Bab 31 - Babak Terakhir (Part 2)

Beberapa pria berkacamata dan jas hitam mulai berdatangan mengacungkan tongkat baton. Namun sebelum beberapa meter mereka sampai, tangan Cyntia diangkat untuk menahan pasukan tersebut. "Kalian kejar Sky! Jangan sampai orang itu bertemu King!"

Setelah orang-orang tersebut pergi, Alice tersenyum sinis. "Hah? Kenapa Lucky Seven sampai repot-repot menahan calon juara bertemu sang Raja? Apa mungkin..."

"KING TIDAK MUNGKIN KALAH! Kami hanya menjaga agar tak orang seperti pacarmu itu tak menyentuh Raja kami." Aura emosi Cyntia semakin terbakar, "lagipula jika kuperhatikan, semua ini pasti ulahmu kan, A5? S bukan tipe persuatif, ia hanya pemimpin dingin yang menjaga jangan sampai rekan seperjuangannya terbunuh. Selebihnya pasti dilakukan oleh orang luar."

"Hmm? Kamu menganalisa atau mengungkapkan rasa kagum kepadaku? Nona Cyntia?" goda Alice.

"Kagum?! Kagum dengan perempuan sok cantik seperti kamu!?" Cyntia mulai melancarkan beberapa tinju dan dua tamparan dengan arah berlawanan yang ditahan dengan sepasang tangan Alice hingga dihempas kembali. Kemudian Cyntia meloncat dan melakukan tendangan di udara hingga lawan di hadapannya itu mundur beberapa langkah setelah menahan serangannya.

Saat satu tangan Cyntia mencengkram leher lawannya, Alice dengan mudah memutar kepalanya sehingga tangan lawan terlepas dan satu pukulan berputar berupa tangan pipih mengenai wajah Cyntia, tak ketinggalan pula tendangan memutar telak mengarah kepala lawannya itu. Namun sayang peruntungan Alice tak berpihak dengan dihempasnya tendangan tersebut.

Satu pukulan mendarat di wajah kedua wanita ini bersamaan, namun tak menyurutkan semangat tempur mereka. Alice menghantamkan sikunya pada pipi Cyntia, sebaliknya wanita dengan kode nama C4 itu juga melakukan pukulan uppercut hingga lawannya itu hampir kehilangan keseimbangan dan diakhiri dengan satu loncatan serta tendangan yang mengenai Alice.

Darah segar sudah membasahi sudut bibir Alice, namun tak menyurutkan dirinya untuk kembali tersenyum menantang perempuan di hadapannya itu. "Hanya segini? Orang yang ini mengalahkanku hanya punya kekuatan sebatas ini saja?"

"Jangan sok cantik ya!!!"

***

BOOOM!!!

6 orang pria tua sejak tadi sudah kalang kabut mendengar ledakan dari berbagai arah di lantai bawah. Dua diantara mereka masih terkesima dengan pemandangan yang disaksikan dari jendela memandang perang yang begitu mengerikan, tiga yang lainnya masih sibuk berjalan tanpa arah memandangi ponsel masing-masing demi mencari keselamatan, sedang satu yang terakhit malah duduk bersimbah air mata dilanda keputusasaan.

"Pak Setyadi! Anda harus bertanggung jawab karena telah mengundang kami datang ke gedung ini!" seru salah seorang bapak tua dengan jas ungu dasi biru. Ia adalah Arya Permadi, EO dari perusahaan eleketronik terkenal Hippo Tech yang telah merajai semua bidang elektronik dalam memenuhi kebutuhan masyarakat negara ini. "Sudah hampir satu jam kita terjebak disini dan masih tak ada kejelasan bagaimana nasib kita disini!"

"Tunggulah!" seru Pak Setyadi berdiri dengan suara lantang. "Kita akan keluar dari sini cepat atau lambat."

"Tunggu? Anda sudah katakan ini 5 kali pada kami dan masih saja nihil!"

"Haduh Pak Setyadi," keluhan datang dari arah pria tua usia 60 tahun dengan setelan kemeja putih dengan balutan vest hitam dan dasi merah gelap bernama Pak Nyomo, "bagaimana ini? Saya harus kembali ke anak istri, sedangkan besok masih ada meeting dengan klien tentang projek senilai jutaan dollar." Wajahnya semakin tak karuan sambil mengacak-acak rambutnya karena imaji yang ia lihat begitu mencekap di lantai dasar gedung Jakarta Theater.

