Path 0.4 - Partner
Pagi hari telah tiba. Matahari mulai menunjukkan batang hidungnya perlahan-lahan ke cakrawala. Mengusir kegelapan yang dibawa oleh sang ratu malam dengan cahayanya.
Para makhluk hidup mulai terbangun dari tidur lelap mereka, termasuk Albert. Ia bangun, merenggangkan tubuhnya sebentar. Lalu, pandangannya terarah pada jam di dinding kamarnya. Ia pun membelalakkan kedua matanya.
Jarum jam menunjukkan bahwa 20 menit lagi, bel sekolah akan segera berbunyi!
"ASTAGA! BEBERAPA MENIT LAGI BEL MASUK BUNYI!!"
Mendengar teriakannya, Jenna terbangun dari tidurnya. "Ya ampun, Albert .... Kenapa, sih, teriak-teriak? Ganggu orang bermimpi indah aja ...."
"Mending kamu lihat jam sekarang, deh, Jen. Aku mau mandi dulu!" Albert mengambil handuk, dan berjalan menuju kamar mandi.
Pandangan Jenna langsung beralih ke arah jam dinding. Ia penasaran kenapa temannya berteriak ketika melihat jam.
"Oh, jam enam lebih dua puluh menit, toh, aku kirain apa ...." Jenna berniat kembali melanjutkan tidurnya, ketika ia teringat akan sesuatu. "Eh?! Ya ampun, 20 menit lagi bel bunyi!!"
"Alice, Dave! Bangun sekarang! 20 menit lagi bel berbunyi! Kita terlambat!" ucap Nessa dengan volume suara yang cukup keras, berusaha membangunkan Alice dan Leon yang masih tertidur pulas di kasur mereka masing-masing.
"Kenapa teriak-teriak, sih, Jen?" Dave terbangun sambil menggaruk-garuk kepalanya.
"Tuh, lihat jam sana! Aku mau mandi dan bersiap-siap dulu!" ucap Nessa, lalu beranjak menuju kamar mandi.
"Eh?! Ya ampun, kenapa kita bisa terlambat begini?!" teriak Alice, lalu berlari menuju kamar mandi.
"Itu anak satu lagi kenapa pula, ya? Memangnya jam berapa, sih, sekarang?" Pandangan Leon pun terarah ke jam dinding.
"YA TUHAN! BUKANNYA BILANG DARI TADI, KEK!!" Dia segera mengambil handuk dan seragamnya, lalu berlari menuju kamar mandi.
Beberapa menit kemudian, mereka keluar bersamaan dari kamar mandi. Mereka sudah memakai seragam merea masing-masing dengan rapi. Untuk hari ini, mereka memakai kemeja berwarna hitam dengan dasi berwarna biru dengan garis-garis putih, celana panjang (bagi laki-laki) / rok (bagi wanita) berwarna biru dengan garis-garis putih, dan kaos kaki berwarna putih.
Untuk setiap siswa, biasanya dibedakan berdasarkan warna dasi dan celana/rok mereka.
Kelas A : Merah
Kelas B : Biru
Kelas C : Kuning
Kelas D : Hijau
Mereka segera membawa tas masing-masing dan segera meninggalkan kamar mereka, menuju kelas mereka dengan berlari agar tidak terlambat.
Tak lama kemudian, mereka sampai di depan kelas mereka. Sebelum memasuki kelas tersebut, mereka mengatur nafas mereka yang terengal-engal akibat berlari.
"Fyuhhh... untung aja kita gak terlambat..." ucap Albert lega ketika melihat kelas mereka yang belum didatangi guru yang mengajar.
Mereka segera memasuki kelas tersebut, lalu duduk di tempat duduk masing-masing. Tak lama setelah mereka duduk, Miss Viola memasuki kelas tersebut.
"Selamat pagi, Miss!" ucap Rheina-- ketua kelas di kelas itu-- diikuti seluruh murid.
"Selamat pagi! Untuk hari ini, kalian tidak akan belajar--" ucap Miss Viola, lalu dipotong oleh sahutan para murid yang kegirangan.
"Yess!!"
"Bahagianya hati ini!!"
"Yeyyy!! Free class!!"
