Bab 11 - Perintah


Tok tok tok!

Ketukan pintu tersebut membuyarkan lamunan pria tua berambut putih itu. Masalah tak henti-hentinya mengusik kepalanya dan kini diganggu oleh seseorang yang tak ia kenal.

"Ya masuk!" namun tak ada satupun yang menjawab.

"Siapa ya?" pria berseragam PNS warna coklat itu keluar memeriksa siapa orang iseng yang barusan mengetuk pintu ruangannya. Hingga daun pintu bertuliskan 'R. Kepala Sekolah | Headmaster Room' dan tak seorangpun ia lihat manusia yang ada di sekitar lorong tersebut.

Penasaran membuat dirinya mencoba untuk melangkah namun tak sengaja kakinya terantuk bungkusan koran dengan ukuran cukup besar. Pria tersebut mengambilnya dan tertulis dibagian atas "Ini untuk menyelamatkan sekolah kita."

Dan tak diduga ketika bungkusan tersebut dibuka, segepok uang dengan warna merah dan biru berada di tangannya. Lelaki itu segera bersimpuh dan memeluk bungkusan tersebut. "Siapapun yang memberikan ini, terima kasih sudah mau membantu menyelamatkan sekolah ini," berlinanglah air mata Kepala Sekolah.

***

Bak! Buk! Tang! Tang! Buk! Tang!

Mendengar suara tersebut Mey mempercepat langkahnya menuju ruang bawah tanah yang sedari awal ia masuki lorong tersebut memunculkan suara yang menurutnya asing didengar dari arah ruangan biasa ia menonton Langit berlatih.

Perlahan Mey membuka kenop pintu dan mengintip dari celah kecil itu untuk melihat sekeliling, memastikan apakah di ruang bawah tanah aman atau tengah terjadi keributan berupa suara pengerjaan proyek renovasi. Beberapa detik matanya menerawang beberapa tempat dan ia pastikan masih baik-baik saja, lirikannya mulai diarahkan ke ruang besar pusat biasa Langit berlatih. Bola matanya membesar kala seorang pria yang ia kenal pendiam itu kini tengah melakukan latihan yang tak pernah Mey bayangkan sebelunya.

Langit berada di tengah ruang dikelilingi 4 boneka latihan. Lapisan luar tubuh dan kepala boneka tersebut terbuat dari logam dari kilatan cahaya yang terpantul. Sedangkan jumlah tangan dan kaki sasarannya lebih banyak ketimbang wood dummy yang biasa dimainkan Langit.

Satu demi satu boneka tersebut dipukul dan ditendang pada pangkal salah satu lengan atau kakinya dan otomatis salah satu lengan lainnya akan berayun memukul petarung yang telah berani menghajar tubuhnya, seolah boneka latihan ini hidup dan siap menjadi lewan tarung Langit.

Setelah menghajar hingga salah satu boneka terdorong cukup jauh, Langit dengan lincah meloncat pada boneka yang lainnya dan melakukan hal yang sama. Terus memukul maupun menendang dengan berbagai jurus dan kelihaiannya. Sesekali ia memukul kepala boneka yang berada di puncak tubuh logam tersebut. Wajah itu tak bergeming kala Langit melancarkan beberapa pukulan seperti uppercut, gerakan menggunting maupun serangan lainnya dan hanya bergoyang karena pegas di dalamnya lalu bergoyang hingga pada posisi semula.

Mey hanya bisa terperangah hingga bibirnya membentuk huruf o memandang pemuda tangguh yang sedari tadi membentuk gerakan indah namun mematikan dalam dunia beladiri di benaknya. Rasanya betah berlama-lama meski hanya mengintip dibalik pintu.

"Permisi, air panas mau lewat," bisik seseorang dibelakang tubuh Mey.

"Ih tar dulu, lagi seru nih jangan ganggu dulu dong!" bantah Mey mengibaskan tangannya.

"Ini beneran panas lho airnya."

"Ih ya nanti saja bawanya, sekarang lihat Langit dulu latihan."

Perlahan-lahan Mey merasakan adanya keanehan pada tubuh bagian belakangnya. Seperti ada hembusan udara yang mengepul pada punggungnya. Mengganggu bahkan lama-lama membuat kulitnya mulai sedikit perih akibat udara pada 'sesuatu' yang semakin lama semakin mendekat. Hingga akhirnya...

