Bab 18 - Keinginan...
"Kenapa pertandinganku dihentikan?" King menanyakan pada lelaki tua yang tengah duduk berbalik diatas kursi sofa. Lelaki itu sangat nyaman memandangi tv cembung bersama kucing kesanyangannya.
"Dihentikan? Aku hanya memberi perintah untuk menguji coba anak baru itu. Bukan menghabisinya."Pria tua itu tak sedikitpun menoleh saat ia berbicara. Mendengar itu, King tak bisa menjawab apa-apa.
"Yang jelas, saat ini uang untuk pertandingan KoRF ini terus mengalir di mata para pejabat dan pengusaha gelap. Ini yang harus kita jaga agar eksistensi KoRF tetap ada." Lelaki tua yang lebih pantas dipanggil kakek itu berkata lagi, "Saat ini acara kita sudah disaksikan oleh berbagai kalangan dengan channel jaringan tersembunyi. Dan itu adalah nilai tambah untuk menambah minat baik itu para petarung dan mereka yang mau bertaruh untuk jagoan yang mereka pilih."
"Tuan?" pria berkacamata yang sedari tadi berdiri di samping kakek tua itu mulai angkat bicara. "ada telepon dari menteri kelautan, beliau ingin berbicara langsung," sebuah ponsel diberikan dengan kedua tangannya sebagai rasa hormat.
"Halo? Oh ya? Anda menambah taruhan lagi? 25 miliar? Aduh anda ini bisa saja ya, haha! Oh, anda melihat pertandingan barusan? Bisa kirim 3 kali lipat? Iya-iya bu. Kami akan terus tampilkan petarung terbaik kami. Haha. Iya pak selamat malam."
Setelah ponsel itu dikembalikan pada pelayannya, lelaki tua itu kembali bersuara, "King! Meski perintahmu absolut, tapi di KoRF ini perintahku mutlak!" suara itu begitu keras hingga kucing dipangkuannya itu langsung berlari meninggalkan tuannya. Mendengar itu Cyntia dan King hanya bisa menundukkan kepalanya namun kepalan tangan King begitu keras mengepal.
***
Cahaya itu mulai terlihat sedikit demi sedikit. Kedua matanya masih belum terbiasa namun ia coba untuk membuka mata itu dan menerawang apa yang ada di sekitarnya. Beberapa bagian tubuhnya masih terasa sedikit nyeri sehingga enggan baginya untuk bergerak, namun orang itu masih ingin mencari tahu dimana ia saat ini. Hingga sebuah alarm membuyarkan suasana sepi di ruangan itu.
"Ayah! Ayah! Langit sudah bangun Yah!" terdengar suara samar-samar dari orang yang ia kenal. Langit mencoba memutar memorinya untuk mengenali suara itu. Mey. Ya, itu suara kawan yang ingin ia selamatkan pada kejadian di GOR yang lalu. Pemuda itu mencoba menoleh ke arah sumber suara. Terlihat Mey yang sedang sibuk menelpon. Wajahnya tak terlihat karena posisi tubuh Mey membelakangi Langit.
"M-Mey...," ucap Langit begitu lemah.
"Lang!" Mey segera menghampiri Langit dan duduk pada kursi di samping ranjang.
"Aku dimana sekarang?"
"Kamu sekarang di rumah sakit Lang. Syukur kamu sudah sadar Lang." Air mata itu mulai membasahi pipi Mey. Jika dilihat mungkin Mey sudah berhari-hari menangis hingga kelopak matanya begitu bengkak.
"Rumah sakit?" tanya Langit, "sudah berapa lama aku disini Mey? Memangnya aku sakit apa?"
Wajah Mey tertunduk menahan tangisnya yang akan meledak, "Hiks... hiks... maafkan aku Lang. Ini salahku karena aku lemah Lang. Maafkan aku ya Langit."
