SLEEPING BEAUTY
.
.
.
GENRE : HURT, ROMANCE
LENGTH : IDK
FANFICT BY BADUTBRIGHTWIN
DESCLAIMER : THIS IS MY OWN
RATE: A+M (AGAK MENYIMPANG)
WARN : YAOI, BXB, TYPO'S, DLDR, CERITA INI TERINSPIRASI DARI BERBAGAI SUMBER, JADILAH PEMBACA YANG BIJAK, INI HANYA CERITA PASARAN.
.
-SARAWATINE-
.
.
.
.
.
.
Sarawat sudah berulang kali masuk ke kamar ini, dan dia tahu bahwa sang pemilik kamar masihlah tertidur dalam buaian mimpi yang entah bagaimana mungkin terlalu indah hingga dia tak juga terbangun untuk menyapanya. Sarawat membungkuk untuk mengusap wajah cantik yang selalu saja tak lelah untuk dia kagumi setiap hari, memeriksa selang infus yang menggantung pasrah disisi kanan ranjang lantas kembali mengamati sosok yang tengah tertidur pulas itu dalam hening.
Seolah waktu telah lelah, seolah takdir terlanjur ingin mempermainkan Sarawat. Sosok yang ditunggunya terbangun dalam diam, ia membuka kedua pelupuk matanya yang sayu dengan begitu perlahan. Mengusap lantas menatap bingung segala hal yang ada dihadapan. Dia tak tahu dimana dirinya sekarang, dimana dia? Kenapa dia bisa berada disini? Lalu, siapa dia?
"Tine..." suara jernih itu menginterupsi segala kebingungan yang mendera kepalanya. Tine berbalik, menatap seseorang yang bahkan belum beranjak dari sisinya. Siapa dia?
"Aku Sarawat," sebuah kernyitan di dahi Tine membuat seulas senyum terpatri di wajahnya. "Aku suamimu, Tine."
.
.
.
.
.
Sarawat sudah mempersiapkan segala hal yang mungkin terjadi. Semua episode yang hadir silih berganti ketika Tine terbangun dari tidur panjang yang selalu tak bisa dia prediksi. Episode- episode itu berjalan membingungkan. Terkadang Tine akan menatapnya begitu polos, bertanya begitu banyak hal. Dan kembali tertidur lelap lantas terbangun dengan episode lain yang tak pernah bisa Sarawat kira.
Kali ini, tatapan mata tajam itu membuat Sarawat tersenyum. Tine adalah begitu banyak hal. Dia adalah satu-satunya hal paling berharga yang tak akan bisa tergantikan. "Bagaimana bisa kita menikah?" ada senyum lega yang tersemat dalam wajah rupawan Sarawat saat pertayaan itu datang. Bagaimana bisa kita menikah? Kenapa aku menikah denganmu? Kenapa aku tak mengingat apapun?
"Karena kita saling mencintai, Tine." Sarawat membawa nampan berisi piring serta gelas kosong dalam dekapan. Berdiri dan mengusap pipi Tine sebelum beranjak. "Jangan berpikir terlalu keras, kau baru saja bangun."
Tine sama sekali tak menanggapi, pemuda itu seolah tengah melamun, menerawang pada dimensi yang begitu jauh yang tak pernah bisa terjangkau oleh Sarawat. Dan hal itu ditanggapi Sarawat dengan senyum jumawa. Siklus yang terus tak terprediksi, episode yang terus berlangsung membuat Sarawat hanya bisa bersyukur Tine masih bisa terbagun untuk detik ini. Masih berceloteh tak tentu arah, dan bernafas sebagaimana seharusnya.
Sebab sindrom sleeping beauty yang dia alami kian tahun kian memiliki durasi siklus yang bahkan lebih panjang daripada yang Sarawat kira. Dengan segala kemungkinan negative yang selalu turut hadir bersama dengan siklus baru, semua kenangan dan ingatan yang Tine miliki mungkin telah tumpang tindih dan Sarawat tak lagi bisa berbuat apapun untuk itu. ia hanya berharap Tine sehat, dia akan terbangun setiap hari di setiap paginya dan bertanya apapun untuknya. Untuk kisah mereka, untuk anak mereka yang tengah dikandungnya.
.
.
.
.
.