NYESSSSSS

"PANAAAAAAAAAASSS!!!!!" teriak Mey hingga keluar dari tempat persembunyiannya. Akibat hal itu Langit berhenti sesaat memukul boneka besi dihadapannya. Mey coba balikkan badannya untuk melihat siapa orang jahil yang berani mengganggunya dan siapa lagi orang yang tahu ruang bawah tanah kecuali sang ayah. Pak Jenggot yang dengan wajah polos masih memegang baskom logam berisi air panas dengan tangan berlapis sarung tangan.

"Ish ayah ini ganggu aja nih! Panas tahu tadi ditempeli baskom panas gitu!" kata Mey dengan nada ketus.

"Kan ayah sudah bilang permisi ada air panas mau lewat."

"Iya sih yah, tapi kalau punggungku tadi luka gimana?"

"Ya diobatin lah," jawab Pak Jenggot dengan nada santai sambil berlalu membawa baskom panas tersebut ke meja kerjanya. Mendengar itu Mey hanya bisa diam merengut. Disisi lain Langit hanya bisa mengatupkan kedua bibirnya menahan tawa dari kejadian yang baru saja menimpa gadis satu-satunya diruangan itu.

***

"Nih handuknya," Mey menyerahkan kain handuk pada Langit yang tengah duduk beristirahat.

"Ya terima kasih Mey."

"Sejak kapan kamu beli alat seperti ini Lang?" Mey menunjuk salah satu boneka besi.

"Beli? Boneka itu pemberian Pak Jenggot tadi pagi malah," jawab Langit dengan nada datar. "Lagian kalau aku yang beli, uangnya dari mana? Bukankah uang hasil pertandingan semua sudah aku serahkan ke sekolah."

Perhatian sekali ayah gumam Mey sambil memperhatikan Pak Jenggot. Mulai dari alat gym, sampai ke boneka besi yang tidak masuk akal seperti ini semua dari ayah? Padahal Langit tidak punya hubungan darah denganku. Atau jangan-jangan...

"Mey? Ngelamun kah?" tanya Langit penasaran dengan Mey yang diam sesaat.

"Eh? Emm, tidak apa-apa koq Lang."

Beberapa detik kemudian Mey terbesit untuk mencoba berlatih memainkan boneka besi. Setelah mencoba satu dua pukulan apalagi yang diarahkan pada salah satu lengan boneka besi tersebut, barulah ia menyadari bahwa yang dilakukan Langit barusan adalah latihan yang cukup berat. Tangan Mey mulai kesakitan setelah memukul logam berat berwujud hampir menyerupai manusia.

"Lang kamu tidak kesakitan mukul boneka seberat ini?"

"Ya awalnya sakit juga sih," Langit menunjukkan kepalan tanganya yang merah, "tapi semakin lama aku menghajarnya juga malah tambah terbiasa, bahkan jadi lebih variatif gerakanku dalam latihan tadi."

"Wah hebat juga ya kamu Lang." Mey mengakui gerakan Langit barusan selama latihan juga semakin beragam dibandingkan sebelumnya ketika hanya memakai wood dummy.

"Eh Lang kamu mau ikut temani aku jalan-jalan ke Mall di daerah Kelapa Gading? Selagi hari libur lho sekarang."

"Sekarang?" tanya Langit dengan sedikit lirikan dan senyum sinis.

"Gak, tahun depan. Ya habis kamu mandi lah! Bau keringat gitu mau pergi ke mall? Ogah bingit deh!" Mey memalingkan muka saking sebalnya dengan pria dihadapannya.

***

"Ni aku sudah temani kamu lho Mey, mukanya jangan ditekuk terus dong," kata Langit untuk menghibur hati Mey.

Sebenarnya gadis berjaket denim dalaman kemeja putih sebahu celana jeans dan sepatu senakers disamping Langit ini sejak tadi menyimpan senyum bahagia karena hari minggu ini bisa jalan-jalan bersama. Namun agar tidak muncul rasa gengsi setiap kali Langit mengajak bicara Mey mengubah wajahnya menjadi cemberut berlapis-lapis agar Langit mau terus menghiburnya selama hangout kali ini.

