Bab 23 - Itulah Kamu...

"Malam ini kamu datang sebagai siapa?"

"Saya?" tanya lelaki berpakaian vest hitam, celana panjang hitam serta masker dan kacamata gelap. "Dalam setiap pertarungan, saya selalu bertarung sebagai diri saya sendiri." Langit datang lengkap dengan kostumnya sebagai Sky, namun bedanya adalah masih ada rompi dan pemberat di kedua tangan dan kakinya yang masih terpasang.

"Bagus, itu berarti tidak ada dalam hatimu yang ditutup-tutupi. Kalau begitu, lepas semua pemberat itu Lang!"

Satu-persatu pemberat yang terpasang dilepaskannya. Hingga pemberat terakhir dilepaskan, barulah Langit merasakan tubuhnya lebih leluasa dan bebas untuk bergerak. Setelah melakukan beberapa gerakan perenggangan, pemuda itu mulai memandang gurunya dengan tatapan tajam.

"Bagaimana dengan Mey? Tidak mungkin dia mau kamu izinkan melihat pertarungan ini bukan?" tanya Pak Guntur dengan menunjukkan senyumnya yang sinis.

"Dia sudah aman Pak."

***

BRAK! BRAK! BRAK!!!"

"LANG! LANG! LANGIIIIIIIIIT!!!! KENAPA AKU DIKUNCI SEPERTI INI HAAAA!!!!" namun taka da satupun orang yang mendengar maupun menyahuti teriakan perempuan muda ini. Padahal tangannya sudah merah akibat berkali-kali memukul dan mendobrak pintu kayu itu, namun hasilnya nihil.

"Lang? Kenapa? Kenapa aku dikunci di kamar seperti ini?"

Kembali, Mey memasang posisi kuda-kudanya. Saat semua tenaga terkumpul, ia lancarkan semua pukulan dan tendangan pada daun pintu yang kokoh itu. Satu menit, dua menit, tiga menit namun semua usahanya tak membuahkan sedikitpun goresan.

"Hah...hah.. gila! Padahal dari kayu hah.. hah.. tapi kuat sekali..." kemudian Mey merebahkan tubuhnya yang sudah banjir peluh itu, padahal mereka berada di daerah yang dingin. "Langit, Om Guntur, kuharap dua pria itu tidak melakukan tindakan konyol.

Seolah harapannya itu hanya untuk dirinya sendiri, seluruh benda yang ada di sekitar wanita itu tak mampu menjawab perkataannya itu. Hanya angin malam yang senantiasa memberikan kesejukan.

"Hmm? Angin?!" Mey menoleh ke arah datangnya hembusan udara tersebut. Ditangkapnya imaji berupa lubang ventilasi dan jendela kaca. Ya! Baginya ini adalah kesempatan bagus untuk keluar lewat jalur lain. Namun sesampainya di depan jendela, ia mencoba membuka grendel jendela tak kunjung terbuka seakan grendel jendela ini melekat erat pada kusen kayu, padahal sebelumnya jendela ini selalu dengan mudah ia buka untuk memperoleh udara pagi. Tinju bahkan tendangan tak mampu memecahkan kaca jendelanya pula.

"RUMAH MACAM APA INI!!!!!!????? LANGIT!!! OM GUNTUR!!! BEBASKAN AKUUU!!!!!"

***

"Hahaha! Cerdas! Cerdas sekali caramu mengurung Mey di kamarnya, hahaha! Tidak salah Jenggot membimbingmu ya, haha!" setelah sekian detik, akhirnya tawa itu mereda. "Jadi, kamu sudah siap menerima kematianmu? Sky alias Langit?" Pak Guntur mulai menyiapkan kuda-kuda siap tempurnya.

"MAJU!" Langit segera mengambil posisi kuda-kuda.

Pak Guntur mulai melancarkan tinju bertubi-tubi pada Langit. Kecepatan kepalan tangan beliau bagai kilat yang menyambar, bahkan Langit sendiri tidak sempat melihat tinju susulan yang lainnya. Namun dengan instingnya yang mulai berkembang membuatnya mudah menangkis dan mengalihkan serangan yang datang tanpa harus melihatnya.