Karena pagi selalu menjadi alasan kenapa ketakutan Sarawat menjadi semakin besar, dia terkesiap. Melihat sosok yang setiap hari dia tunggu untuk bangun dan menatapnya penuh ingin tahu. Tine yang tengah terlelap ada ketakutan Sarawat yang begitu nyata. Dia hanya tertidur, ya. Tine memang hanya tertidur namun seseorang dengan sindrom sleeping beauty seperti Tine memiliki begitu banyak kejutan bagi Sarawat. Bisa saja dia terbangun hari ini, bisa lusa, bisa minggu depan atau bulan berikutnya dan hal itu menakutkan. Cukup membuat Sarawat ketakutan dengan sebuah pemikiran tentang bagaimana jika Tine tak lagi terbagun dari tidurnya?
"Wat, bangun?" suara Tine menyapa inderanya, membuat Sarawat tersenyum lega untuk hari ini. "Ya, aku sudah bangun. Tine."
Karena ada satu hari, di mana Tine terbangun dengan ingatan indah tentang keduanya. Hari dimana Tine tidak bertanya tentang siapa dirinya, kenapa mereka bersama, dan berbagai pertanyaan lain yang terkadang membuat nyeri ulu hatinya.
"Tine ingin jalan-jalan, Wat tidak bosan di rumah?" ada bongkahan bahagia yang meresap diseluruh sel darahnya, Sarawat tahu kenapa dia begitu mencintai pemuda bernama lengkap Tine Theepakorn dengan sindrom anehnya itu.
Dia tahu pasti kenapa, dan untuk semua itu Sarawat hanya perlu tersenyum mengiyakan apapun yang Tine pinta untuk hari ini sebab dia tidak akan pernah tahu apakah masih akan ada hari berikutnya di mana Tine bisa mengenali dirinya.
"Kita akan berkencan hari ini. Bersiaplah."
.
.
.
.
.
Tawa lembut Tine terdengar begitu renyah, pemuda dengan perut yang tampak semakin membesar di kehamilannya yang masih berumur cukup muda itu antusias dengan bianglala dan komedi putar yang menjadi kandidat berikutnya untuk mereka naiki. Mau tak mau Sarawat ikut serta, dia tentu tak ingin terjadi apa-apa pada suami serta anaknya.
"Tine, berjalanlah perlahan. Komedi putar itu tidak akan pergi meskipun kau berjalan seperti siput." Tine hanya tersenyum menanggapi Sarawat, menautkan jemarinya dengan begitu pas pada milik Sarawat lantas mengajaknya ikut serta. "Karena itulah aku tidak ingin Komedi putar menungguku terlalu lama, aku berlari agar dia tidak bosan menungguku Wat."
Sarawat lagi-lagi hanya tersenyum dengan melihat tingkahnya, apa dia akan bosan menunggu Tine?
"Ya, apapun asal kau bahagia. Tine."
Tidak, Sarawat tidak akan tahu apakah dia masih bisa bertahan selamanya di sisi Tine. Dia hanya manusia biasa, dia bukan dewa, dia hanyalah seorang laki-laki yang punya emosi serta rasa lelah yang wajar. Dia, Sarawat. Ya, dia hanyalah seorang manusia yang memiliki hasrat serta kebutuhan yang terkadang tak bisa terpenuhi hanya karena ada Tine disampingnya.
.
.
.
.
.
Prahara itu datang, membelah lautan tenang dengan sebuah gemintang. Siklus yang terjadi pada Tine menjadi lebih lama, dan Sarawat yang merasa frustasi memilih pergi untuk menghilangkan seluruh penat yang kian mencekam relungnya. Lantas, disana Sarawat bertemu pelariannya. Seorang gadis yang begitu cantik, gadis yang begitu tegas namun lembut dalam waktu yang bersamaan. Disana Sarawat melabuhkan hatinya yang kian bimbang. Menunggu Tine terbangun dari siklus yang teramat sangat memuakkan membuat Sarawat kehilangan kewarasan. Dia pergi, meninggalkan Tine dengan seseorang yang sudah sering dia sewa untuk merawat Tine dan anak yang tengah dikandungnya. Katakan saja Sarawat jahat, dia tidak punya hati dan biadab. Namun, apa yang bisa di perbuatnya. Sarawat terlalu lelah dan Pam datang sebagai tumpuan yang membuat Sarawat merasa nyaman.
