27 - Amarah

Gadis muda di hadapan Eurus tergelak hingga berurai air mata. Sayap telinganya yang mungil dan ramping, mengepak-ngepak gembira. Suara tawanya nyaring, terdengar hingga luar jendela kafetaria.

"Sudah puas ketawanya?" gerutu pemuda Avian itu. Masih berusaha tidak mengacuhkan pandangan geli orang-orang di sekeliling mereka.

"Maaf," bisik Zephira, lemah. "Tapi ... Kau di pemandian ... Terpeleset ... Benjol- ...." Suara seperti bersin meluncur, lalu gadis itu kembali terkekeh. Nyaris tanpa suara, dengan tubuh terguncang hebat, walau sudah diusahakan meredamnya dengan menelungkup di atas meja kafetaria.

Eurus terpaksa memesan segelas minuman lagi, untuk menunggu gadis itu cukup tenang untuk bisa berkomunikasi dengan normal kembali.

"Baiklah, aku sudah tenang."

Eurus bisa melihat wajah Zephira masih merah dan bersimbah keringat. Pemuda itu menyodorkan minuman, yang langsung disambut dengan tegukan panjang.

"Jadi," gadis itu meletakkan gelasnya. "Ada keperluan apa sampai kau menggunakan sihir untuk memanggilku kemari?"

Selembar poster dibentangkan di atas meja. Awalnya Zephira hanya mengernyit, bingung. Kemudian Eurus membentangkan selembar kopian permohonan misi dari guild. Seketika gadis di hadapannya membelalakkan mata.

"Ini ... Serius?!" bisik gadis itu, cemas.

Eurus mengangguk muram.

"Tapi ... Dia Avian seperti kita, 'kan? Seharusnya paham apa yang akan dilakukan para Huma, bila kita yang terlalu minoritas ini berani menyentuh orang-orang sipil. Aku tak tahu dia ada masalah apa, tapi ... bertindak semencolok itu, apa dia tak paham akibatnya pada sesama Avian???"

"Itulah," desah Eurus, berat. "Sepanjang pengetahuanku, dia bukan orang yang gegabah seperti itu."

"Kau ...?!" Gadis itu menutup mulutnya sendiri, melihat sekeliling untuk memastikan tak ada yang ikut mendengarkan obrolan mereka. "Kau kenal buronan ini???" bisiknya sangat pelan, hingga harus mendekatkan wajah untuk memastikan Eurus bisa mendengar ucapannya.

Eurus tak menjawab. Sejak penyerangan terhadap desa mereka, dia tak pernah berjumpa dengan sepupunya sama sekali. Padahal dari penjelasan pegawai Guild, mereka terdaftar di Guild yang sama. Entah karena nasib, hingga mereka tak pernah berpapasan, atau ada yang sengaja mengatur agar para Avian tak berkumpul lebih dari dua orang.

"Lalu apa yang akan kau lakukan?"

Eurus menatap gadis Avian di hadapannya. Dia bisa melihat kegelisahan merembes keluar dari Zephira, terlepas dari usahanya untuk menutupi. Pemuda itu yakin, dirinya pun tidak terlihat setenang yang dia kira.

"Aku perlu mencari tahu lebih banyak, apa yang sebetulnya terjadi." Akhirnya dia menjawab.

"Aku ikut denganmu!" Zephira menimpali.

Mereka berdua mendatangi toko milik klien yang dikatakan pernah diserbu oleh Helios. Di sana terlihat cukup banyak kerusakan pada pintu, jendela, rak-rak pajang. Seperti dihancurkan oleh pedang dan sesuatu yang berat dan tumpul.

Selagi Zephira menanyai para pegawai toko, Eurus sempat melirik bekas hangus di ambang pintu menuju gudang. Sementara sisa pintunya terlihat berkeping-keping, berserakan di lantai. Para pegawai di sana menjawab dengan lancar semua pertanyaan yang diajukan.

"Terlalu lancar!" gerutu Zephira. Ketika mereka sudah cukup jauh dari toko. "Mereka menjawab seperti membaca hapalan."

"Mereka tidak bisa dipercaya." Eurus bergumam, mata emasnya memandang jauh entah ke mana.

"Aku setuju, tapi selanjutnya kita harus bagaimana ... Mundur dari misi? Mungkin akan mengurangi kredibilitas, tetapi setidaknya tak ada catatan gagal di rekor kita nanti."

"Tidak. Justru kita tetap meneruskan," jawab Eurus. "Kau pergilah lebih dulu, tanyakan jalur karavan klien kita!"

Zaphira awalnya terlihat tak setuju, tetapi kemudian telinga sayapnya menangkap suara halus dari kejauhan. Gadis itu pun mengangguk.

"Kita bertemu di gerbang kota?" tanya Zaphira sebelum pergi.

"Kasih tahu saja waktunya." Eurus menimpali sembari melangkah lebih dulu ke arah berlawanan dengan kantor cabang Guild.

