ga pake masker lagi kok. Apalagi ada pernyataan ini. Pasti nanti yg berkegiatan indoorpun makin banyak yg berani nggak pakai masker.
Mungkin saya aja kali ya yang parno, tapi beneran deh, menurut saya ga bijak mengeluarkan statement ini. Kalau kondisi memang dirasa sudah aman, ya cukup menghapuskan sanki bagi yang ga pakai masker,,, nggak perlu woro2 buat lepas masker.
Sjk awal pandemi, byk kebijakan beliau yg bikin saya gemes sih. Tapi siapalah saya kan. Yaudah jadinya cm bisa sambat di wattpad. Maafkan ya Kakak2.
Semoga Kakak2 sekeluarga tetap sehat selalu. Nggak ada salahnya kok terus melanjutkan kebiasaan pakai masker dan cuci tangan/hand sanitizer. Jadi jangan menganggap kondisi sudah benar2 normal ya,,, tetap menjaga prokes untuk keluarga tersayang (sekedar pendapat dari tenaga kesehatan remah khong guan).
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top