Path 0.6 - Tes Dadakan (Part I)

Krriiiiiing!!

Bel berbunyi menandakan bahwa pelajaran sudah selesai dan para siswa sudah diperbolehkan untuk kembali ke asrama mereka masing-masing.

Para murid segera membereskan barang masing-masing dan meninggalkan kelas, menyisakan Albert dan teman-temannya yang masih berada di meja mereka.

"Ayo, kita langsung ke asrama aja! Aku sudah penasaran sekali kenapa Varuna bisa berada di Pet's Shelter dan bisa dimiliki oleh Albert," ucap Dave bersemangat.

"Udah, udah. Bahas itu nanti aja. Aku sudah capek sekali," ucap Jenna sambil meregangkan tubuhnya.

Mereka semua beranjak dari kelas menuju kamar asrama. Selama di perjalanan, Albert diam dan tidak mengeluarkan suara sama sekali. Sepertinya, ia sedang memikirkan sesuatu, terlihat jelas di wajahnya.

"Hei Albert, kenapa kau diam aja dari tadi?" Ucapan Dave membuyarkan lamunan Albert.

"E-enggak, aku nggak apa-apa, kok." Albert mengulum senyum di wajahnya.

Tak berselang lama, mereka sampai di depan kamar mereka. Mereka membuka pintu kamar, langsung melakukan aktivitas masing-masing. Dave langsung menuju kasurnya, lalu tertidur pulas. Yang lain hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala mereka.

Sedangkan, Alice dan Nessa menuju kamar mandi, membersihkan diri mereka dari peluh karena latihan di lapangan beberapa jam lalu.

Mungkin wajar bagi Nessa melakukan itu, dia memang berlatih di bagian lapangan yang terkena sinar matahari yang terik tanpa penghalang sama sekali. Sedangkan Alice? Ia berlatih di bawah pohon yang rindang. Seharusnya dia tidak kepanasan sama sekali, tapi tetap saja merasa kepanasan dan berkeringat.

Kalau Albert? Saat ini, dia sedang berada di ruang Sky-Pet untuk memberi makan Sky-Pet-nya, Varuna. Sebenarnya, ia ingin sekali bertanya tentang ucapan Miss Viola tadi kepada Varuna, namun ia mengurungkan niatnya. Mungkin aku menanyakannya di lain waktu saja, pikir Albert.

Setelah memberi makan Varuna, dia keluar dari ruangan itu dan melangkahkan kakinya menuju kasur. Ia segera membaringkan badannya, meletakkan kepalanya di atas bantal yang empuk. Ia memejamkan matanya, sebelum tablet-nya tiba-tiba bergetar.

Drrrtt!

Albert segera mengambil Sky-Tab miliknya, menyalakannya. Ternyata ada sebuah notifikasi. Sebelum melihat isi notifikasi tersebut, Albert melihat pengirimnya. Pengirim notifikasi itu adalah kepala sekolah akademi itu, Mr. Varius. Mengingat jabatan pengirim itu, pastilah notifikasi ini penting. Tanpa membuang waktu lama, dia segera membuka notifikasi itu dan membacanya.

Perhatian kepada seluruh murid Skylar Academy!

Sekitar dua jam lagi, kalian harus segera pergi ke lapangan karena akan diadakan tes dadakan. Diharap untuk segera bersiap-siap karena test ini sangat penting dan sangat mempengaruhi nilai kalian nantinya!

Bagi kalian yang bertanya-tanya mengapa tiba-tiba diadakan tes dadakan, itu karena kami hanya ingin mengetahui level kemampuan kalian saja. Jika kalian mendapatkan poin yang tinggi di tes ini, maka poin itu bisa membantu nilai kalian jika kalian mendapatkan nilai yang buruk. Mungkin, hanya itu saja yang bisa saya sampaikan. Sekian dan terima kasih.

Tertanda

Kepala Sekolah,
Varius Ferdinand


"Albert, kamu dapat pesan dari Mr. Varius juga?" tanya Jenna.

"Iya," jawab Albert, mepihat seklai lagi isi pesan tersebut. "Tes dadakan? Maksudnya apa ini?"

"Haduh, padahal mau santai, tapi malah ada tes dadakan ...." Jenna mengacak-acak rambutnya. "Jahat benar akademi ini!"

"Tapi lumayan, 'kan, bisa menambah nilai?" ucap Alice. "Positive thinking aja dulu, jangan melihat sesuatu hanya dari sisi negatifnya aja."

"Betul juga, sih," ujar Jenna. "Ngomong-ngomong, kita bangunin Dave, nih?"

"Aku ada ide," ucap Albert sambil tersenyum licik. "Ayo sini, aku beritahu ...."

Alice dan Jenna segera mendekati Albert karena penasaran dengan aoa yang ingin dibicarakan Albert. Albert pun membisikkan sesuatu di telinga mereka. Tak lama kemudian, mereka berdua ikut tersenyum licik.