"Be silent, please!! Kalian ini, jangan potong ucapan orang sebelum selesai berbicara!!" teriak Miss Viola, membuat kelas itu diam.
Kelas itu hening seketika mendengar teriakan Miss Viola yang cetar membahana.
"Oke, untuk hari ini, kita akan membagi partner. Setelah itu, kalian akan berlatih dengan partner kalian masing-masing, karena minggu depan saya akan mengadakan ujian praktek. Jadi, saya harap kalian berlatih dengan baik." jelas Miss Viola panjang lebar. "Oke, apakah ada pertanyaan?"
Seorang murid mengangkat tangannya. "Partner itu apa, Miss?"
"Nah, itu pertanyaan yang saya tunggu! Partner adalah orang yang akan membantu kita dalam pertarungan. Maka dari itu, kalian dengan partner kalian harus bekerja sama dengan baik agar tidak dapat dikalahkan oleh lawan kalian ketika pertarungan." jelas Miss Viola lagi.
"Sekarang, silahkan kalian akan mengambil undian untuk menentukan partner kalian." Dari tangan Miss Viola, tiba-tiba muncul sebuah bola kaca kecil berisi kertas-kertas yang dilipat.
Miss Viola segera berjalan mengelilingi bangku setiap murid sambil menawarkan kertas-kertas di dalam bola kaca itu. Beberapa menit kemudian, semua murid sudah mendapatkan kertas undian masing-masing.
"Baiklah, silahkan buka kertas undian nya! Saya akan panggil nomor undiannya, jika nomor yang kalian punya sesuai dengan nomor yang saya panggil, silahkan angkat tangan kalian!" ucap Miss Viola, lalu mulai menyebutkan nomor undian.
.
.
.
"Nomor 10!"
"Ah, itu nomor undianku." batin Albert.
Dia segera mengangkat tangannya, bersamaan dengan seorang gadis yang sangat dia kenal, Alice. Dia terbelalak kaget melihat Alice juga mengangkat tangannya.
"Berarti, dia adalah... partnerku..." batin Albert. Tiba-tiba, mulutnya membentuk sebuah lengkungan-- senyuman.
"Oke, nomor 10 ada Albert dengan Alice..." Miss Viola menulis nama mereka berdua di sebuah buku.
Tiba-tiba, Leon menyenggol lengan Albert. "Cieee cieee~ Kayaknya ada yang mesem-mesem sendiri nih ye~" goda Leon.
"Ish! Kamu sendiri tadi kan senyum-seyum pas tahu kalau Nessa itu adalah partner mu." ucap Albert kesal.
"Halah, matamu itu masih belekan ya?" Leon tersenyum miring.
Albert hanya menjawabnya dengan helaan nafas kasar, lalu mengalihkan pandangannya ke depan, kesal dengan temannya yang satu itu.
***
"Oke, sekarang kita akan ke lapangan. Ketika sudah di lapangan, kalian mulailah berlatih dengan partner kalian masing-masing. Dan ingat! Jangan berlatih jauh-jauh dari lapangan agar Miss bisa mengawasi kalian semua, mengerti?" jelas Miss Viola panjang lebar.
"Mengerti!" jawab seluruh murid.
Seluruh murid segera berdiri dari tempat duduk masing-masing, lalu mulai berhamburan keluar kelas menuju lapangan. Sesampainya di lapangan, mereka mulai berkumpul dengan partner masing-masing untuk berlatih.
Albert's POV
"Hei, Alice! Sebelah sini!" sahutku memanggil Alice yang kelihatannya sedang mencari keberadaanku.
Saat ini, aku sedang berdiri di bawah pohon rindang yang berada di pinggir lapangan. Ya, alasanku berada di sini karena saat ini sinar matahari panas sekali, sampai-sampai keringatku bercucuran terus-menerus tanpa henti.
"Hari ini, sinar mataharinya kok panas sekali ya?" Alice mengibas-ngibaskan tangannya.
Aku hanya mengangkat bahuku. "Gak tau, padahal tadi ramalan cuaca bilang kalau hari ini gak bakal terlalu panas..."
"Yasudah, sekarang kita mau latihan gimana?" tanya Alice.