"Kapan kau akan menceraikannya?" sebuah tuntutan kini datang dari Pam yang berada dalam pelukan, sudah berbulan-bulan mereka menjalin hubungan dan Sarawat memang serius dengan apa yang tengah di jalani sekarang.
Pam adalah pelabuhannya yang lain, tempat dia merasa bahagia dan melupakan sejenak belahan lain hatinya yang kini tengah tertidur tanpa tahu bisa terbangun detik ini ataupun lusa.
Sarawat membelai lembut punggung tangan Pam, membawanya mendekat untuk dia genggam dalam hangat.
"Aku tidak akan membiarkanmu menunggu terlalu lama Pam." Ucap Sarawat kemudian. Pam mendesah, melabuhkan kepalanya pada dada bidang Sarawat sembari berkata.
"Tapi kau tetap saja membiarkanku menunggumu. Wat."
Sarawat menyelipkan sebuah ciuman dipuncak kepala Pam, membelainya penuh kasih dan berbisik. " Aku akan menceraikan Tine setelah anakku lahir di dunia."
Karena tak ada satupun tahu apa yang akan terjadi pada Tine, tak ada satu orangpun tahu kapan pemuda itu terbangun dari tidur panjangnya. Secara medis dia memang baik-baik saja. Ya, dia hanya tertidur namun semua itu mulai tak wajar. Dan Sarawat telah lama menyerah menunggunya, dia lebih memilih menunggu waktu yang tepat agar bisa melepas Tine. Waktu dimana anaknya lahir di dunia.
.
.
.
.
.
Bright selalu datang ke kamar ini setiap pagi, ia akan datang memonitor perkembangan kesehatan Tine dan membersihkannya. Pemuda cantik yang tengah hamil itu tertidur begitu lama karena sindrom aneh yang jarang sekali di derita puluhan juta manusia di sebagian dunia. Sleeping beauty, Bright terkekeh saat tahu nama sindrom aneh itu namun sekarang tidak. Dia tau memang sudah seharusnya di namakan seperti itu sebab pemuda yang tengah tertidur ini memang begitu cantik, teramat sangat cantik melebihi bayanganya tentang dewi dan malaikat yang diceritakan oleh dongeng serta al-kitab.
"Wat?"
Bright tersentak seketika, dia berhenti memeriksa selang infus dan kini menatap penuh kejut pada sosok Tine yang kini terbangun dengan menyebut nama Sarawat. Ya, Sarawat adalah seseorang yang menyewanya untuk merawat pemuda cantik ini. Dia suaminya bukan?
Tapi, seingat Bright pemuda bernama Sarawat itu tak mengatakan apa yang harus dia lakukan saat Tine terbangun. Dia hanya dibayar untuk memastikan Tine aman dan baik-baik saja sampai proses persalinan tiba. Lalu, apa yang harus dia lakukan sekarang?
"Hei, kau terbangun. Tine.." apakah dia harus berpura-pura, apakah memang harus demikian. Lagipula Sarawat juga pernah berkata padanya bahwa terkadang Tine akan terbangun dengan tak mengenal siapapun.
"Apakah kau Wat?" ya, sepertinya memang demikian. Jadi, lebih baik Bright mempermudah saja urusannya.
"Ya, aku Sarawat. Suamimu. Tine."
Sebab, saat sang putri terbangun dari tidurnya. Satu-satunya hal yang dia lihat adalah sang pangeran yang berhasil membuatnya bangun dari mimpi panjangnya yang indah namun begitu melelahkan. Sang putri menginginkan sang pangeran. Dan Bright ada dalam situasi di mana dia harus berpura-pura menjadi sang pangeran untuknya tanpa mengerti jika hatinya bisa saja tertawan pada pesona Tine. Sang penderita sindrom sleeping beauty yang seharusnya dia rawat hingga mengabaikan satu hal yang teramat krusial. Sarawat, pangeran yang sebenarnya. Yang tengah bermain-main bersama api tanpa mengerti jika Tine telah terbangun dari tidur panjangnya. Bagaimana kisah keduanya akan berakhir kemudian?
.
.
.
.
.
[ w/n : bonus dari saya sebagai penutup bulan Ramadhan. Ini hanya two-shoot ya, selamat menikmati. Salam badut! En]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top