"Hei! Keselamatan kita sedang dipertaruhkan dan kau masih bicarakan soal klien disini?" pernyataan ketus Setyadi membuyarkan 5 orang di ruangan itu. Namun bukan berarti masalah di kepala mereka sirna begitu saja.

"Lagipula untuk apa kita hadir disini? Diundang untuk hadir pada pertandingan KoRF yang kita saksikan secara live? Ide siapa ini? Toh selama ini kita bertaruh lewat dunia maya tetap saja untung." Dan beberapa orang yang lainnya mulai ikut saling menyalahkan.

Setyadi semakin geram, "ide siapa? Jadi kalian pikir setelah protes seperti ini masalah akan selesai begitu saja? Kalian juga kan yang mengiyakan hadir di tempat ini? Seharusnya sekarang ini kita berpikir bagaimana kita keluar hidup-hidup dari kepungan massa di bawah sana."

"Aku ingin segera keluar dari sini Pak Setyadi! Kenapa anda malah mengurung kami disini?" Pak Arya kembali menarik kenop pintu yang begitu keras.

"Bapak-bapak sekalian, kita tadi sudah menerima laporan kalau semua akses kita ke lantai bawah sudah terisolir. Semua lantai di gedung ini sedang mengalami amuk massa dan kalau kita memaksa turun, yang ada malah kita yang jadi mangsa pisau nyasar atau salah tembak pistol! Sadari hal ini kalau kita mau tetap pulang dengan selamat!"

Semakin lama diskusi dalam ruangan itu kian memanas hanya demi membahas bagaimana mereka keluar dari ruang meeting tersebut.

"Hehehe," tawa seseorang dari ruang lainnya menyaksikan 6 orang tua saling berdebat dari layar pengawas, "sebentar lagi peranmu akan berakhir."

***

Suara deru nafas saling beradu cepat. Masing-masing petarung masing berlomba mengumpulkan tenaga untuk bangkit, sedangkan wajah mereka sudah berceceran darah. Arena pertempuran kini berganti area dapur VIP dengan pintu hancur dan beberapa perabot pecah karena ulah dua wanita yang saling unjuk gigi menjatuhkan lawannya.

"Sudah menyerah? Ayo buktikan kalau kamu itu salah satu Lucky Seven." Wajah dan kata-kata Alice berhasil memprovokasi wanita di hadapannya itu hingga bangkit dari tempat ia duduk.

"Heaaaah!!" Cyntia langsung berdiri dan mencengkram leher Alice sampai tubuhnya terangkat. Tak menyia-nyiakan kesempatan, gadis dengan tanktop hitam itu segera membelit lengan kanan Cyntia dan menjatuhkan lawannya itu.

Posisi mereka kini saling terbaring dengan Alice membekap kepala lawan dengan kedua kakinya dan tangannya berusaha menarik lengan Cyntia. Sedangkan wanita berjaket kulit merah itu berususah payah menahan agar lengan kanannya itu tak patah akibat beradu gulat dengan rivalnya itu. Tak makan waktu lama, Cyntia memberikan gigitan keras pada paha Alice dan melepaskan belitan tersebut. Keduanya kini kembali berdiri dan saling menatap dengan tajam.

Tak ada kata-kata yang keluar, hanya posisi kuda-kuda kedua wanita cantik. Perlahan mereka saling mendekat sampai jarak diantara keduanya tak lebih dari sejengkal. Mendadak keduanya saling adu tendang dan Alice mendaratkan satu pukulan telak pada pipi Cyntia. Pukulan beruntun dilancarkan wanita dengan pakaian serba hitam itu hingga salah satu tangannya ditangkap dan diputarnya tubuh Alice hingga menabrak pada meja dapur. Cyntia dengan brutal memukuli punggung dan kepala Alice. Dengan susah payah Alice memandangi sekeliling meja itu mencari sesuatu yang dapat meloloskan dirinya dari kondisi tersebut.

Diambilnyalah baskom teflon dan dihantamkan pada kepala Cyntia hingga tubuh lawan mundur beberapa langkah menabrak meja lainnya. Saat tangan Cyntia spontan melemparkan botol wine yang ia pegang dan telak mengenai Alice. Keduanya terhuyung sesaat akibat shock pada tempurung tengkorak masing-masing.

