Bab 4 - Restu
"Apa?! Kamu ingin ikut acara seperti itu untuk membantu sekolah? Apa aku tidak salah dengar Lang?" wajah Mey seakan seperti panci rebus yang siap meledakkan air panas didalamnya.
Sepulang sekolah Langit tidak biasanya mengajak Pak Jenggot dan Mey mengobrol bersama di ruang bawah tanah. Jika biasanya Langit lebih memilih bersikap dingin dan hanya berlalu begitu saja menghampiri tempat latihan, kini ia mengumpulkan dua orang yang selama ini berjasa telah menampung dan mengurusinya baik itu di sekolah maupun di asrama. Mey yang baru saja pulang sekolah dengan riang gembira karena baru saja klub ekstrakulikuler karate yang ia ikuti di sekolah memilihnya menjadi kandidat peserta dalam pertandingan antar wilayah, kini wajahnya berubah menjadi tidak percaya dengan mulut menganga tak percaya. Hampir lima belas menit dihabiskan untuk menceritakan kronologi kejadian ketika Langit pulang terlambat hingga peristiwa yang mengejutkan yang baru saja menimpa Sekolah Angkasa. Semuanya Langit ungkapkan sampai ke detil terkait undangan menjadi pemain baru pada permainan KoRF, King of Raging Fist.
Sesaat Mey tidak percaya dan tidak habis pikir juga. Mana mungkin ada sebuah permainan yang mempertaruhkan nyawa untuk sebuah gelar dan sejumlah uang? Bahkan undangan pemain barunya datang tepat setelah Langit mengalami insiden beberapa hari yang lalu? Sangat tidak masuk akal bagi Mey. Setiap orang wajar bila diserang ketika Night Hour berlangsung, tapi kenapa ketika Langit yang mengalami secara "kebetulan" mendapatkan undangan misterius seperti itu? "KoRF", nama yang bahkan secara "kebetulan" pula muncul tanpa ada berita di media manapun. Ini semakin menambah kecurigaan Mey. Nafasnya yang tak henti-hentinya menderu ditambah dengan emosi yang terus meluap-luap menambah wajah serta bulir-bulir keringat setelah latihan membuat Mey semakin merah bagai udang rebus.
Dalam beberapa detik setelah Mey angkat bicara, ketiganya saling terdiam. Belum ada satupun dari mereka yang membuka mulut. Semua masih beradu dalam benak masing-masing.
"Apakah anda yakin bila ini bukanlah penipuan?" tanya Pak Jenggot dengan nada begitu tenang. Bila dilihat sekilas gaya beliau seperti orangtua bijak meski dengan penampilannya yang serba tertutup itu juga tetap menyisakan hawa misterius. "KoRF sendiri tidak pernah diberitakan di media manapun, kita tidak bisa langsung yakin 100% tuan."
Langit segera menghampiri PC milik Pak Jenggot di sudut ruangan. Membuka browser lalu mengakses e-mail pribadinya sekaligus membuka pesan singkat yang ia terima tadi siang. Setelah semua pesan terbuka, layar PC dan ponselnya ia hadapkan kedepan Mey dan Pak Jenggot. "Lihat! Pesan di e-mail ini muncul tepat setelah aku pulang dari insiden penyerangan malam itu, sedangkan pesan di ponselku juga berisi notifikasi dari KoRF. Ini artinya pesan ini cukup menguatkanku untuk ikut dalam permainan ini! Satu-satunya cara untuk menyelamatkan sekolah adalah dengan ikut dalam pertarungan ini!" jawab Langit dengan mata memancarkan penuh semangat.
Mey yang melihat itu semakin geram. Apa Langit sudah kehabisan ide? Tidakkah ia mencoba untuk konsultasi terlebih dahulu? Baru beberapa hari ini ia memperlihatkan kebolehannya dalam beladiri di ruang latihan dan sekarang sudah nekad mengajukan diri untuk ikut pertandingan itu?