Perlahan tangan itu membelai kepala Mey. Tangan yang hangat namun mampu menghentikan tangis Mey sesaat. "Tenang Mey. Yang penting kamu selamat." Meski Langit telah berkorban begitu keras hingga mendapatkan luka-luka itu, tapi pria di hadapannya itu tak sedikitpun marah atau menyalahkannya. Belaian tangan itu begitu hangat dan mampu menemani hati Mey yang masih membutuhkan ketenangan.
***
"Mey, ayo kita pulang," seru Pak Jenggot.
"Pulang? Apakah Langit sudah bisa rawat jalan?" tanya Mey tak percaya mendengar kata-kata orang tua itu di luar kamar Langit.
"Tidak, Langit sudah sembuh dan bisa pulang sekarang ini," jawab Pak Jenggot dengan nada datar. Mey yang mendengar itu begitu bahagia karena temannya itu kini bisa pulang dari rumah sakit. Namun dibalik kesenangan itu ada pertanyaan yang mengganjal.
"Ayah?" wajah Mey begitu penasaran, "Ayah tidak bohong kan? Bukankah Langit kemarin koma dan mengalami luka parah setelah bertarung melawan King? Kenapa setelah Langit siuman langsung dinyatakan sembuh dan bisa pulang?
Pak Jenggot segera duduk dan mengeluarkan selembaran kertas. "Coba kamu baca ini."
Mey membaca surat keterangan hasil pemeriksaan Langit yang baru saja keluar. Dan hasilnya mengejutkan. Semua organ tubuh, tekanan darah dan yang lainnya semua normal. NORMAL?! Pertarungan berat yang melukai tubuh Langit bisa sembuh hanya dalam waktu satu minggu?! Mata Mey seakan tak mau lepas dari kalimat di akhir surat itu. 'DINYATAKAN SEMBUH DAN BISA KEMBALI PULANG'.
"Ayah juga tidak tahu apa-apa. Tapi jika memang fisik Langit memang sudah sembuh, ya memang sudah waktunya pulang."
Mey memang melihat hal serupa. Langit hanya seperti orang yang baru bangun tidur setelah koma selama 7 hari. Ajaibnya tubuh Langit setelah sadar sudah sembuh dan itu adalah anugrah sekaligus tanda tanya yang besar bagi gadis berusia 17 tahun melihat pahlawan yang menyelamatkannya itu lolos dari jeratan maut.
"Kenapa kamu diam saja Mey? Ayah pikir kamu akan senang mendengar temanmu itu sembuh total, tapi sekarang malah melamun gini." Perkataan itu membuyarkan tanda tanya di kepala Mey.
"Eh, emm ya iya Yah kita langsung ajak saja Langit untuk pulang segera. Kasihan mungkin Langit sudah bosan di rumah sakit ini Yah.
***
"Pak, ada hal yang ingin saya tanyakan." Pak Jenggot yang tengah merapikan barang-barang di kamar rawat itu mengalihkan pandangannya pada anak muda yang masih duduk terdiam diatas ranjangnya itu.
"Iya, silahkan anda ingin menanyakan apa?"
"Apa anda tahu cara agar saya bisa lebih kuat lagi?" pertanyaan itu mengusik Mey untuk juga ikut memperhatikan hal yang ditanyakan Langit.
"Saya sarankan anda cukup berada di peringkat anda sekarang dan menantang pemain di bawah an..."
"Tidak bisa Pak!" teriak Langit. Ini pertama kalinya raut wajahnya merah padam. Mey juga kaget, pemuda yang biasanya calm dan cuek itu kini menunjukan sisi tegasnya. Pak Jenggot menghentikan beres-beresnya dan memperhatikan lawan bicaranya itu.
"Saya tidak bisa berdiam diri seperti itu Pak. Saya harus segera naik peringkat dan mengalahkan King dengan segera!" mata itu memancarkan sebuah motivasi yang begitu membara. Cengkraman tangannya pada sprei kasur itu terlihat begitu kuat.