"Bagaimana kalau kita panggil SkyPet kita? Siapa tahu mereka bisa membantu kita." usulku
"Boleh tuh! Yasudah, kita panggil SkyPet kita yuk!"
Kami pun menutup kedua mata mereka. Kemudian kami menggumamkan nama SkyPet kami masing-masing.
Tak lama setelah itu, Varuna dan Odette muncul di hadapan kami.
"Hai, pemilikku! Ada apa kau memanggil kami?" ucap Odette.
"Kami ingin kalian membantu kami berlatih. Kami ditugaskan oleh guru kami untuk berlatih dengan partner kami dan kebetulan, Albert adalah partnerku." jelas Alice.
"Bagaimana kalau kalian belajar membuat orb?" usul Varuna.
"Orb?" tanya kami bersamaan.
"Orb adalah kumpulan mana yang dikonsentrasikan dalam bentuk sebuah bola. Biasanya, orang bisa membuat 2 orb. Kalau lebih dari 2, berarti orang itu sangat berbakat. Orb bisa kita gunakan untuk membantu kita menyerang lawan ketika bertarung." jelas Varuna.
Hmmm, orb ya... Boleh juga dicoba sih, siapa tahu bisa berguna bagi kami.
"Baiklah, tolong ajarkan kami ya." ucapku.
"Oke, sekarang pejamkan mata kalian." Kami pun memejamkan mata kami sesuai dengan apa yang diucapkan Varuna.
"Sekarang, kalian coba rasakan energi mana yang mengalir di sekitar kita, lalu kalian coba konsentrasikan dalam bentuk sebuah bola, anggap saja seluruh dunia berkumpul dalam satu titik."
Kami pun melakukan apa yang diperintahkan Varuna. Ya, aku benar-benar bisa merasakan energi mana yang berada di sekitarku. Sekarang, aku harus mencoba mengkonsentrasikan energi mana ini dalam bentuk sebuah bola.
"Oke, sekarang kalian bisa buka mata kalian."
Aku segera membuka mataku, begitu pula Alice. Pandanganku segera beralih ke sekitar Alice. Di sekitarnya, terdapat 3 bola yang kelihatannya terbentuk dari air. Itu pasti yang disebut sebagai orb, dan orb itu terbuat dari air pasti karena elemen utama Alice adalah air.
Wow, ternyata Alice memiliki bakat ya, bisa membuat tiga orb sekaligus. Sekarang, entah kenapa Alice melihatku dengan mulut menganga dan berkeringat dingin.
Karena penasaran, Varuna dan Odette pun mengalihkan pandangannya mereka ke arah yang dilihat Alice, yaitu aku. Sekarang, mereka pun seperti Alice.
Oh, ayolah! Sebenarnya mereka melihat apa sih?! Memangnya wajahku segitu tampannya ya sampai mereka melihatku begitu? Memang aku akui wajahku ini LUMAYAN tampan, tapi gak sampai terlalu tampan juga. Aku gak mau jadi kayak Kulin yang harus menderita karena ketampanannya. #korbanwebtoon
"Sebenarnya kalian ngelihat apasih? Kok ngelihat aku kayak begitu? Bikin risih aja tahu gak sih!" ucapku kesal.
"K-kamu..." ucap Alice gelagapan.
"Apa?"
"Anu..."
"Oh ayolah! Cepet bicara sebenarnya kalian ngelihat apa dari aku!" ucapku greget.
"O-orb yang kau buat..."
"Ya?"
"Itu..."
Karena begitu penasaran, aku mengalihkan pandanganku ke sekitar ku. Keringat dingin mulai mengucur dari keningku. Aku benar-benar terkejut melihat orb yang telah aku ciptakan.
"O-orb yang kuciptakan...ada lima...?!"
*****
Huwaaa, akhirnya update lagi! Maafkan saya karena gak update lama, habisnya saya lagi sibuk sama cerita saya yang lain, udah gitu kemarin ini saya ada PTS (Penilaian Tengah Semester, sama kayak UTS gitu).
Jangan lupa berikan vomment kalian ya! Jangan lupa kritik dan sarannya juga!
Next chapter? Diusahakan cepat ☺
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top