"Aku sudah memantapkan hati." Jawaban teguh Langit membuktikan bahwa lelaki ini tidaklah main-main. Ini kali pertama Langit berbicara seserius ini semenjak ia menginjakkan kaki di Sekolah Angkasa ini.
Ping
Mendadak muncul pesan bersamaan baik di e-mail maupun ponsel milik Langit. Pesan yang datang dari pengirim yang sama. KoRF. Benar adanya bahwa pesan ini berarti semakin menguatkan bahwa KoRF memang benar adanya. Langit kemudian membuka pesan tersebut. Muncul sebuah pesan agar pemain baru untuk mencantumkan nama pemain dan foto profil pada kolom kotak berukuran 4 x 4 dengan resolusi tinggi agar foto terlihat jelas oleh panitia maupun pemain serta tombol submit dibawah pesan tersebut.
Saat jarinya mencoba mengetik ponsel, Pak Jenggot menghalangi. "Tuan Langit, sebelum anda masuk terlalu jauh ada baiknya dipikirkan terlebih dahulu. Permainan KoRF ini meminta nama dan foto identitas, sudah jelas anda akan dikenal banyak orang, dan harus kita pertimbangkan kemungkinan yang terjadi saat anda nanti benar-benar masuk kedalamnya." Suaranya yang terdengar bijak membuat Langit menghentikan jemarinya dan terdiam sejenak.
Tangan Mey juga sudah terkepal sangat keras saking geramnya dengan keputusan lelaki yang ada di hadapannya. Entah perasaan apa yang tengah berkecamuk dalam hati Mey, namun ada segelintir rasa tidak terima dengan keadaan ini dan hal lainnya yang terus membantah keputusan Langit. Bibirnya tetap terkatup namun matanya terus mengkerut dengan kepala tertunduk.
Langit juga tidak berkata apa-apa. Ia kemudian meletakkan ponselnya dan melangkah kearah tempat latihan. Pak Jenggot dan Mey hanya memandang Langit berlalu begitu saja. Disana mereka melihat Langit langsung melakukan pemanasan dan perenggangan badan untuk bersiap-siap sebelum pada tahap menggunakan alat-alat fitnes dan berlatih beladiri. Sedangkan Mey memalingkan wajahnya sambil menahan kekesalannya.
***
Malam menyelimuti hari yang rindu akan istirahat dan belaian selimut. Diliriknya jam meja yang setia menemani tengah menunjukkan angka 23.15, tanpa terasa sekarang masih waktu night hour. Entah apa yang terjadi diluar sana, kegelapan ini akan terus menutupi setiap kejadian yang ada diluar sana dan kita hanya bisa bersembunyi di dalam bangunan dan berharap waktu ini berakhir segera serta dapat keluar kembali beraktifitas seperti biasa kembali.
Mey masih setia memandangi langit yang kini tengah berhias bulan purnama. Sungguh bila dibandingkan kejadian yang ia lihat selama ini, hanya cahaya terang nan menyejukkan inilah yang selalu dirinya dambakan. Sinarnya tidak sepanas matahari, namun lembut sehingga mata ini serasa dimanjakan untuk selalu kecantikan pemandangan alam di malam ini.
Meja belajarnya penuh dengan buku-buku yang tak hanya milik dirinya, diantaranya juga ada juga milik Langit. Ya, seperti biasa Mey mengerjakan tugas Langit dan miliknya sendiri. Sebenarnya ini bukan dorongan dalam diri Mey atau rasa kasihan dan iba, melainkan ini adalah perintah sang ayah yaitu untuk selalu mengerjakan semua tugas milik Langit. Sampai hari ini dan detik ini Mey masih tidak paham apa alasan ayahnya ini terkesan terlalu menyayangi Langit dibandingkan dirinya.
Pernah di awal waktu ketika Langit belum lama masuk Sekolah Angkasa ini, Mey sempat membantah perintah ayahnya untuk mengerjakan tugas sekolah milik Langit. Hasilnya cukup mencengangkan, pertama kali itu pula Mey mendapatkan bentakan keras dari sang ayah. Namun ia tak pernah tahu apa yang menyebabkan ayahnya begitu murka, toh ini adalah tugas sekolah biasa. Apalagi sejak itu ayahnya merubah panggilannya menjadi "Pak Jenggot" serta menutupi identitas dan penampilannya tanpa memberikan alasan kepada putrinya.