"Untuk apa? Apa anda ingin balas dendam karena perbuatan King yang menculik Mey?"
"Tidak! Ini bukan soal dendam dan tidak hanya untuk Mey saja Pak!" lelaki itu mulai berdiri tegap dan melanjutkan perkataannya, "saya sadar bahwa pertarungan ini cepat atau lambat akan mengancam nyawa Pak Jenggot maupun Mey kedepannya. Selama KoRF ini tak diakhiri, kita tidak akan bisa merasa aman-aman saja seperti sebelumnya. Begitu juga SMA Angkasa yang tidak memiliki banyak waktu lagi."
"Maka dari itu," Langit kembali melanjutkan, "saya minta tolong kepada Pak Jenggot untuk mencari cara agar saya bisa menjadi jauh lebih kuat dalam waktu singkat Pak!" Langit kemudian menjatuhkan dirinya ke lantai dan duduk bersimpuh demi menunjukkan keseriusannya. Ini pertama kalinya Langit menyampaikan isi pikirannya dan berkata seserius itu di depan Pak Jenggot dan Mey. Gadis di sudut ruangan itu juga tercengang dengan pidato Langit barusan, tak disangka bahwa dirinya dan sang ayah begitu di perhatikan setelah kejadian yang menimpanya.
...KoRF adalah pertandingan yang tidak biasa. Disamping diadakan secara rahasia, juga terdapat banyak orang yang terlibat dalam pertandingan ini...
...Yang jelas masing-masing peserta KoRF memiliki ambisi untuk memenangkan pertandingan ini. Maka tidak heran bila salah satu atau lebih dari mereka menggunakan cara kotor seperti menyewa jasa Topeng...
Kata-kata Alice begitu jelas di kepala Langit. Kecurigaannya juga semakin mencuat setelah Alice tanpa ada sebab muncul untuk kedua kalinya membantu menyelamatkan Mey. Ini artinya memang pertandingan ini juga memiliki sesuatu yang besar hingga orang-orang yang tidak terlibat dalam KoRF memiliki potensi terancam bahaya pula.
"Anda bereskan barang-barang anda. Nanti kita lanjutkan setelah sampai di rumah." Pak Jenggot meninggalkan ruangan itu. Langit tidak bisa banyak berkomentar dan segera bangkit dari tempat ia bersimpuh.
"Lang," Mey mulai mencoba berbicara, "aku pasti bantu kamu untuk selesaikan KoRF." Mendengar itu, Langit hanya memberi senyum simpul pada Mey.
Di lain sisi, Pak Jenggot masih menunggu nada sambung di ponselnya itu berhenti agar segera kepentingannya tersampaikan pada orang yang sedang ia hubungi itu. Wajahnya masih tetap tenang seakan tak terjadi masalah di belakang punggung itu.
"Halo? Kamu baik-baik saja kan?"
"Tumben sekali anda menelpon, toh biasanya pakai surat cinta kan?"
"Langsung saja, apa kamu sudah menemukan dimana keberadaan pria tua itu?"
"Ha? Anda bukannya sudah tua?"
"Perlukah saya sebut namanya? Si..." belum selesai berkata, orang di seberang telepon itu segera memotong.
"Hah? Saya harus kesana lagi? Jangan harap!"
"Itu tandanya kamu sudah tahu keberadaannya. Dimana lokasinya?"
"Hah, reunian para kakek-kakek. Hutan Gunung Salak. Nanti koordinatnya saya kirim."
***
Setelah semua terlihat rapi dan bersih di kamar tempat Langit dirawat sebelumnya, Pak Jenggot kembali masuk dan tanpa basi basi langsung membuka pembicaraan.
"Anda serius ingin menjadi lebih kuat?"
Tatapan Langit lurus dan tajam menampakkan keseriusannya. "Ya Pak! Saya ingin menjadi lebih kuat!"
"Kalau begitu besok pagi anda bersiap-siap ya. Kita akan pergi ke daerah Puncak Bogor."
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top