"Biarin, lagipula kan kamu yang buat aku jadi gini daritadi," sahut Mey dengan ketus.

Dari awal keberangkatan Mey tetap menunjukkan wajah kecut pada Langit hingga sampai di salah satu bangunan besar di bilangan Kelapa Gading. Untuk pemuda berbaju jaket sport silver bertudung dalaman kaos putih polos disertai celana panjang jeans dan sepatu sport hitam belang putih, ia sangat tidak berpengalaman dalam bermain perasaan orang lain apalagi teman perempuannya yang selama ini setia membantunya mengerjakan seluruh tugas sekolahnya. Toh bisa dibilang ini adalah kali pertama mereka berdua bisa bepergian untuk sekedar hangout. Yang tersisa hanya rasa canggung pada Langit yang sejak tadi belum berhasil membujuk Mey seperti yang ia harapkan.

"Kamu suka makan es krim kan?" tanya Langit ketika mereka melewati stand penjual es krim

"Dulu iya, sekarang aku lagi mau diet," masih dengan jawaban kecut. Mendengar itu Langit hanya bisa menepuk kepalanya kehabisan ide menghadapi Mey. Disisi lain Mey sedang menahan tawa melihat Langit yang bergitu gigih untuk menghiburnya.

***

"Hmm tempat apa ini? Kenapa ramai sekali?" tanya Langit ketika mereka berdua sampai pada salah satu blok dimana banyak orang yang tengah memainkan permainan pada kotak besar setinggi orang dewasa. Mulai dari anak-anak, remaja hingga dewasa ikut berdesak-desakan melihat animasi saling tanding satu sama lain. Kelap kelip bertebaran menambah keceriaan diantara mereka

"Lho kamu tidak tahu? Ini yang namanya game center Lang."

"Game center? Pusat main game gitu maksudmu?" tanya Langit dengan wajah penuh penasaran.

Mendengar itu Mey mulai mencoba melunakkan perasaannya. "Iya, dulu tempat seperti ini sangat populer dikalangan anak muda era 90'an hingga tahun 2000 an Lang."

"Mulai dari game tipe survival, petualangan, fighting, dance, basket hingga balapan semua ada disini Lang," jelas Mey. "Kadang diantara game tersebut jika menang akan mendapatkan hadiah berupa kupon yang bisa kita tukarkan hadiah nantinya di kasir sebelah sana," sambil menunjuk barisan blok kasir penukaran hadiah.

Begitu bahagia, tegang, seru dan adapula anak kecil yang berlinang air mata karena kalah pada suatu game sedang orangtuanya dengan ikhlas menghibur buah hatinya. Entah kapan Langit pernah merasakan momen kebersamaan itu hingga beberapa detik ia hayati memandang apa yang ada di hadapannya saat ini.

"Lang?"

"Eh iya Mey ada apa?" segera ia membalikkan tubuhnya menghadap Mey.

"Ayo kita main game dance disana," kata gadis berambut bob tersebut menunjuk kabinet game dengan lantai di set kotak bergambar panah ke segala arah dan avatar yang ikut menari pada layar dihadapan pemain.

Sedikit meringis ketika Langit melihat pemain yang begitu antusias menginjak kotak-kotak panah seiring munculnya gambar berupa panah serupa tanda pada bagian kotak tersebut harus segera. Pemain diatas arena tersebut bergerak berusaha menyamakan langkah dengan panah yang akan mereka langkahi bahkan ada diantara mereka yang saking semangat dan antusiasnya juga sekaligus meliukkan tubuh sesuai irama lagu yang didendang.

"Ah tidak usah, kamu saja yang main Mey. Aku lihat dari sini saja."

"Jangan kaku gitu selagi kita sedang hangout lho. Kapan lagi kamu rasain permainan seperti ini?" kata Mey sambil menarik lengan baju Langit

Langit masih sangat canggung melihat kerumunan orang yang memperhatikan kotak besar bertabur cahaya disko menciptakan sensasi menari yang tinggi hingga orang bersemangat dalam menari diiringi lagu yang memaksa pemain untuk terus bergerak hingga ikut menari seperti avatar pada layar kaca.