Namun yang tak pernah ia lupakan adalah perilaku Langit yang tidak seperti yang ia bayangkan. Mey membayangkan saat itu Langit adalah seorang anak orang kaya yang berperangai sombong dan tukang perintah. Namun nyatanya Langit benar-benar diluar dugaan. Matanya yang dingin dan wajahnya yang jarang ramah itu sebenarnya memiliki perhatian juga. Berkali-kali Langit mencoba membantah Mey mengambil PR nya atau berinisiatif untuk juga ikut mengerjakan bersama, namun karena ayahnya sering mengawasi maka kejadian itu hanya bisa berakhir dengan Mey mengucapkan terima kasih dan tetap mengerjakannya sendiri. Namun perhatian Langit tadi itu cukup untuk mengobati beban yang menumpuk di pundak Mey.
Terbesit hati untuk datang ke ruang bawah tanah menyaksikan apa yang dilakukan Langit sekarang ini. Mey segera beranjak dari meja belajarnya menuju lemari bajunya. Tepat di depannya ada keset kecil berbentuk oval. Saat disingkap keset tersebut, terdapat panel yang ketika Mey tekan akan terbuka tangga yang mengarah kebawah tanah. Saat dirinya memasuki pintu rahasia dengan lebar satu orang dewasa, beberapa detik kemudian pintu tersebut otomatis menutup dan keset yang tersingkap tadi tertarik kembali menutupi pintu rahasia seolah tidak terjadi apa-apa.
Setelah menyusuri lorong itu beberapa menit, Mey tidak mendengarkan sama sekali ada suara dari seberang sana baik itu suara ayah maupun Langit. Sampai di ujung lorongpun tak terdengar suara alat latihan dari dalam ruang bawah tanah.
Setelah Mey membuka pintu ruangan, tak ada sosok ayah disana. Biasanya ketika Langit berlatih, ayah mengisi waktu luang hanya sekedar membaca koran lama atau iseng membersihkan ruangan dengan hanya sekedar menyapu atau mengepel lantai.
Lalu ia alihkan pandangannya ke sisi lain ruangan tempat Langit berlatih namun ia tak temukan sama sekali keberadaannya. Bila lampu-lampu ruang bawah tanah masih menyala itu berarti masih ada orang didalamnya, karena jika sudah tidak ada orang yang datang kemari maka lampu ruangan juga akan otomatis akan mati.
Ia coba langkahkan kakinya lebih dekat untuk mencari lebih teliti siapa sebenarnya yang masih di dalam ruangan bawah tanah. Dalam benak Mey terbayang disini ada seorang penjahat yang masuk. Untuk berjaga-jaga Mey meningkatkan kewaspadaan dan matanya mulai awas dengan sekitarnya sambil memasang kuda-kuda pada tangannya. Jantungnya mulai berdegup kencang dan berulang kali ia mengatur nafasnya. Ia melangkah sedikit demi sedikit sambil mengawasi area yang Mey lewati.
Sekilas ia mendengar sayup-sayup suara. Semakin ia melangkah semakin jelas pula suara unik itu. Setelah meluaskan pandangannya, ternyata seorang pria tengah terkapar diatas matras tepat di depan karung tinju. Suara dengkurannya menandakan sepertinya ia kelelahan sekali dengan keringat membasahi tubuh Langit.