Seringai itu muncul di wajah Pak Guntur menghadapi sang murid yang telah berkembang. Level serangan mulai ia tingkatkan dengan melakukan tendangan pada pada perut Langit dan tebasan dengan telapak tangannya. Memang Langit kembali dengan mudah menahan serangan tersebut, namun kekuatan dan kecepatannya mulai bertambah sedikit demi sedikit. Bahkan variasi serangan mulai tampak dan mau tidak mau Langit juga harus meningkatkan usahanya untuk mempertahankan dirinya.

Satu serangan ia coba lancarkan pada leher Pak Guntur berupa cakar. Meski dengan mudah ditangkap, namun ia tak kehabisan akal untuk menyerang sang guru dengan bahunya hingga mengenai badan Pak Guntur dan terdorong beberapa kaki. Dilanjutkan dengan satu tendangan berputar pada kepala Pak Guntur yang kemudian berhasil dihindari.

Bagus S! Tunjukkan dirimu yang baru!

Langit mencoba melakukan tinju dengan kedua tangannya, namun berhasil ditangkap dan dibalas dengan satu sundulan keras dari kepala Pak Guntur. Serangan barusan berhasil mengalihkan konsentrasi Langit sehingga dirinya mendapatkan hadiah pukulan keras pada perutnya dan wajahnya. Namun untuk pertama kalinya ia jatuh tersungkur.

Gila! Jadi ini kekuatan Pak Guntur?! Hampir sama dengan yang dimiliki oleh King pada waktu itu! Langit mulai berdiri kembali meski tertatih-tatih memegangi perutnya.

Belum sempat Langit memasang kuda-kuda, Pak Guntur segera membekuk Langit dan melakukan pukulan langsung pada perut lawan sehingga Langit mau tidak mau mati-matian menahan pukulan Pak Guntur sambil berusaha melepaskan bekukan sang guru. Hingga satu pukulan kembali mendarat di dagu Langit hingga dirinya kembali jatuh terlentang.

"Ayo bangun! Hanya segini kemampuanmu selama berlatih dengan saya? HAH!" mata Pak Guntur begitu menyala bagai iblis yang siap mengantarnya ke neraka. Ini berbeda dengan diri belaiu sebelumnya. Beliau benar-benar ingin pertarungan sampai mati kali ini.

Tanpa pikir panjang, pemuda itu kembali bangkit dan segera menerjang Pak Guntur. Satu dua pukulan berhasil mendarat di dada dan perut Pak Guntur, namun itu seolah tidak memberikan efek pada tubuh lawan. Hingga Langit melancarkan satu pukulan tebasan mengarah pada leher pria tua itu, namun pertahanan Pak Guntur begitu kuat.

"Kelihatannya kamu butuh sedikit dorongan ya Lang?" satu pukulan berupa tapak dilancarkan Pak Guntur tepat mengenai dada Langit hingga dirinya mundur beberapa Langkah. Pukulan berutun kemudian dilancarkan lelaki paruh baya itu dan Langit tak mampu menahan kecepatan dan kekuatan lawannya itu. Hingga satu tinju telak memukul pemuda berbaju serba hitam itu dan tendangan berputar menjadi serangan akhir untuk menjatuhkan Langit kali ini.

"Hmph, yakin hanya segini saja? Mana Sky yang sudah naik 200 peringkat? Mana Sky yang berhasil mengalahkan 2 orang Monyet Bersaudara sekaligus? Dan mana Sky yang berhasil bertahan dari serangan King? MANA?!" teriakan itu menggema seantero ruangan latihan itu.

Langit masih bertumpu pada kedua lututnya setelah susah payah berdiri kembali. Sial! Kalau begini terus, aku akan mati konyol disini!

Pak Guntur mulai berlari dengan wajahnya yang mengerikan bagai malaikat pencabut nyawa. Ia sudah siap dengan serangan terakhirnya. Detik demi detik mulai melambat dan bila sepersekian detik berikutnya Langit tidak segera mengubah keadaan, maka ia akan benar-benar tewas.