"Ya sudah aku main sendiri saja," sambil Mey berlalu meninggalkan Langit dengan wajah sedikit kecewa. Dengan percaya diri ia menghampiri satu pemain pria yang sedari tadi hanya bermain mode single. Setelah sedikit perbincangan, keduanya sepakat dan segera memulai pertandingan.

Tak diduga, Mey diatas panggung menunjukkan karisma yang tinggi. Terlihat dari keseriusannya dalam bergerak mengikuti alunan musik dan tanda-tanda panah yang hentakkan semua tepat pada sasarannya. Keringat bercucuran pada wajahnya namun tak menyurutkan semangat Mey menyelesaikan game hingga di akhir mendapat predikat perfect. Langit hanya bisa ikut tepuk tangan melihat kelihaian temannya yang berhasil memukau penonton disekitarnya.

"Lang, aku berhasil!" sambil berbalik menunjukkan senyum bahagia mengepalkan tangannya ke angkasa pada Langit. Pemuda itupun membalas dengan senyum berseri berikut anggukan pula. Meski peluh membasahi wajahnya, kecantikannya malah semakin terpancar.

Sedikit demi sedikit beberapa barisan kerumunan mulai sedikit bergeser seperti tengah memberi ruang untuk seseorang berjalan. Awalnya Langit hanya merasa sesak melihat kerumunan tersebut mendesaknya bergeser dari posisi semula, namun rasa penasaran memaksanya untuk melihat apa yang membuat puluhan orang ini mau bergeser.

Tampak seorang wanita dengan riasan sensual kacamata hitam celana jeans hot pants keabu-abuan dengan sepatu boot hitam dan jaket bomber merah maroon dan tank top warna hitam. Dengan langkah santai namun menggoda ia menyusuri jalan lapang yang diberikan para penonton barusan. Sekejap semua mata memandang wanita tersebut hingga ia membuka kacamata hitamnya.

"Wah sempurna ya!" kata wanita tersebut dengan senyum lebar di bibirnya. "Ayo main sama aku yuk sampai puas!" sederet gigi putih melengkapi senyuman manisnya kala menghadapkan wajah antiknya pada Mey. Mey pun kaget melihat orang yang baru saja mengajaknya bermain ini adalah wanita yang sudah tak asing baginya bahkan tak disangka ada di tempat seperti ini.

Hah?! Bu Erika disini?! Kenapa bisa?! gumam Mey menutup mulutnya yang tengah membentuk huruf O.

Alice? tanya Langit dalam hati. Kenapa bisa kebetulan bertemu ditempat seperti ini? tangannya mengepal mengingat pertarungan beberapa waktu lalu dengan wanita di depan keramaian yang tengah menantang Mey.

"Heh? Kenapa kamu diam? Ayo aku ajak kamu main dance yang lebih seru lagi," seru Erika dengan tatapan sinis pada Mey.

Dengan senyum kecut Mey membalas, "boleh juga kalau ada yang lebih seru, aku ikut deh."

"Ok, ikut aku." Serentak Mey dan para penonton mengikuti langkah Erika menuju salah satu kabinet game dance.

Kali ini berbeda dengan game dance sebelumnya. Game kabinet yang ditunjuki Erika hanya ada kotak layar monitor dan tombol pilihan menu lagu, sedangkan kurang lebih jarak beberapa kaki dihadapannya tidak ada lantai dansa dengan kotak panah pada lantainya melainkan hanya terhampar dua lantai besar bertuliskan dance area masing-masing berukuran dua meter persegi untuk battle dance.

"Nah ini yang kubilang barusan lebih seru," Erika berbalik menghadap Mey dengan senyum penuh kebanggaan. Langit masih penasaran dengan permainan yang akan dihadapi temannya ini dengan penuh saksama sedangkan beberapa orang disekelilingnya sudah mulai saling berbisik membicarakan wanita seksi di depan mereka.

Eh gila ini Erika coy.

Kayaknya bakal seru nih.

Tapi aku yakin Erika yang akan menang, dia kan tidak terkalahkan selama ini.

Eh jangan salah, pemain baru di depan juga tidak kalah hebat lho sampai mendapat predikat sempurna di game sebelumnya.