"Lang? Bangun dulu Lang tidur di kamarmu," namun Langit tak bergeming samam sekali. Mey sudah mencoba dengan menggoyang-goyang tubuh Langit tapi tetap tak bereaksi sama sekali. Lambat laun Mey mulai menikmati wajah Langit yang tertidur nyenyak. Ia perhatikan dari rambut hingga seluruh bentuk wajahnya yang selama ini Mey hanya lihat sekilas saja. Ia sadari selama ini dirinya tak pernah punya waktu untuk mengobrol lebih lama dengan Langit. Mengenal lebih jauh siapa dia, darimana asal dan apa saja kesukaannya. Mereka sering berada di tempat yang sama namun belum mengenal lebih jauh satu sama lain. Tanpa sadar ia tersenyum selama memandangi wajah Langit. Segera Mey menyelimuti Langit dengan handuk dan bantalan untuk kepalanya.
Sebelum ia kembali ke kamarnya, Mey berbalik menatap Langit.
"Jika memang benar Langit sungguh-sungguh untuk mengikuti pertandingan itu, aku ingin mengujinya dengan tinju ini," dalam hati sambil Mey mengepalkan tangan kanannya.
***
"Hah? Aku tidak salah dengar?" tanya Langit dengan tatapan seperti orang yang baru saja mabuk kendaraan. Ia tidak menyangka orang yang ada dihadapannya saat ini berani mengganggu tidur siangnya hanya untuk menyatakan suatu hal yang dirasa tidak masuk akal. "Kamu ingin menantangku latih tanding malam ini?"
"Iya, aku serius," tatapan mata Mey sangat meyakinkan Langit. "Aku mau malam ini seusai kamu sholat untuk datang ke ruang bawah tanah dan penuhi tantanganku, atau kamu mau aku tarik paksa keluar dari kamarmu?" tanya Mey meyakinkan sambil mencondongkan tubuhnya mendekati Langit.
Jam istirahat, sebenarnya sudah wajar bila Langit menghabiskan waktunya untuk tidur dibawah pohon besar di halaman sekolah dan Mey seharusnya saat ini juga sibuk berkumpul dengan kawan-kawannya untuk menyantap bekal makan siang. Namun siang ini adalah kali pertama Mey mendatangi secara personal dan mengajukan permintaan yang cukup gila. Adu tanding bela diri antara lelaki dan perempuan? Mana ada orang yang memiliki ide segila perempuan berambut pendek sebahu di depannya sekarang? Langit hanya bisa menggaruk tengkuk kepala padahal tak gatal sama sekali.
Mey masih belum menyadari bahwa tindakannya ini telah mengundang perhatian banyak orang. Semua siswa sudah tau bahwa kami berdua hanya bersama dalam waktu yang bahkan tidak lebih dari 2 menit, itupun hanya bertemu untuk menyerahkan tugas kemudian kembali ke rutinitas masing-masing. Maka sangat asing bagi gadis yang terkenal tampilan sporty berhadapan dengan salah satu siswa paling cuek dan penyendiri ini. Mereka semua ada yang menampakkan wajah keheranan, adapula yang saling berbisik dengan sedikit tawa.
"Baik! Sudah diputuskan! Akan kutunggu kamu ditempat biasa!" sambil berdiri dan berkacak pinggang menatap Langit dengan mata yang benar-benar serius. Langit yang masih terduduk di bawah pohon tetap tidak memahami apa yang terjadi barusan. Wajahnya masih kebingungan dengan tindakan Mey barusan. Langit hanya bisa menjawab sambil nyengir dan memiringkan kepalanya karena masih kebingungan.
"Huft! Aku tidak mau tahu! Lihat saja nanti bila kamu tidak datang!" kata Mey sambil berlalu meninggalkan Langit.
Siang ini memang cukup panas, berada di bawah pohon adalah pilihan yang bagus ditambah lagi dengan tidur sambil menenangkan semua kepenatan yang sudah ia lalui di kelas barusan akan menambah kenikmatan besaandar dibawah tumbuhan yang mungkin sudah berusia puluhan tahun ini. Namun dengan datangnya Mey yang terkesan mendadak dan mengajukan tantangan tadi rasanya sungkan bila kembali tidur lagi untuk Langit. Tanda tanya sudah berseliweran di kepalanya menanggapi orang yang selama lebih dari tiga bulan ini telah setia membantunya mengerjakan PR.