Ambisi mendorong Cyntia kembali berlari menerjang Alice sambil meloncat dan mengarahkan lututnya pada kepala lawan. Namun Alice mengalihkan serangan itu dan membalas menggunakan sapuan tangan mengenai leher wanita berbaju serba merah itu hingga jatuh tersungkur. Sebelum Alice mendaratkan pukulan pada wajah Cyntia, wanita dengan rambut blonde itu langsung menendang Alice dan segera bangkit. Tanpa membuang waktu, Cyntia memeluk Alice dari belakang dan dengan satu kali hentak tubuh sintal rivalnya itu melayang dan dengan cepat dibanting kebelakang dengan kepala membentur terlebih dahulu.

Seakan dunia berputar, mata Alice perlahan melihat bayang-bayang Cyntia menggenggam benda Panjang berwarna perak. Sebelum benda tersebut menancap di kepala Alice, perempuan itu segera menghindarkan kepalanya dari tusukan pisau tersebut dan langsung menendang kepala Cyntia namun berhasil ditangkap. Melihat adanya celah sempurna, Alice menendang dengan kaki yang lainnya pada perut musuhnya itu hingga mundur beberapa langkah.

Alice pun menerjang dengan cepat, dan disisi lain Cyntia membalikkan badan dan menyiapkan pisau yang telah siap menembus perut Alice saat lawannya itu mendekat. Sayangnya Alice memutar tangan Cyntia hingga menusuk dirinya sendiri, kemudian mendorong tubuh Cyntia hingga menabrak tembok. Tangan lainnya milik Cyntia hendak mencengkram Alice namun ditahan dengan kaki Alice.

Mata Cyntia terbelalak seperti tengah menghadapi malaikat maut. Detik demi detik perlahan mengurangi nyawa gadis pendamping setia King itu hingga satu kaki tempat ia berpijak semakin menurun sampai pada posisi terduduk dengan tangan seolah menusuk dirinya sendiri. Dengan anggunnya, Alice meninggalkan dapur beserta mayat pemain nomor dua di KoRF itu tanpa ada rasa penyesalan sedikitpun.

"Selamat tinggal, rival."

***

BRAK!!!

Enam orang laki-laki bau tanah itu langsung mengalihkan pandangan mereka pada sumber suara. Tak disangka, seorang wanita cantik menodongkan pistol ke arah mereka. Merasa terancam, keenam orang itu mengangkat tangan secara otomatis.

"Wait! Jangan tembak kami!" pria bernama Nyomo itu kini berlutut memohon. "Saya akan beri uang sebanyak yang kamu mau asal lepaskan kami dari sini!"

"Nona manis, tolong kami," Setyadi mulai angkat bicara, "sekarang bebaskan kami dari gedung ini dan nantinya aka nada imbalan yang pan.."

DOR!

Satu peluru telah menembus kepala Setyadi. Setelah tembakan itu, sontak kelima orang lainnya berteriak histeris. Mereka takut nasibnya akan serupa dengan lelaki gemuk di hadapan mereka. Satu persatu dari pria tua di ruangan itu berlutut, bahkan salah satu diantaranya mulai meneteskan air mata.

"Ampun bu, kasihani kami."

DOR!

Satu tembakan kembali membuat para pria tua tersebut ketakutan. Tak ada lagi dari mereka yang berani berkata untuk membela diri. Kini yang tersisa hanya berharap agar nyawa para lelaki bau tanah itu masih ada hingga keluar dari gedung ini.

"Keluar dari sini!" seru wanita tersebut.

"Tapi nona, kami takut untuk turun dari gedung ini. Lagipula masih ada tawuran yang...

DOR DOR DOR!!!

"KELUAR!" dan 5 orang pria tua berpakaian bagai pengusaha itu lari terbirit-birit keluar dari ruang meeting tersebut tanpa tahu bagaimana caranya mereka bisa meloloskan diri dari amuk massa.

Setelah pintu tertutup, Alice segera mendekati pc di depan mayat gemuk Setyadi. Dibukanya segera akses admin pertarungan KoRF. Di dalamnya, semua hal berbau uang sangatlah menyengat, bahkan lebih busuk daripada yang selama ini para pemain duga.

Jadi ini yang menjadi sumber terbesar KoRF? Tak heran bertahun-tahun lamanya permainan ini tak ada matinya meski tak pernah ada juara yang menggantikan King.

