AGNI - 1
"Agni Adhyarini kan?"
Itu perkenalan mereka pertama kali. Lelaki dengan tinggi tidak kurang dari 180 cm itu yang terlebih dahulu mengenali sosok sang gadis.
"Pak Adnan!" Agni dengan cepat mengindentifikasi lelaki itu, dan menampilkan wajah ramahnya. "Senang akhirnya kita ketemu, Pak!" Dan Agni mengulurkan tangannya.
"Nama kita mirip ternyata," komentar lelaki itu, sambil tersenyum tampan.
Namanya Adnan Adhyatama. Kalau dilihat dari rekam jejak profesionalnya, Agni menduga usianya tidak kurang dari 40 tahun. Mereka sudah berkenalan beberapa bulan sebelumnya dan bertemu secara virtual melalui skype meeting saat salah seorang kenalan mereka mengumpulkan beberapa orang untuk bergabung dalam suatu proyek menulis.
Proyek menulis buku bersama itu merupakan salah satu bagian dari proyek Diaspora Berbagi. Perkumpulan ini terdiri dari sejumlah orang diaspora, orang-orang Indonesia yang kini telah menetap dan berkarir di luar negeri, namun masih selalu ingin berkontribusi bagi Negeri. Mereka sering mengadakan webinar atau virtual discussion, dengan pembicara para diaspora dari berbagai bidang dan berbagai negara, juga relasi mereka para profesional di negara tempat mereka tinggal. Dengan demikian, informasi-informasi terkini dan teknologi terbaru dapat terus disampaikan kepada pihak-pihak yang membutuhkan di Indonesia, sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan di pemerintahan misalnya.
Setelah serangkaian webinar yang mendapatkan tanggapan baik, beberapa diaspora memutuskan untuk menulis buku tentang kiprah para diaspora ini di seluruh penjuru dunia. Hasil penjualan buku ini cukup baik untuk jenis buku non-fiksi, dan banyak diperbincangkan sebagai buku yang menginspirasi generasi muda.
Pada buku kedua, ide ini kemudian diperluas, bukan hanya melibatkan para diaspora, tapi juga para alumni yang sempat menimba ilmu di luar negeri dan kini mengabdi di Indone. Buku kedua ini, diharapkan memberi inspirasi bagi para pemuda untuk dapat berkontribusi lebih bagi bangsa setelah memperdalam pengetahuan dan memperluas wawasan di luar negeri.
Salah seorang teman Agni yang suka membaca tulisan-tulisan Agni di blog atau di website kampus, menawari Agni untuk bergabung dengan komunitas tersebut. Dan akhirnya disanalah Agni berkenalan dengan 9 orang lain yang sedang atau pernah berkuliah di luar negeri. Pengalaman hidup dan menimba ilmu di Amerika, Jepang, Korea Selatan, Singapura, Jerman, Prancis, dan Belanda mereka kumpulkan dalam sebuah buku, setelah diskusi beberapa kali melalui skype meeting.
Menyusul kesuksesan buku pertama oleh para diaspora, buku kedua yang menceritakan pengalaman para pelajar Indonesia di luar negeri ini juga disambut baik. Hingga suatu ketika Penerbit mengusulkan untuk mengadakan acara meet and greet, serta bedah buku, di sebuah toko buku di Jakarta. Dua orang diantara sepuluh penulis tersebut diundang sebagai narasumber. Dan sebagai salah satu orang yang sedang berdomisili di Jabodetabek, Agni menerima undangan tersebut.
Disanalah Agni berjumpa dan berkenalan dengan Adnan Adhyatama. Adnan adalah salah satu dari 10 penulis yang lain dalam buku tersebut. Mereka sudah berkomunikasi melalui skype meeting dan WA Group. Tapi baru kali itu mereka bertemu tatap muka.
Menurut Agni, Adnan adalah pria yang sopan dan ramah. Tidak banyak bicara, tapi juga tidak jutek dan dingin. Hal itu yang membuat Agni dan Adnan dapat cepat akrab. Saat talkshow diadakan, kolaborasi Adnan dan Agni juga sangat baik. Mereka bergantian menjawab pertanyaan pengunjung dengan santai, seperti ngobrol saja. Membuat Agni merasa seperti sedang bertemu dengan teman lama.
Percakapan mereka berlanjut saat Adnan menawarkan diri untuk mengantar Agni pulang. Sepanjang perjalanan pulang, obrolan mereka tidak pernah berhenti tentang pengalaman Agni kuliah S2 di Belanda, juga pengalaman Adnan menyelesaikan PhDnya di NUS Singapura dan kini bekerja di sebuah perusahaan farmasi yang berpusat di Korea Selatan. Tentu saja fakta itu membuat Agni tertarik. Bukan hanya karena ia pecinta drama Korea, tapi juga karena Agni kini menjadi staf pengajar di Fakultas Farmasi.