Sekali lagi Langit membuka ponselnya, memperhatikan kembali pesan yang dikirimkan KoRF. "Sudah tidak ada waktu lagi. Jika semakin lama ditunda sekolah ini akan..." sambil memandangi gedung sekolah yang masih tegak dengan cat putih dengan logo sekolah terpampang dengan gambar hiasan bintang dan bulan sabit besar.
***
Sambil menyeringai dalam hati Mey berkata, "dimana sih orang itu? Berapa lama lagi ia mau bersembunyi di kamar? Apa perlu aku seret orang itu sekarang?"
Waktu menunjukkan pukul 20.05, sudah tidak tertahankan lagi kesabaran ini untuk menunggu pemuda yang ia tantang tadi siang. Padahal Mey sudah siap dengan seragam latihan karate berbalut warna putih dengan sabuk kuning terlilit pinggang dan juga ikat kepala yang melilit kepala menandakan keseriusannya sebagai petarung. Sambil duduk bersila dan posisi tangan semedi agar tetap menjaga ketenangannya selama menunggu Langit, meski pada realitanya malah terlihat sebaliknya pada wajah Mey. Kulit kuning langsatnya malah terlihat seperti cangkang kepiting yang baru saja di rebus.
Biasanya Pak Jenggot di ruang bawah tanah entah mengerjakan rutinitas seperti membaca koran lama atau buku-buku tua berbahasa asing atau malah hanya sekedar bersih-bersih ruangan, namun hari ini ia tak terlihat berkeliaran disini. Mey tak mengidahkan orang tuanya karena hari ini yang hanya di otaknya hanya bagaimana cara mengalahkan Langit dan menghentikan niat konyolnya mengikuti pertandingan yang entah darimana asal-usulnya.
Ia coba pejamkan mata, mencoba agar dirinya tenang dan tidak terbawa emosi. Dalam benaknya kini bermunculan setiap gerakan yang telah Mey lihat pada latihan Langit. Semua gerakan dari pukulan, tendangan, cengkraman, serangan siku serta liukan tubuhnya. Yang ia rasakan adalah sebuah kekaguman dari seni beladiri yang Langit tunjukkan. Seperti yang selama ini Mey gambarkan ketika dirinya menyaksikan setiap kali Langit memukul wood dummy atau karung tinju, gerakan Langit seperti sedang menari dengan setiap jurus yang ia lancarkan pada sasaran. Semua gerakan dari setiap seni beladiri yang pernah Mey saksikan di televisi seakan semua berkumpul dan menjadi kombinasi. Semua terkesan indah namun mematikan. Bila saja ada kesempatan untuk menguji Langit maka ini saatnya.
CKLEK!
Suara daun pintu terbuka. Saat mata Mey mendelik mencari darimana arah suara itu berasal, ternyata itu dari pintu yang menghubungkan ruang bawah tanah dengan kamar yang tak asing lagi orang itu selalu menjadi pelanggan utama penghuni ruangan ini. Langit. Ia datang dengan tatapan wajah yang seperti biasa, tenang tanpa beban sama sekali. Pakaiannya juga tidak terlihat spesial. Hanya kaos putih lengan pendek, celana panjang training. Benar-benar 180 derajat berbeda dengan yang Mey bayangkan.
"Akhirnya yang ditunggu datang juga ya," sambut Mey dengan senyum kecut.
"Yah terima kasih sudah menunggu ya," jawab Langit sambil nyengir serasa ia tak memiliki kesalahan di depan Mey. Langit tetap melangkah menuju matras tempat ia akan berlatih tanding dengan Mey.
"Tidak perlu berlama-lama lagi," kata Mey sembari mangkit dari duduknya dan mulai memasang kuda-kuda. "Keluarkan semua kemampuan terbaikmu Lang!"