"That's a brilliant idea!" ucap Nessa.

Mereka mulai menjalankan ide kejam--yang menurut mereka brilian. Pertama-tama, Alice menciptakan bola air di tangannya, kemudian ia melempar bola air itu ke arah Dave. Alhasil, Leon tersentak kaget dan terbangun dari tidurnya.

"TSUNAMI!!! AYO LARI DARI SINI!!!" jerit Dave, lalu terjatuh dari kasurnya yang bisa dibilang tinggi.

Brukk!

Lalu, Albert segera menuangkan ember berisi es batu yang telah dia persiapkan ke atas kepala Dave. Tujuannya, sih, agar pemuda itu tidak mengantuk lagi.

Byur!

"Hyaaa!!! D-dinginnn!!" Dave memegangi kedua lengannya karena merasa kedinginan.

Mereka tertawa terbahak-bahak ketika melihat Dave, bahkan sampai memegangi perut. Lalu, mereka saling tos, menandakan rencana mereka sukses.

"J-jadi k-kalian yang m-merencanakan s-semua ini t-terhadapku?!" Ucapan Leon terbata-bata karena kedinginan.

"I-iya," ucap Nessa sambil berusaha menahan tawanya. "Maafkan kami, ya? Kami nggak merencanakan semua ini. Ini semua rencananya." Nessa menunjuk Albert.

Dave segera mengalihkan pandangannya kepada Albert. Dia pun menatap tajam penuh amarah kepadanya, seakan-akan berkata 'jadi kau yang merencanakan semua ini?!'.

Tiba-tiba, tubuhnya mengeluarkan asap, air yang membasahi tubuhnya entah kenapa mulai mengering. Sepertinya, Leon menggunakan kekuatan apinya untuk mengeringkan tubuh dan pakaiannya yang basah. Setelah mengeringkan tubuhnya, dia bangun dari posisi duduknya dan melangkahkan kaki ke arah Albert, masih dengan tatapan tajam kepadanya.

Albert yang melihat mulai mundur perlahan sambil berkata, "Wow teman, tenangkan dirimu! Tolong maafin aku karena telah mengerjaimu!"

Tapi, Dave tak bergeming. Dia tetap melangkahkan kakinya dengan penuh amarah. Melihatnya seperti itu, Albert terus melangkah mundur sampai punggungnya menyentuh dinding. Dia tidak bisa ke mana-mana lagi.

Tak lama kemudian, Dave sudah berada di depannya. Albert menatapnya ketakutan. Ia tidak pernah menyangka kalau temannya yang satu ini bisa sangat menakutkan kalau marah. Dia melirik ke arah Alice dan Jenna, menatap mereka seakan-akan ingin mengatakan 'tolong aku!'.

Namun, mereka berdua membalasnya dengan menggeleng-gelengkan kepala mereka. Lalu, mereka membalas tatapan Albert dengan menatap penuh pasrah.

Albert menghela napas, lalu kembali menatap Dave yang berada di hadapannya dengan pasrah. Dave masih menatapnya tajam. Albert semakin terkejut ketika melihat tangan Dave yang mengeluarkan bola api.

Karena bingung harus bagaimana, Albert pun berkata, "Tolong maafkan aku. Sebagai permintaan maafku, aku akan mengabulkan apa pun yang kamu minta ...."

Tiba-tiba, Leon tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Albert. "Wahahaha! Kalian semua benar-benar tertipu!"

"A-apa maksudmu?"

"Tadi aku nggak benar-benar marah, kok. Aku hanya bercanda. Aku nggak nyangka kalian benar-benar tertipu," ujar Leon sambil memegangi perutnya.

"Jadi, yang tadi itu hanya bercanda?!"

"Iya, tapi tawaranmu tadi boleh juga! Kau harus mengabulkan apa pun yang kuminta, ya!"

"Huft ... terserahlah, aku ingin bersiap-siap dulu ...." Albert mengambil handuknya, berjalan menuju ke kamar mandi.

"Siap-siap untuk apa?" tanya Leon bingung.

"Lihat aja sendiri di Sky-Tab-mu!" Sepertinya Jenna juga kesal dengan Dave.

Dave mengambil Sky-Tab-nya dan melihat notifikasi yang dimaksud. Dia membuka notifikasi itu dan membacanya. Matanya terbelalak kaget.

"TEST DADAKAN?!"

"Iya, iya! Udahlah, cepat bersiap-siap! Sebentar lagi kita harus segera ke lapangan karena tesnya akan segera dimulai," ucap Alice, lalu melangkah menuju kamar mandi sambil membawa seragamnya, menyusul Jenna.

Tak ingin membuang waktu, Dave segera mengambil keperluannya dan bersiap-siap.

*****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top