10 - Kebahagiaan
Apabila diminta untuk menyebutkan hal-hal yang membuat Lunos bahagia, sangat mudah bagi Helios untuk menjawabnya.
Sudah sejak masih di desa tempat mereka menetas, dia tertarik pada makanan-makanan lezat terutama yang tampilannya unik dan cantik. Pipinya akan menggembung karena berusaha menjejalkan rasa yang sangat dia nikmati itu sebanyak dan secepat mungkin, takut kakak kembarnya meminta–padahal Helios sudah memiliki jatahnya sendiri.
Berikutnya, Lunos akan segera menyetujui permohonan klien apabila mereka bisa tidur di kasur penginapan yang bersih dan empuk. Walau dia juga tak menolak berbaring berbantalkan kain yang membungkus jerami, asalkan sambil menikmati langit malam yang cerah dan sejuk. Nilai plus kalau tidak ada serangga yang mengganggu.
Lalu, tempat buang air yang nyaman dan bersih. Bertualang memang menyenangkan, tetapi harus menggali tanah dan bersembunyi di balik semak-semak untuk menuntaskan hajat ketika berada di alam bebas, sangat merepotkan. Pemuda Avian itu akan langsung bersikap sangat sopan pada klien mereka bila diizinkan menggunakan toilet yang bersih.
Lalu pakaian. Fashion. tak peduli selelah apa perjalanan mereka, mata kuning keemasan Lunos selalu berbinar-binar saat melihat pakaian yang dianggapnya keren. Kain yang halus dan nyaman, sedikit mengurangi kepraktisan tak mengapa. Bordiran yang rumit dan indah, membentuk sulur-sulur melingkar dan bercabang atau membentuk pola geometris yang serasi. Tak lupa aksesori yang tepat untuk melengkapi penampilan secara keseluruhan. Pemuda itu rela dibayar dengan satu stel pakaian untuk sebuah permohonan klien.
Helios tahu itu semua. Tanpa kesulitan, dia menggunakan hal-hal tersebut untuk memancing motivasi Lunos dalam menyelesaikan quest. Berkat itu Avian bersaudara mulai mendapatkan nama di kalangan sesama Mercenary–orang bayaran, biasanya untuk jasa pengawalan, mencari barang, atau pengantaran. Memudahkan mereka mendapat klien, tetapi juga memudahkan mereka dilacak oleh orang-orang dari kerajaan yang memburu suku Bald Eagle.
Apabila diminta untuk menyebutkan hal-hal yang membuat Helios bahagia, Lunos pasti akan menjawab: ketenangan, keteraturan, keamanan, dan kestabilan. Apabila tak berhasil mendapatkan semua itu, Helios biasanya jadi penggeram. Mudah uring-uringan.
Dengan alasan yang kurang lebih sama, Helios pernah mengatakan ingin membeli kereta karavan untuk perjalanan mereka. Sayangnya uang hasil menjalankan misi mereka tak pernah cukup.
***
"Tudung ini sudah tidak membantu," celetuk Helios datar, ketika akhirnya mereka bisa beristirahat setelah mendapatkan hadiah hasil dari menjalankan misi.
"Yang benar saja ... Aku suka tudung ini!" protes Lunos pada kakak kembarnya, mempererat genggaman pada jubah bertudung yang mereka dapat beberapa misi yang lalu.
"Kau boleh pakai tudungnya, tapi kita harus ubah warna rambut." Helios memperjelas maksudnya. "Avian Bald Eagle tak banyak. Pasti ketahuan."
Lunos terdiam. Selama ini mereka mengaku sebagai sebagai demi human lain, atau kalau harus menunjukkan bahwa mereka bangsa Avian, mereka mengaku dari suku Angsa Putih. Biasanya orang-orang akan langsung percaya begitu melihat rambut dan telinga sayap mereka. Namun suatu saat, bila situasi mengharuskan mereka mengembangkan sayap mereka yang berbulu cokelat di hadapan umum, orang pasti bertanya-tanya.
"Andai saja para Huma itu tak memburu kita," keluh Lunos, mengempaskan tubuh di kasur penginapan.
Dia memang merindukan saat-saat di desa mereka dulu, bersama keluarga dan teman. Namun Lunos cukup menikmati petualangannya bersama Helios. Tidak selalu nyaman, tetapi bisa bebas memilih untuk pergi ke mana saja. Mereka juga tidak diawasi oleh para tetua untuk selalu mematuhi lusinan aturan desa.
Hanya saja, harus selalu waspada terhadap tanda-tanda para pemburu, lumayan menguras tenaga.
"Lunos ingin para pemburu itu enyah?"
"Aku tak bilang begitu!" sergah Lunos cepat. Sampai melompat dari kasur tempat dia berbaring.
Pertanyaan kakak kembarnya itu akan terdengar biasa bila orang lain yang mengucapkan. Namun bila Helios yang berkata, maka maksudnya mungkin tak hanya para Huma yang sedang mengejar mereka. Mungkin setiap ada yang menunjukkan niat mengejar mereka, akan dienyahkan olehnya.
Lunos mengusap lengannya sendiri. Bergidik. Masa depan di mana bukan hanya para Huma, tetapi demi human lain juga memusuhi mereka, terbayang dalam benaknya.
"Kalau kita mengaku bukan sebagai saudara kembar ... Mungkin mereka tak akan bisa melacak lagi," ujar Lunos, lambat-lambat sambil terus memperhatikan reaksi kakaknya.
Helios membisu. Berdiri tak bergerak seperti patung.
"Bukan saudara lagi?" tanya Avian besar itu, tepat ketika Lunos mulai gelisah dengan diamnya.
"Kita tetap saudara, kau tetap kembaranku," jawab Lunos secepat mungkin. "Kita hanya perlu ...," dia menggerak-gerakkan tangan, mencari kata yang tepat. "Hanya perlu menyamar sebagai yang lain, jadi saudara biasa atau sepupu ... Seperti yang kau bilang tadi, hanya seperti mengubah warna rambut. Menipu para pemburu."
"Kita akan tetap bersama?"
"Tentu saja!" tambah Lunos riang, dengan jempol teracung tinggi. "Kita bisa ambil misi-misi yang selama ini kita tolak, mendapat lebih banyak uang, dan membeli kereta karavan yang kau inginkan, Helios. Dengan empat kuda!"
Helios tersenyum mengiyakan. Lunos pun mengangguk puas.
Sebetulnya bagi Helios, asalkan bisa bersama adik kembarnya saja dia sudah bahagia. Entah itu ada di pulau terpencil di tengah samudera berombak ganas atau sembari menjalani petualangan yang mengharuskan dirinya mempersiapkan segala hal, mulai dari tempat tidur hingga kakus darurat. Kereta karavan yang dia sebut, hanya untuk mempermudah perjalanan mereka saja.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top