Langit tidak menjawab pernyataan Mey barusan. Ia tetap melangkah kedepan Mey dengan senyum khasnya. Semakin Langit mendekat, jantung Mey semakin kencang berdetak. Menebak-nebak apakah Langit akan langsung menyerang? Atau malah melakukan suatu trik untuk mengecoh lawannya? Semua spekulasi bermunculan seiring Langit yang tidak tahu pasti untuk apa ia tetap berjalan santai mendekati Mey.
"Kamu berani maju Lang?!"
Tepat satu langkah di depan Mey, Langit langsung merentangkan tangan kanannya lurus ke arah wajah Mey sambil dikepalkan telapak tangannya. Sedangkan Langit tetap diam seribu bahasa namun bibirnya tetap tersenyum tipis. 1 cm di depan mata Mey kini ada kepala tangan seorang lelaki yang ia tantang. Kini mata Mey membelalak dengan perlakuan Langit.
"Jangan Bercanda!!!" Teriak Mey sambil menyapu tangan Langit dari hadapannya sambil mengarahkan tinju dan tendangan ke arah Langit. Semua pukulan yang diarahkan Mey adalah serangan mematikan yang diarahkan ke setiap titik vital. Kerasnya pukulan Mey sampai-sampai suaranya memenuhi ruangan bawah tanah.
"HAH! HAH! HEEEAH!" teriakan Mey juga ikut bergema saking bersemangatnya ia menyerang Langit. Langit tidak bersuara sama sekali, ia hanya menangkis serangan kedua tangannya saja.
Seketika serangan Mey kembali menuju wajah Langit, namun lawannya kini langsung menangkap kepalan tangan Mey. Lalu mencengkram pergelangan tangan kanannya serta ditarik hingga tubuh Mey kehilangan keseimbangan sesaat ke arah Langit. Hanya perlu waktu sepersekian detik tarikan Langit berhenti dan wajah mereka berdua kini saling berhadapan.
"Apa maksudnya ini? Kenapa ia menghentikan serangannya?" namun setelah Mey bertanya dalam hati dan mencoba menengok kemana arah lengan kiri Langit dituju, ternyata sebuah kepalan tangan dengan jarak kurang dari 1 cm telah berada di depan perut Mey. Mey menyeringai dan tidak terima dengan perlakuan Langit yang sudah mempermalukannya kali ini. Ia langsung melepaskan cengkraman tangan Langit dan mundur beberapa langkah.
Mey menyeringai, lalu kembali menyerang Langit. Kali ini kecepatan serangan yang ditujukan semakin cepat daripada sebelumnya. Hampir setiap tendangan dan pukulan Mey hanya ditangkis atau dihindari oleh Langit. Saat salah satu tendangan berputar diarahkan pada Langit, dengan sigap Langit langsung menangkap kaki kanan Mey yang kemudian ia putar tubuhnya untuk melempar Mey.
Mey tetap bangkit dan kembali menyerang Langit. Saat mencoba memukul dengan posisi telapak tangannya terbuka dan seluruh jari-jarinya dirapatkan, pukulan itu diarahkan seperti menebas menuju kepala Langit. Namun serangan itu segera ditahan oleh tangan kiri Langit. Tak memberi jeda tangan kiri Mey juga melakukan pukulan, namun pergelangannya segera ditangkap oleh Langit. Segera pria tersebut menghempaskan kedua tangan Mey hingga membentuk tangan Mey terentang kesamping dan Langit memegangi pipi Mey dengan sedikit tepukan.
Sesaat Mey tak menyangka serangan Langit benar-benar tepat mengenai wajahnya, namun tak ada waktu untuk terkagum-kagum saat ini. Mey berusaha melepaskan tangan Langit dari wajahnya dan segera menyerang dengan tangan kirinya, namun sayangnya Langit sudah tidak bisa main-main lagi. Langit dengan cepat segera memukul titik lengan dekat bahu kiri Mey dengan cara menepuk, selanjutnya kearah pundak bahu, perut kanan, lutut kiri dengan sangat cepat. Bahkan Mey tidak sempat menghindar karena pukulan sebelumnya. Semua itu Langit akhiri dengan pukulan langsung ke arah dagu Mey dengan tangan berbentuk cakar namun berhenti tepat sekitar 1 cm lagi.