Beberapa blok dari situ, jauh dari jalan utama, Eurus melangkah masuk ke bangunan yang terlihat tua dan tak terawat. Baru juga beberapa langkah, sebilah pisau sudah dihunuskan ke arah lehernya. Alih-alih melawan balik, Eurus memilih untuk mengangkat kedua tangan, menunjukkan bahwa dia tidak akan melawan.

Pemilik pisau keluar perlahan dari persembunyiannya di balik pintu. Masih dengan pisau terhunus, dia memberi aba-aba pada orang lain dalam ruangan untuk mengambil senjata-senjata Eurus.

"Ada perlu apa anjing guild sepertimu kemari?"

"Hei, itu rasis. Lagipula, apa kau tak bisa melihat sayap telingaku?" Eurus mengepak-ngepakkan sayap telinganya yang kecokelatan.

"Sepertinya dia Avian asli."

"Tentu saja!" sergah Eurus, sedikit tersinggung. "Kalau tidak, bagaimana aku bisa mendengar panggilan dari rekan kalian?"

Penodongnya melihat ke arah lain dengan bingung. Dari arah tersebut terdengar suara tepukan tangan. Eurus harus memicingkan mata karena sosok yang baru saja mendekat membelakangi cahaya dari jendela.

"Ketajaman telinga sayap kalian memang bisa diandalkan," komentarnya, masih bertepuk tangan. Eurus belum bisa melihat sosoknya dengan jelas, tetapi dia mengenali suara dan cara bicara itu.

"Sersan Reinhald Peterson, lama tak berjumpa!" sapanya pada orang yang terlihat sangat Huma di matanya itu.

"Ah, tak usah panjang-panjang ... panggil saja Ray. Semua teman dekat memanggilku begitu."

Eurus mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Selain orang yang menodongkan pisau dan Sersan Peterson, masih ada beberapa orang lagi dalam ruangan. Semua tampak waspada. Dan tak seorang pun dari mereka yang bukan demi-human.

"Baiklah, Ray. Boleh tanya, apa maksud pesan yang kau kirim dengan menggunakan sihir angin?"

Sersan Peterson tersenyum, memberi aba-aba agar demi-human yang menodongkan pisau, menyarungkan kembali senjatanya.

"Persis seperti yang kukatakan dalam pesan, pedagang itu menculik dan menjual demi-human sebagai budak, mereka sedang menahan seorang Avian untuk dilelang secara ilegal."

Hanya mendengar ulang kalimat itu saja sudah cukup untuk membuat otot-otot kening Eurus berkedut. Dia mengagumi kemampuannya menahan diri untuk tidak bergegas menyerbu toko kliennya. Dirinya yang dulu pasti tak akan menunggu konfirmasi Sersan Peterson maupun persetujuan Zephira.

"Apakah bisa dibuktikan?" tanya pemuda Avian itu akhirnya setelah beberapa kali menarik napas untuk menenangkan diri.

"Sayangnya kami tak punya. Dia menggunakan koneksinya untuk menyamarkan dagangannya dengan sangat baik. Beberapa kali serangan yang kami dan pihak lain lakukan, hanya menghasilkan temuan beberapa dokumen jual-beli. Tersamar dengan kode-kode, yang menyulitkan kita untuk mengetahui benda apa yang dijual dan kepada siapa saja."

"LALU BAGAIMANA KITA BISA MEMBEKUKNYA?!" seru Eurus, susah payah menahan emosi yang semakin meluap. Mengakibatkan embusan hawa dingin menyebar ke seluruh penjuru ruangan. "BAGAIMANA AKU TAHU KAU TIDAK MENIPUKU ... MENIPU KAMI DENGAN WUJUD HUMA-MU?!"

"Tenanglah sedikit, Avian!"

Kali pertama sejak mereka bertemu, Eurus melihat Sersan Peterson berkata setegas itu. Ada sesuatu dalam suaranya yang membuatnya sedikit ciut. Sungguh aneh, bahkan amarah Helios saja tidak bisa membuatnya takut.

Eurus tertegun sejenak, kemudian buru-buru merogoh saku jubahnya—tak mempedulikan kepanikan orang yang tadi menodongnya. Mengeluarkan poster yang tadi diperlihatkan pada Zephira. Dia mengamati ulang raut wajah sepupunya yang tergambar di situ.

Awalnya wajah bengis Helios terlihat seperti sesuatu yang sengaja dilebih-lebihkan oleh pelukis poster. Kemudian Eurus menyadari, ekspresi Helios itu adalah sesuatu yang biasa terlihat bila terjadi sesuatu pada adik kembarnya.

"Kenapa, Avian ... Apakah ada sesuatu dengan poster buron itu?" Sersan Peterson ikut mengintip, penasaran.

"Lunos," gumam Eurus muram.


***===000===***

Tema hari ke 27: Hasil gacha genre, pilih urutan ketiga dari 5 hasil gacha yang didapat.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top