Segalanya mulai berjalan lambat. Detak jantung Langit setiap hentaknya begitu keras ia rasakan ketika di depannya sudah menanti kematian. Keringat yang mengalir di tubuhnya terasa begitu lambat membasahi, sedangkan pandangan Langit mulai memudar seolah dirinya sudah siap menjemput kematian di tangan gurunya itu.

Sepertinya ini saatnya. Sudah waktunya aku beristirahat. Perlahan kedua mata Langit mulai terpejam.

NGIIIIIIIING!!!!!!!

"Coba lihat anak itu! Aneh sekali, setiap latihan yang diadakan anggota lain, dia pasti ada untuk sekedar menonton..."

"Buat apa dia duduk di pojokan sana? S pasti sedang mencari kelemahan anggota lainnya."

"Heh! Daripada duduk disini, lebih baik kamu berlatih bersama kelompokmu S!"

"Gaya bertarung anak itu unik. Dia seperti jenius beladiri."

"S! Jangan dekati kami! Karena kau..."

NGIIIIIIIIIIIIIIING!!!!!!

Saat kepalan tangan itu sudah tepat di depan wajah Langit, mendadak refleks mendorong kedua tangannya untuk menangkap tinju Pak Guntur dan mengubah tenaga yang dilancarkan sang guru menjadi serangan balik bagi Langit untuk melakukan serangan balik berupa bantingan. Alhasil Pak Guntur kini terlentang di atas lantai ruangan dengan posisi kepala tepat dibawah kedua kaki Langit.

Belum sempat melakukan pertahanan, Pak Guntur segera dihujani pukulan beruntun pada wajahnya. Beberapa pukulan sempat mengenai wajah sangarnya itu, lalu pria tua itu bertahan dengan kedua tangannya. Sekilas terukir seringai di wajah lelaki tua itu dengan sejuta kebahagiaannya setelah merasakan serangan dari muridnya yang telah bangkit, bangkit menjadi lawan yang berhasil membuatnya bersemangat dalam pertarungan kali ini. Langsung saja Pak Guntur melakukan tendangan menggunakan lurut yang di arahkan pada kepala Langit. Sontak Langit menahannya dengan lengan dan mundur akibat dampak serangan lawannya itu.

"Heh," senyum itu mulai terlukis di wajah Pak Guntur sambil mengusap noda darah pada bibirnya, "ayo Lang, kita bertarung habis-habisan sampai kita mati! Hahahahaha!!!" tawanya mulai menjengkelkan bahkan terdengar seperti seorang psikopat penggila pertarungan.

"HEEEEAAAHHHH!!!" ini kali pertama Langit berteriak meluapkan emosinya pada pertarungan miliknya. Ia mulai berlari menerjang sang guru, dan dibalik topeng yang ia kenakan terpancar sorot mata yang berapi-api untuk segera menuntaskan pertarungannya melawan pria sekuat Pak Guntur.

Satu dua tinju Pak Guntur berhasil ia hindari dan ketika tinju berikutnya datang, Langit menyambutnya dengan mengadu siku tangannya itu. Terjadilah adu pukul antara Langit dengan sikunya dengan Pak Guntur dengan tinjunya. Saat ada kesempatan, Langit melakukan pukulan tepat di ulu hati lawannya hingga mundur beberapa langkah. Serangan berlanjut dengan kombinasi tendangan dan pukulan dari kedua petarung.

Menyenangkan! Mengasyikkan! Apa kau merasakannya juga Langit? Sky? S!!! mata Pak Guntur semakin membulat sedangkan seringainya tak bisa lagi ia sembunyikan. Entah gejolak apa yang terus membakar hatinya, namun pertarungan yang pria tua ini lakukan seolah menghilangkan rasa dahaga atas adu bela diri yang sesungguhnya.

Lagi! Lagi! Harus lebih kuat lagi! Mengalahkan King serta menyelamatkan Sekolah Angkasa dapat kuselamatkan! Pasti! Sebarisan gigi-gigi Langit sudah mulai gemeretak mengikuti panasnya pertarungannya kali ini.