Tanpa mendengarkan komentar pengunjung lain, Erika dan Mey masih saling bertatapan dan diam seribu bahasa. Mey menatap mantan gurunya dengan penuh keseriusan sedangkan Erika masih dengan wajah santai dengan menyilangkan kedua lengannya pada pinggang. Aura diantara mereka terasa begitu panas. Antara kerinduan dengan persaingan.

Senyum Erika menyungging sambil berkata, "sistem game ini berbeda dengan yang kau lalui barusan. Game ini menilai gerakan pemain berdasarkan sensor motion. Disini kamu dapat bergerak sebebasnya namun harus tetap mengikuti arahan gerak sesuai avatar pada layar. Semakin serupa gerakan pemain maka semakin besar pula poin yang diberikan sistem. Dan pada momen tertentu akan muncul pop up freestyle dimana pemain diperbolehkan melakukan dance freestyle semenarik mungkin dan nantinya sistem akan menilai berdasarkan variatif dan kreasi pemain. Sederhana bukan?"

Sejenak terdiam mendengarkan dan hanya mengangguk-angguk ketika Mey mendengarkan penjelasan Erika. Setelah beberapa saat ia melepaskan jaket jeans yang melekat barusan dan menggantungkannya pada tiang penyangga pembatas arena permainan. Terlihatlah lengan mulusnya meski masih ada bulir keringat yang melekat namun malah menambah kecantikan Mey.

"Kau tahu? Selain beladiri aku juga sedikit banyak mempelajari kegiatan dance, jadi jangan menangis ya kalau anda nanti yang kalah," kata Mey begitu percaya diri melangkah ke lantai arena. Kedua matanya kini memancarkan semangat berapi-api. Disamping rasa rindu mendalam juga ini adalah momen bagus untuk reunian dengan mantan gurunya.

Tak mau kalah, Erika juga menanggalkan jaket hitamnya hingga tertinggal tanktop pada tubuh atasnya. Tampak kulit kuning langsat pada kedua lengannya sedangkan bagian tubuh atas Erika begitu menarik mata kaum lelaki termasuk Langit meski dirinya mencoba untuk tak kehilangan fokus dari pertandingan kali ini. Entah apa yang ingin ia perbuat hingga melakukan hal serupa dengan Mey. Jika Mey menanggalkan jaket untuk menghilangkan peluh pada tubuhnya, lantas bagaimana dengan Erika? Apakah ia hanya ingin menarik perhatian penonton disekitar yang kebanyakan adalah pria agar mendapat dukungan? Atau hanya mencari sensasi belaka?

"Heh, kupuji rasa keberanianmu. Tapi alangkah baiknya aku memberimu satu demonstrasi sebagai pembuka pertandingan kita," kata Erika melangkah pada layar game. Ia mulai mengarahkan kursor memilih lagu yang akan dimainkan beserta tingkat kesulitannya. Lagu yang ia pilih adalah *Mermaid Girl dengan tingkat kesulitan master. "Mundur dan lihat ahlinya bermain ya," kata Erika dengan wajah seakan ingin memamerkan kemampuannya. Mey hanya hanya membalas dengan tatapan sinis dan mundur beberapa langkah dari arena.

Lagupun mulai mengalun dengan beat yang cukup cepat, serentak tubuh Erika mengalir mengikuti gerakan avatar. Setiap hentakan, ayunan tangan hingga gerak kaki dan liukan leher serta goyang pinggul semua dinilai oleh sistem dan semua mendapat predikat perfect saking sempurnanya dalam mengikuti semua tarian dari karakter pada layar game.

Dalam waktu sepersekian detik, Langit memperhatikan beberapa kali Erika melirik dirinya dan Mey dengan penuh kebanggaan mempertontonkan keahliannya. Mengetahui itu Mey merasa semakin terprovokasi hingga telapak tangannya mengepal.

Pop up freestyle-pun muncul, Erika tidak menyia-nyiakan waktu untuk menunjukkan kebolehannya dalam tarian yang ia kreasikan. Betapa luar biasanya hingga beberapa kali ia melakukan gerak break dance dan salto. Semua penonton berdecak kagum tidak hanya karena kecantikan Erika, tapi juga kemampuannya dalam menari hingga akhir mendapatkan nilai tinggi.

"Bagaimana? Aku sarankan sih kamu mundur saja bagaimana?" tanya Erika pada Mey.