Tab menu pada halaman admin yang dimiliki Setyadi kebanyakan berisi taruhan dengan pengusaha lainnya. Ada yang tingkatnya jutaan bagi para pejabat atau pengusaha kecil yang ingin mengadu peruntungan, ada pula tingkat yang lebih tinggi untuk mereka yang telah sampai pada kelas yang lebih makmur. Setelah Alice membuka masing-masing tab, ia mengekspor nama-nama pengusaha yang terlibat dalam judi illegal tersebut dalam sebuah file dan mencuri data tersebut.

Salah satu panel menu bertuliskan "Player", setelah ia masuk terdapat sejumlah nama pemain dari berbagai peringkat beserta keuntungan yang mereka peroleh. Semua tercatat lengkap saat Alice meng-klik salah satu nama pemain, baik itu history pertarungan, list request, maupun status pemain tersebut apakah masih sebagai pemain atau sudah keluar alias mati.

Ada satu panel menu untuk mengatur hadiah bagi para pemenang, dan setelah dicermati menu tersebut telah diset default system agar mereka mendapatkan hadiah sejumlah peringkat yang mereka telah daki.

CKRAK!

Mendengar itu, Alice mengangkat kedua tangannya.

"Tak disangka, Alice alias A5 mantan pasukan JACK? Ternyata tak berubah ya baik itu wajah dan body serta kelicikannya ya. Hahahaha!"

Perlahan Alice membalikkan tubuhnya, ia dapati seorang lelaki dengan dandanan ala badut tengah tertawa sambil memainkan pistol di tangan kanannya. "Kau! Jangan bilang kalau dirimu adalah Clown alias C?"

"Ahahaha! Selalu to the point! Kukira kau ketularan amnesia seperti kekasihmu si S itu, hahaha!"

Dengan cepat, Alice juga mengeluarkan pistol dan menodongkannya pada badut konyol di hadapannya itu. "Selama ini aku sudah mengenalmu sejak video undangan untuk menjadi pemain KoRF. Meski di balik make up tebal, tapi kau tidak bisa menipu mataku!"

"Hoho, coba lihat kondisi kita saat ini? Sama-sama tidak menguntungkan bukan?" perkataan Clown kali ini tak di jawab Alice karena memang mereka berdua berada pada posisi imbang. "Padahal aku punya info bagus yang bisa kita tukarkan satu sama lain."

"Informasi apa yang kau maksud?"

"Kotak Pandora. Pasti kamu tidak lupa dengan benda itu bukan?"

Mendengar kata-kata itu, mata Alice mendadak melebar dan makin mengarahkan moncong pistol ke arah kepala Clown hingga sangat dekat. Jantung Alice-pun kini semakin berdebar menanti kelanjutan kata-kata yang akan terucap dari mulut badut tersebut.

"Katakan!"

"Haha," Clown kemudian berjalan mundur dengan santai menjauhi Alice, "sebelum itu, kita perlu membuat perjanjian yang mudah. Setelah itu, barulah kita bahas tentang Kotak Pandora." Senyum yang ditunjukkan Clown bukanlah ekspresi yang ramah melainkan penuh misteri dan jebakan.

Tak lama setelah berpikir dan dirasa cukup, Alice kembali memasukkan pistol pada holder. "Jangan lupakan janji tentang informasi Kotak Pandora." Dan senyum Clown melebar semakin mengerikan.

***

Langkah demi langkah ia susuri hingga sampai pada ujung jalan dengan cahaya lampu menyilaukan dari sisi luar. Sky, hanya berjarak beberapa meter saja dari pintu kaca yang dibelakangnya telah menanti lawan besar yang menentukan segalanya. Berkali-kali liur ia telan, namun mau tak mau Sky harus melewati takdir untuk menghadapi raja petarung dalam game underground ini.

Inilah waktunya. Tak ada lagi pilihan mundur bagiku. Yang menanti dihadapanku hanya tinggal hidup dan memenangkan pertempuran, atau mati dengan mengubur segala harapan yang kubawa.

Pintu itu lalu Sky buka hingga nampak sebuah lapangan terbang pada lantai teratas Jakarta Theater. Di tengah lapangan, berdiri lelaki dengan perawakan dingin berikut jubah merah membungkus tubuh pria tersebut, kedua tangannya terlipat di depan dada sedang matanya begitu tajam menatap lawan yang baru saja masuk ke arena.

"Selamat datang di arena final, Sky!"

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top