Kini Mey tidak bisa bergerak lagi. Setelah sekilas melihat semua kecepatan dan kemampuan Langit, ia sadar bahwa lawannya ini bukan sembarang orang.
"Apa-apaan orang ini? Semua serangannya tepat dan telak pada titik vital?!" gumam Mey dalam hati.
Dengan wajah tertegun karena masih tidak percaya apa yang terjadi barusan, Mey mundur perlahan menjauhi Langit tanpa melakukan kuda-kuda lagi. Bulir keringat mulai mengalir pada wajah Mey. Jantungnya masih belum bisa berdetak normal. Semua yang ia dapatkan selama pertarungan dengan Langit segera terproses dalam otak Mey.
Pada serangan pertama, Langit bisa saja menarik tubuhnya bersamaan dengan pukulan dari tangan kirinya yang sudah di arahkan pada perutnya. Pada kondisi tersebut Mey akan mengalami shock sesaat dan segera Langit akan mendaratkan serangan-serangan mematikan lainnya.
Serangan berikutnya juga lebih berbahaya. Langit bisa saja sengaja mengganti posisi tangannya seperti tengah menepuk wajahnya serta kecepatannya dikurangi. Tapi bila lawannya tengah pada posisi serius, bisa jadi arah pukulannya bukan kearah pipinya melainkan kearah batok kepala samping kiri kanan dengan kecepatan tinggi. Ketika itu otomatis lawan akan merasakan shock hebat akibat benturan keras, kemudian Langit akan segera melakukan pukulan mematikan.
Serangan terakhir, semua serangan Mey terkunci karena Langit kali ini memukul titik lemah setiap sendi gerakannya dan berakhir pada pukulan uppercut di bawah dagu yang pastinya lawan akan segera terpental ke atas atau setidaknya langsung kehilangan keseimbangan. Setelah itu.., pasti semua seakan-akan tidak akan ada lagi kesempatan untuk Mey melakukan serangan balasan bahkan dipastikan akan mati atau pingsan ditempat.
Kini bayangan tersebut menghantui pikirannya. Sosok dihadapannya segitu mengerikannya. Dan sekarang Langit kembali menghampiri dengan seunyum tipis sambil berjalan santai seperti diawal. Suhu ruangan sebenarnya cukup dingin karena larut malam, namun keringat yang membasahi sekujur tubuh Mey tidak ada habisnya. Tubuhnya gemetar seakan tengah menyaksikan malaikat maut yang siap menjemput ajal kapan saja. Mey mencoba memasang kembali kuda-kuda, namun tetap saja tubuhnya tidak bisa tenang.
"Kira-kira," kata Langit sambil memegangi tangan kanannya Mey, "bila aku tarik tangan ini kemudian tinju ini mengarah kesini," dengan kepalan tangan kanan diarahkan di depan perut Mey, "lalu tangan kananmu kutarik kearah sini," Langit kemudian menarik dan memutar tangan kanan Mey kebelakang punggungnya hingga tangan kiri Mey memegangi bahunya karena sedikit sakit akibat tarikan tangan Langit, "setelah itu kutendang kaki ini," dengan menendang sedikit belakang lutut kanan hingga dirinya jatuh berlutut, " dan kuakhiri seperti ini," sambil lengan kiri Langit memegang wajah Mey dan hendak memutar kepalanya agar patah leher berakibat kematian.
Setelah mendengar pengarahan Langit, mata Mey langsung membelalak seakan bola matanya ingin keluar. Ini adalah gerakan mematikan! Kalau saja Langit serius melakukan gerakan barusan, detik ini Mey sudah jadi mayat. Tak terasa cairan hangat dari matanya mengalir di wajah Mey dan Langit segera melepaskan kuncian tangannya.
Mey hanya bisa duduk pasrah setelah pertarungan panjang hari ini. Namun dengan kemampuan dan kecepatan serta kekuatan Langit dihadapannya, rasanya baru 100 tahun lagi Mey baru bisa menyamai kekuatannya. Kepalanya tak kuasa untuk tegak kembali dan hanya bisa tertunduk.