"Kenapa nggak langsung lanjut S3, mumpung masih muda? Hmmm, Agni baru 27-28 tahun kan, dan belum menikah?" tanya Adnan saat itu.
"Iya Pak, belum."
"Kalau sudah menikah, apalagi sudah punya anak, kuliah PhD jauh lebih menantang."
"Waktu itu saya sempat ditawari Profesor saya untuk melanjutkan projectnya sebagai mahasiswa PhD. Tapi ibu saya sedang sakit keras. Jadi saya memutuskan pulang dan merawat Ibu dulu. Nanti kalau Ibu sudah membaik dan ada rejeki, saya pasti coba lagi, Pak."
Setelah berpisah di depan rumah Agni, mereka masih melanjutkan percakapan via WA--- tapi tidak lagi di WA Group, melainkan percakapan pribadi. Ketika akhirnya malam sudah terlalu larut dan Adna berpamitan untuk istirahat, Agni menyadari satu hal: Wajah tampan dewasa, berkacamata, senyum ramah dan sikap sopan Adnan sudah membuat Agni jatuh cinta pada pertemuan pertama.
* * *
Kegilaan Agni tidak berhenti sampai disitu saja. Hari-hari selanjutnya, meski tidak ada urusan bedah buku lagi, Adnan masih terus menghubungi Agni. Dan Agni, yang sudah terlanjur jatuh pada pesona lelaki itupun membalas pesan-pesan dari lelaki itu. Intensitas percakapan WA mereka memang tidak terlalu sering. Barangkali hanya 1-3x sepekan. Namun itu berlangsung kontinu, hingga Agni merasa nyaris ketergantungan.
Pernah suatu kali Adnan tidak menghubunginya selama sepekan. Dan tiap hari Agni uring-uringan, karena tidak tahu apakah harus sok cool dan menunggu Adnan menghubunginya kembali, atau dirinya yang harus mencoba menghubungi duluan?
Untungnya, penantian Agni berakhir bahagia. Hari Jumat sore Adnan menghubungi Agni dan mengajaknya bertemu. Keesokan harinya mereka bertemu di sebuah restoran dan Adnan menceritakan bahwa sepekan yang lalu dirinya ditugaskan ke kantor pusat di Seoul. Dan hari itu, ia mengajak Agni bertemu karena ingin memberikan oleh-oleh yang dibelinya untuk Agni.
Beberapa kosmetik asal Korea, termasuk face mask, yang sedang ngetrend di kalangan perempuan Indonesia.
"Saya nggak beli banyak, karena nggak sempat beli oleh-oleh secara khusus. Ini karena saya inget Agni, jadi kepikiran pengin beliin."
Sontak saja wajah Agni memanas. "Bapak masih bisa inget saya, meski sibuk kerja?" tanya Agni, sok santai. Padahal jantungnya kebat-kebit.
Dan senyum manis Adnan menambah kebat-kebit jantung Agni.
"Anak perempuan saya nitip beliin facial mask ini. Katanya lembut di wajah dan enak dipakai. Jadi saya sekalian beliin buat Agni juga."
Oh iya! Saking naksirnya sama Adnan, Agni hampir saja jadi pikun dan melupakan fakta bahwa lelaki di hadapannya ini sudah berusia 43 tahun, memiliki seorang putri berusia 19 tahun, dan tentunya seorang istri yang cantik pula. Agni pernah melihat sendiri foto istri Adnan yang disimpan di dompetnya.
Tapi bahkan setelah kembali mengingat fakta tersebut, tetap saja sulit bagi Agni untuk menjauh dari lelaki berkharisma ini.
* * *
Heyho Kakak2!
Setelah lama ga update cerita di wattpad, karena beberapa bulan ini saya lg sibuk di dunia nyata, dan sibuk ngedit EUGENIA, akhirnya sekarang saya kembali lagi.
Menyesuaikan dengan kesibukan saya yg makin banyak, kali ini saya hanya akan menulis cerita2 pendek aja. Jadi tiap ceritanya mungkin hanya terdiri dari 3 - 10 bab. Nggak akan panjang2 kok. Hehehe.
Tapi, meski ga panjang2, semoga Kakak2 bisa menikmati. Hehehe.
Oiya, saya tahu saya msh punya PR melanjutkan cerita EKSIPIEN. Tapi tiba-tiba aja ide2 cerita pendek ini muncul di kepala saya. Jd sebelum lupa, saya mulai nulis ini dulu aja. Nanti yg EKSIPIEN, sambil jalan saya lanjutin ya.
Oiya, sejauh ini saya sdh merencanakan 3 cerita pendek bertema agegap untuk dipublish dsni. Kalau ada ide/usulan cerita agegap yang menurut Kakak2 menarik, boleh lho ditulis disini.
Makasih Kakak2 yg selalu mendukung.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top