"Ada lagu yang lebih sulit lagi?" Mey tanpa ragu berjalan menuju lantai arena. "Memangnya anda saja yang bisa menari seperti itu?" kemudian ia berjalan mendekati layar game, menekan tombol menu dan masuk pada pilihan list rank player hingga muncul satu nama dirinya pada peringkat 10 besar. Mey mengerlingkan padangangnya pada Erika. "Saya bukan newbie lho bu hehe."

Mendengar itu, Erika semakin bersemangat menanggapi mantan muridnya yang juga tak menyerah setelah melihat demonstrasi dance barusan. Rasa kerinduan tersebut membuat jantungnya berdebar tak sabar ingin menghadapi Mey.

"Baiklah, tapi jika salah satu dari kita kalah apa hukumannya ya?" tanya Erika sambil menekan tombol menu mencari list lagu.

"Sebentar lagi akan masuk jam makan siang, bagaimana bila yang kalah mentraktir pememangnya? Makan siang paket lengkap ya bu guru."

"Hoo," sahut Erika dengan membentuk mulutnya berbentuk O. "Boleh saja, mau pilih apapun akan saya traktir."

"Jangan lupa teman saya yang disana juga dibelikan ya," jempol Mey menunjuk ke arah Langit. Matanya memberi kedipan pada pemuda tersebut yang wajahnya masih polos memerhatikan keduanya yang begitu serius.

Lagu telah dipilih oleh Erika berjudul *Sin & punishment dengan level kesulitan master. Keduanya bersiap pada posisi masing-masing menghadap layar game kabinet. Bagi para penonton biasa mungkin ini adalah pertunjukan menarik antara Erika dan Mey, namun berbeda dengan mereka para pemain yang seakan memiliki maksud lebih dari sekedar bermain. Hawa disekitar mereka berdua semakin panas dan Langit hanya bisa menelan ludah menanggapi keseriusan pertandingan ini. Seolah ia tengah berada di arena pertarungan KoRF antar dua orang petarung master.

Alunan lagu telah dimulai dan keduanya mulai bergerak sesuai irama dan gerak avatar. Tak disangka Mey dan Erika bergerak bersamaan dan keduanya sempurna. Sungguh bertenaga dan tak hanya sekedar mencari poin, tapi irama lekuk tubuh mereka senada kemana irama lagu didendang hingga keduanya saling mendapatkan poin tambahan.

Selain keseriusan, ada kebahagiaan tersendiri dibalik tarian dan wajah mereka setelah permainan hampir setengah perjalanan. Meski keduanya sudah bermandi keringat pada wajah mereka namun tidak menyurutkan kecepatan gerakan mereka. Bahkan beberapa momen freestyle mereka saling unjuk kebolehan kemampuan masing-masing yang membuat para penonton semakin terkagum-kagum melihat pertunjukan yang memukau ini.

Hanya tinggal satu kali reff dan pemenangnya akan ditentukan. Pada detik-detik terakhir mereka saling berpandangan dengan tatapan serius menampilkan seluruh gerakan terakhir mereka untuk menjadi pemenang dari game ini. Sedangkan poin Mey dan Erika terus saling kejar mengejar hingga akhirnya...

***

"Hah lelahnya..." keluh Mey merenggangkan kedua tangannya ke angkasa.

"Hebat juga ya kamu Mey, saya jadi salut," kata Erika menopang dagunya pada meja makan food court memandang Mey.

"Ah bu guru ini bisa saja deh."

Sambil melambaikan tangan pada Mey, Erika membalas, "jangan panggil bu guru kalau di luar begini dong, malu tahu."

"Ih ibu ini, terus saya panggil apa dong?"

"Panggil saja langsung nama saya atau kakak, asal jangan tante lho."

"Tua sekali dipanggil tante-tante ya haha," balas Mey hingga tertawa terpingkal-pingkal.

Mey dan Erika begitu asyik hingga larut dalam obrolan antar wanita hingga tak sadar bahwa ditengah-tengah meja tersebut juga masih ada satu orang laki-laki yang wajahnya begitu lusuh bagai cucian baju yang belum disetrika.

"Kalian sih enak bisa makan dan tertawa seperti itu," kata Langit memotong pembicaraan keduanya hingga Mey dan Erika serentak menatap wajah Langit.