"Terima kasih ya sudah membantu latihanku hari ini," kata Langit sambil ikut duduk dan membelai rambut Mey. Merasakan kehangatan itu, Mey langsung mencoba menatap kembali wajah Langit. Ketika mereka berdua saling bertatap muka, terdapat cahaya penyayang pada wajah Langit. Terlukis dari senyum manis yang ia berikan pada Mey. Ia baru sadar bahwa sebenarnya Langit menolak untuk bertarung dengan wanita termasuk Mey, namun karena paksaan tantangannya tadi siang maka mau tidak mau Langit harus menerima tantangan tersebut. Dan ketika pertarungan tadi Langit sengaja tidak membalas pukulannya dan semua serangannya terhenti tepat sebatas di depan jarak sebelum menyentuh tubuhnya atau sekedar menepuk saja. Kini wajah Mey merah tersipu malu meski air mata tetap membasahi, ia coba menghapus air mata itu.
Terdengar suara langkah kaki yang tergesa-gesa. "Ada apa ini tuan?" tanya Pak Jenggot sambil membawa obeng dan palu di kedua tangannya. "Mey kamu kenapa nak?!" segera Pak Jenggot menghampiri putrinya yang tengah terduduk di tengah matras bersama Langit. Setelah pemandangan ayah dan anak yang saling berpelukan untuk menenangkan, Mey kemudian bangkit kembali.
"Apa yang sebenarnya terjadi tuan?" kata Pak Jenggot yang terdengar khawatir dari nada suaranya.
"Maaf pak, kami hanya sekedar latih tanding saja."
"Iya, ayah tenang saja ya," kata Mey sambil menghapus air mata yang tersisa di wajahnya. "Yah, Mey sudah setuju bila Langit mengikuti perlombaan itu."
Ayahnya mulai merangkul putrinya. "Kamu bilang apa nak? Apa ayah tidak salah dengar?"
"Iya yah, Langit ternyata lebih kuat daripada apa yang kita takutkan selama ini Yah." Mey memasang wajah manis untuk meyakinkan ayah tercintanya agar merestui Langit untuk ikut pada ajang pertandingan KoRF. "Langit pasti bisa memenangkannya dan menyelamatkan Sekolah Angkasa ini yah."
Terbitlah senyum tipis dari Pak Jenggot. "Sebenarnya saya juga setuju bila anda ikut pertandingan tersebut." Mendengar pernyataan beliau, Langit dan Mey bersamaan memandang wajah Pak Jenggot saking tidak percayanya. Kemudian saling berpandangan dengan senyum mengembang pada wajah mereka.
"Benarkah Pak?" tanya Langit untuk memastikannya dan Pak Jenggot tetap tersenyum menandakan jawaban beliau adalah "iya" untuk pertanyaan Langit barusan.
"Terima kasih ya ayah," Kata Mey sambil memeluk Pak Jenggot dengan erat.
"Hmm saya juga datang membawa kabar bahagia untuk anda tuan," seketika Mey dan Langit yang awalnya hanyut kebahagiaan mulai kembali sedikit fokus kepada pria tua disana. "Saya sudah menyiapkan identitas baru untuk anda pakai selama pertandingan diluar sana."
"Identitas baru?" tanya Langit keheranan.
"Ya tuan, ini demi keamanan jati diri anda sebagai siswa sekolah ini. Bisa jadi ketika mereka tahu profil pibadi anda, maka suatu saat anda atau sekolah ini akan mengalami sesuatu yang buruk. Maka dari itu anda memubutuhkan identitas penyamaran untuk menyembunyikan identitas asli anda."
"Baiklah itu ide bagus Pak, kali ini saya sepakat dengan ide anda," jawab Langit dengan mantap. "Lantas apa identitas baru saya pak?"
"Identitas anda selama mengikuti KoRF nantinya adalah SKY..."
BERSAMBUNG...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top