AGNI - 2
Salah satu yang dicermati oleh para pelajar Indonesia yang pernah sekolah di luar negeri tentang hal yang menghambat kemajuan teknologi di Indonesia adalah karena masih sedikitnya hasil riset dari universitas yang dimanfaatkan oleh industri. Di Indonesia, industri manufaktur (termasuk industri farmasi) memiliki departemen risetnya sendiri, untuk menghasilkan produk. Di universitas, para akademisi memiliki risetnya sendiri, untuk menghasilkan publikasi penelitian dan paten. Pemerintah memiliki badan penelitiannya sendiri, untuk pengambilan kebijakan. Ketiganya jalan sendiri-sendiri, seringnya topik risetnya tidak saling terkait atau saling mendukung. Pemborosan sumber daya manusia, finansial dan fasilitas.
Di beberapa negara maju tidak seperti itu. Industri, pemerintah dan universitas memang memiliki departemen riset masing-masing. Namun riset mereka saling mendukung. Beberapa penelitian oleh akademisi di universitas memang merupakan riset dasar yang diperlukan sebagai dasar invensi di industri, tapi beberapa riset lain merupakan riset aplikatif. Dengan komunikasi yang baik dengan industri, hasil penelitian di universitas dapat dimanfaatkan oleh industri. Sebaliknya, biaya riset di industri dapat dihemat dan dialokasikan untuk mendukung peneliti di universitas. Begitupun dengan penelitian oleh badan pemerintah dapat didelegasikan kepada universitas. Riset yang selaras antara akademisi di universitas dengan kebutuhan industri dan kebijakan pemerintah meningkatkan daya guna hasil riset sekaligus meningkatkan efisiensi sumber daya manusia, fasilitas dan finansial.
Hal ini yang seringkali menjadi bahan diskusi Agni dan Adnan. Saat ini kondisi di Indonesia memang sudah lebih baik. Sejumlah industri mulai bekerja sama dengan universitas untuk mengembangkan produk, dan pemerintahan juga mulai memanfaatkan hasil riset untuk pengambilan kebijakan, meski proporsinya masih kecil.
"Perusahaan tempat saya bekerja saat ini sedang merencanakan penjajakan untuk kerjasama dengan universitas-universitas di Indonesia. Mungkin suatu saat nanti bisa kerja sama dengan Fakultas tempat Agni mengajar," kata Adnan suatu kali.
Tentu saja Agni antusias dengan hal tersebut. Jadi ketika akhirnya ia menerima undangan rapat kolaborasi Fakultas Farmasi dengan industri farmasi Korea Selatan, Agni antusias mengabarkannya kepada Adnan.
Agni: Berarti nanti Pak Adnan ikut datang ke kampus untuk ikut rapatnya?
Komunikasinya selama ini dengan Adnan lebih sering melalui pesan WA. Yang dirasakannya ini adalah cinta yang bertepuk sebelah tangan pada suami orang, jadi Agni tahu diri untuk cukup puas hanya berkomunikasi via pesan singkat. Jadi ketika ada kesempatan bertemu, Agni jadi berharap lebih agar Adnan juga ikut dalam rapat tersebut. Sayangnya, Adnan bilang, belum diputuskan siapa saja yang akan ikut rapat tersebut. Sehingga Agni terpaksa harus menekan antuasiasmenya lagi.
Adnan tidak mengabarkan lagi apakah dirinya akan ikut pada rapat tersebut atau tidak, dan Agni terlalu gengsi untuk menanyakan berkali-kali, sehingga ketika akhirnya rapat tersebut diadakan dan Adnan ikut hadir pada rapat tersebut sebagai Director R&D, Agni jadi sangat senang. Sayangnya, perasaan tersebut sepertinya tidak dirasakan Adnan. Lelaki tersebut tampak datar-datar saja, dan bahkan tidak memperlihatkan bahwa dirinya dan Agni sudah saling mengenal sebelumnya. Hal itu membuat Agni kecewa.
Meski tahu bahwa dirinya tidak berhak kecewa, tapi dia tidak bisa mengendalikan rasa kecewa tersebut.
Rapat perdana tersebut berlangsung sekitar 1.5 jam, dan akan ditindaklanjuti dengan rapat-rapat yang lebih teknis selanjutnya. Di rapat perdana tersebut setidaknya disepakati tiga hal: Seoul Pharma berkomitmen dalam pengembangan sumber daya manusia sehingga akan memberikan beasiswa kepada 3 mahasiswa terpilih dengan syarat ketiga mahasiswa tersebut akan mengabdi selama 1 tahun setelah lulus di perusahaan mereka, akan ada pengembangan lab di Fakultas dan penelitian bersama dengan tema yang disepakati untuk mengembangkan produk Seoul Pharma, serta akan ada program short course di Head Plant di Seoul untuk mahasiswa dan dosen yang berminat.
Rapat kali itu berakhir cukup sore, dan setelahnya Agni bersiap langsung pulang. Saat itulah ponselnya bergetar dan menampilkan nama Adnan.
"Selamat sore, Pak Adnan. Ada yang bisa saya bantu?" sapa Agni begitu mengangkat panggilan telepon tersebut.