"Kenapa kamu Lang? Kenapa cemberut gitu?" tanya Mey.

"Bagaimana tidak? Bukankah kalian barusan yang melakukan taruhan? KENAPA MALAH AKU YANG JADI TRAKTIR KALIAN SEKARANG?" nada Langit memuncak sambil menunjuk makanan paket lengkap diatas meja yang telah habis disantap kedua ratu permainan dance. Mendengar itu kedua perempuan tersebut malah tertawa makin keras. Apalagi melihat wajah Langit yang begitu melas.

"Ya mau bagaimana lagi Lang, pertandingan kami tadi berakhir seri dan di taruhan barusan tidak ada perjanjian seri. Sedangkan perut kami sudah lapar lho. Makanya kita sepakat kamu saja yang traktir," jawab Mey dengan wajah tanpa dosa menepuk pundak Langit.

"Iya dik, jadi laki-laki itu harus siap siaga ketika kaum wanita sudah ngidam ya," timpal Erika menambahkan dengan senyum berseri melihat Langit.

"Eh ini pacarmu ya Mey?" tanya Erika.

Mey Mengerjap dan segera membantahnya. "Bukan bukan, Langit ini hanya teman saya di sekolah bu.."

"Kakak! Jangan panggil ibu disini," tatapan Erika mulai serius saat Mey hampir keceplosan.

"Eh iya maaf deh Kak Erika yang cantik nan seksi," goda Mey. Keduanya kembali tertawa.

"Uang jajanku..." kata Langit meringis melihat isi dompetnya yang kini hanya tersisa beberapa lembar uang.

"Sudah dik Langit, daripada murung terus lebih baik kita jalan bareng yuk." Ajak Erika sambil mengenakan jaketnya.

"Ide bagus Kak! ayo Lang ikut!" sahut Mey. Sedangkan Langit hanya bisa mengangguk

Alice!!! Di arena kau begitu tegas, tapi diluar ternyata seperti ini ya...! gumam Langit dalam hati memandang Erika.

***

Mereka bertiga terus mengitari arena game di mall. Erika dan Mey yang sibuk dengan obrolan mereka sedangkan Langit hanya bisa terus membuntutinya dari belakang sekedar melihat kesana kemari pemandangan orang-orang yang tengah menghibur diri pada wahana permainan disana.

Terbesit dalam hatinya merasa senang walau sedikit selama menikmati liburan kali ini. Meski dari awal ia belum mencoba satupun permainan disana namun dengan hanya melihat keceriaan orang-orang yang ia lewati dapat membuatnya ikut terbuai dalam keseruan dan kesenangan yang mereka alami meseki secara tidak langsung.

Seorang ayah berjuang memenangkan game demi putranya, sang ibu menghibur anaknya agar jangan menangis akibat kekalahan serta persaingan kakak adik dan kawan-kawan meraih kemenangan. Semua itu membuat Langit sedikit ikut terhibur.

"Eh mau tes kekuatan?" tanya Erika ketika mereka berhenti pada satu mesin game dengan bola tergantung pada tiang menghadap bawah dan terdapat layar menunjukkan poin tiga digit.

Erika melanjutkan penjelasannya, "mudah saja, kita cukup menghajar bola yang menggantung disana sekuat tenaga dan sistem akan menilai sekeras apa kekuatan kita."

"Menarik juga, hitung-hitung latihan diwaktu liburan. Benar kan Langit?" tanya Mey, hanya saja temannya satu ini hanya diam memperhatikan bandul sebesar bola besar yang sedari tadi tergantung pada mesin tersebut.

"Ok, aku duluan ya yang mencobanya." Mey maju pertama menghampiri mesin arcade tersebut. Setelah memasukkan koin, ia lemaskan pergelangan tangannya bersiap untuk memukul sasaran.

"HIAAAAT!!!"

BRAAKKKK!!!

Mey mengerahkan seluruh tenaganya pada bola tersebut hingga terpental menabrak pembatas atas mesin. Poin dihadapannya kini mulai mengkalkulasi berapa hasil diperoleh dari serangan Mey barusan.

519

"Wah hebat juga untuk seukuran perempuan," sahut Erika disambut tepuk tangan darinya.

"Ah itu belum apa-apa kak hehe."