Satu pukulan bersarang pada pipi Pak Guntur dan tendangan sapuan mengenai kaki kiri beliau, namun tendangan barusan masih tidak memberi dampak pada kokohnya topangan kaki orang tua tersebut. Tendangan balasan diarahkan pada wajah Langit dan kembali dihadang oleh siku pemuda itu, serta serangan balasan berupa pukulan berupa tapak pada paha Pak Guntur diarahkan dan kena telak hingga kaki yang digunakan Pak Guntur menendang terdorong mundur.

Celahpun terlihat, pukulan berikutnya diarahkan pada paha kaki yang lainnya serta perut Pak Guntur. Langit menciptakan aksi berupa loncatan rolling ke depan dan satu tendangan menghantam kepala pria paruh baya itu hingga tubuh beliau tertunduk akibat dampak serangan barusan.

Pak Guntur berjalan sempoyongan namun seringai itu masih terpampang meski darah segar telah mengalir dari pelipisnya. "Menarik Lang! Ayo kita bersenang-senang sampai mati!!!" lelaki tua itu kembali menerjang, sedangkan Langit hanya berdiri santai menyambut serangan berikutnya.

Saat satu tinju tangan kanan Pak Guntur melayang, Langit segera menahan dengan tangan kirinya bersamaan dengan tangan kanannya yang melesat mengenai dada Pak Guntur namun hanya empat jarinya saja yang tegak lurus memberi jarak. Mata Pak Guntur membelalak melihat serangan yang akan dilancarkan Langit.

Apa?! Tinju satu inci?! Kapan dia mempelajari jurus ini?!

BRAAAAAK!!!

Satu tinju telah memberi dampak yang begitu kuat hingga Pak Guntur mundur beberapa langkah. Satu pukulan yang membuat pria kuat itu jatuh dalam posisi bersimpuh saking kuatnya pukulan itu pada ulu hatinya.

"Hebat Lang. HEBAT! HAHAHAHA! Ayo keluarkan semua kekuatanmu! SEMUA KEKUATAN YANG KAU MILIKI LANGIT!" Pak Guntur kembali berdiri dan memasang kuda-kudanya meski noda darah yang ia muntahkan sudah mengotori wajah tuanya itu.

"Maju kalau berani!" Langit juga tak kalah sigap memasang kuda-kudanya.

"HEEEAAHH!!!"

"HEEEAAHH!!!"

***

CKLEK!

Saat daun pintu itu mulai bergerak, dengan cepat sebuah pukulan melesat menyasar orang yang telah mengunci dirinya semalaman. Namun sayang tinju itu terlalu mudah untuk ditangkap oleh telapak tangan yang besarnya dua kali lipat dari tangan si peninju barusan.

"Om Guntur! Kenapa saya dikunci sepert...," belum selesai Mey berbicara, matanya menangkap imaji tubuh sang paman sudah dengan luka lebam. Beberapa bekas memar dan noda darah yang keluar dari bibirnya masih terlihat jelas. Seolah pamannya ini habis bertarung dengan beruang atau harimau yang lari dari kandang ragunan.

"Om kenapa?! Kenapa bisa luka-luka seperti ini?"

"Tidak perlu cemas, hanya habis main dengan temanmu itu Mey. Hahaha!"

"Ish om habis melakukan apa dengan Langit? Kalau sampai ada apa-apa..." Mey sudah menyiapkan kepalannya untuk meninju orang tua di hadapannya ini.

"Hahaha! Yang jelas semalam itu menyenangkan! Sana kamu buatkan kopi pahit untuk om, hahaha!"

"Ish! Om Guntur!!!"

Sementara kedua manusia di lantai atas itu masih ribut, di ruangan latihan terlihat Langit terbaring di lantai sedangkan kacamata dan masker hitamnya terlepas dari wajahnya itu. Samar-samar terdengar suara dengkuran dari balik topengnya itu.

Bersambung...

Gimana tanggapan kalian tentang Sky kali ini? Yuk di vote dan sertakan komentarmu ya hehe. Nantikan bab Sky berikutnya ya...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top