Adnan tidak segera menjawab. Tapi kemudian terdengar suaranya, "Agni belum pulang kan? Pulang bareng saya ya? Saya tunggu di parkiran. Masih ingat mobil saya kan?"
Agni mengernyit. Otaknya menyuruh menjawab, "Hei! Emang situ kenal sama gue?! Tadi bukannya pura-pura nggak kenal?!" Tapi hatinya mengkhianatinya, dan malah langsung menurut pada Adnan. Sepuluh menit kemudian ia sudah duduk di samping Adnan yang mengemudikan Audi-nya.
"Kok diem aja, Ni? Capek ya?" tanya Adnan, sambil menoleh sekilas pada Agni. Gadis itu hanya menyapa saat masuk mobil, lalu diam menatap jalanan.
"Bapak nggak nanya apa-apa. Jadi saya harus ngomong apa?" jawab Agni datar.
Adnan mengernyit. "Apa Agni lagi marah sama saya?"
"Memang Bapak ada salah apa ya? Kenapa saya perlu marah?"
"Karena saya nggak ngabarin bahwa saya akan ikut rapat?" terka Adnan.
Agni menghela nafas. "Saya justru senang Bapak ikut rapat. Lagipula Bapak nggak ada kewajiban untuk ngabarin saya. Kan kita juga baru saling kenal hari ini."
Agni tahu, sikapnya kekanakan dan irasional. Dia tidak berhak marah, juga tidak berhak menuntut apapun. Tapi dia tidak bisa menahan diri untuk mengungkapkan kekecewaannya.
Mendengar kalimat Agni, Adnan sepertinya segera menyadari kesalahannya.
"Maaf," kata Adnan. "Tadi bukannya saya sengaja pura-pura nggak kenal Agni secara personal. Saya cuma menjaga supaya tidak terkesan ada conflict of interest dalam pengambilan keputusan rapat tadi."
Kenal secara personal?
Sebenarnya andai Adnan hanya mengakuinya sebagai kenalan sesama penulis buku saja, bagi Agni itu sudah cukup. Lagian mereka kan tidak punya hubungan personal yang gimana-gimana. Tapi sikap Adnan yang pura-pura sama sekali tidak mengenalnya, itu yang menyakitinya. Seolah-olah dirinya seseorang yang tidak layak dikenal dan diperkenalkan.
Setelah Adnan menjelaskan alasannya bersikap demikian, Agni bisa menerima alasan tersebut. Tapi sekarang ia jadi bingung, Adnan ingin dirinya bersikap bagaimana. Formal atau non formal?
"Jangan marah ya?" bujuk Adnan. Suaranya mendayu manis. "Saya bingung kalau Agni marah."
"Kenapa bingung?"
"Nanti nggak ada yang cerewetin saya lagi."
Padahal selama ini Agni hanya banyak bicara di pesan WA, bukan bicara secara langsung. Hih! Mengada-ada sekali bujuk rayunya.
"Yaudah minta dicerewetin sama istri Bapak lah. Atau Ibu lemah lembut banget ya, nggak cerewet kayak saya? Pasti senang punya istri lemah lembut begitu, rumah jadi tenang dan damai," tukas Agni. Sedetik kemudian, ia menyesali kata-katanya.
Adnan hanya diam. Tidak menanggapi sewotnya Agni. Membuat Agni salah tingkah dan akhirnya menoleh ke kiri, menyembunyikan wajahnya dari Adnan.
"Saya traktir makan malam ya?" kata Adnan beberapa saat kemudian.
Agni tahu bahwa Adnan sengaja mengalihkan percakapan. Sudah beberapa kali Adnan terlihat tidak menanggapi jika Agni mengungkit tentang istrinya.
"Agni jangan marah lagi ya? Saya minta maaf."
Ah dasar Agni si bucin. Masa begitu saja luluh dan nggak jadi marah.
* * *
Saat memutuskan mulai menulis cerita, biasanya saya sudah merencanakan awal dan endingnya, juga alur ceritanya. Tapi untuk hal2 detil, biasanya saya tentukan sambil nulis. Kadang ide tambahan datengnya tiba2 aja. Hehehe, ini jelas bukan cara menulis yg baik. Sayapun bukan penulis profesional dan hanya menulis untuk kesenangan. Jadi kalau sepanjang cerita ada hal2 detil yg saya ubah, maafin ya Kak.
Di bab 1 lalu ada 1 detil kecil yg saya ubah. Cuma 1 karakter yg saya ubah. Tp itu menentukan alur yg baru.
Ada yg aware ga ya, apa yg berubah? Hehehe. Kalo nggak, juga ga apa2 kok.
Btw, cerita AGNI ini terinspirasi salah satu cerita wattpad yg saya baca. Cerita ini sudah diterbitkan, tapi saat ini sedang diremake oleh penulisnya. Gara2 suka sama cerita itu, saya jadi mikirin alternatif universe seperti yg saat ini saya tulis. Alur dan penokohannya beda dg cerita tsb, tapi konsepnya mirip. Saya aware bbrp pembaca saya jg membaca cerita2 penulis yg saya maksud tsb. Tapi smg ini ga dianggap plagiat ya.
Bagi yg aware, kira2 saya menulis cerita ini terinspirasi dari cerita apa dan penulisnya siapa ya?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top