Erika kini melangkah maju. "Sekarang giliranku mencoba." Segera ia memasang koin dan menyiapkan kuda-kuda dengan tangan kanan terkepal kuat. Mata Erika lurus tajam menatap bola hitam yang seakan meminta pemain dihadapannya untuk menyerangnya.

BRAAK!!!

Tanpa banyak bicara, ia segera meninjunya. Suara yang dihasilkan dari pukulan Erika lebih nyaring ketimbang Mey sebelumnya. Sedangkan poin akumulasi masih terus berkedip hingga ketiga angka tersebut berhenti menghitung.

845

"Hebat sekali Kak Erika!" kata Mey dengan suara begitu antusias melihat perolehan nilai yang diraih mantan gurunya itu diatas miliknya.

"Ah bukan apa-apa koq," jawabnya dengan kerlingan mata pada Mey. Gadis berkemeja putih tanpa lengan itu hanya bisa tertunduk sedangkan Erika memegangi kedua pundak Mey. "Sudah jangan sedih, nanti latihan lebih keras lagi ya." Mey pun hanya mengangguk dengan senyum kecil dibibirnya.

"Aku juga ingin coba," kata Langit membuyarkan konsentrasi Mey dan Erika. Alih-alih terkejut melihat pemuda ini berbicara sedangkan ia daritadi diam seribu bahasa dalam dunianya.

"Ni kalau kamu mau," sambil Mey menyerahkan koin permainan pada Langit.

Jika hanya sekedar menghajar bola ini, pasti aku bisa mendapat poin lebih ketimbang Alice. Langit mulai memasukkan koin, lalu mundur beberapa langkah untuk menyiapkan kuda-kuda. Namun ada yang sedikit mencurigakan karena gestur tubuh Langit sedikit rendah sedangkan matanya tidak lepas pada sasaran seperti seekor elang sedang membidik mangsa. Langit memberi sedikit tekanan pada kakinya memulai serangan dan...

BRAAAAAKKKKKKK!!!!!!

Sekejap sekeliling tempat game tersebut hening setelah melihat aksi pemuda yang baru saja melakukan aksi yang entah bisa dibilang keren atau gila. Langit sendiri segera bangkit dari posisinya melihat angka yang tertera pada layar yang tak henti-henti bergerak. Sedikit demi sedikit senyum pria itu terus melebar hingga ketiga angka tersebut berhenti pada nilai yang tak disangka-sangka.

980

Senang, bangga dan puas melihat poinnya melewati milik Erika a.k.a Alice. Dadanya terus menerus mendapat tekanan luapan kebahagiaan setelah merasa berhasil mengalahkan wanita yang sempat membuatnya jengkel di pertarungan lalu.

Namun dibelakangnya tidak menunjukkan hal serupa. Ketika Langit berbalik menatap wajah kedua perempuan tersebut malah berlawanan dari apa yang ia harapkan. Erika memiringkan kepalanya dengan senyum terkesan menyungging Langit, berbeda dengan Mey yang hanya bisa melongo memandang kawan sekelasnya ini. Entah bodoh atau gila yang sekarang bercokol dikepalanya melakukan aksi barusan.

Langit hanya bisa memasang senyum sekaligus bingung. Ada apa dengan mereka ini? Kenapa memasang tampang seperti itu?

Tiba-tiba datanglah pria berseragam satpam menghampiri Langit. "Maaf mas, lain kali kalau mau main permainan ini," sambil menunjuk game tinju tersebut, "lebih baik ditinju pakai tangan saja ya. Sekali lagi mas melakukan aksi tadi bisa kami kenai hukuman."

"Memangnya apa salah saya pak satpam?" tanya Langit begitu keheranan.

Seorang ibu yang tengah menggandeng anak laki-laki datang menghampiri Langit. "Mas tadi melakukan ini," sambil menyodorkan ponselnya yang menampilkan video rekaman. Terlihat Langit sebelumnya yang tengah memasang kuda-kuda. Dengan cepat ia segera menerjang bola sasaran sambil meloncat melakukan beberapa putaran hingga yang menghajar bukan tinjunya melainkan tendangan berputar yang mendarat pada bola logam tersebut. Suara hantamannya begitu menggema hingga seantero game center tersebut mendengar tendangan Langit yang begitu membahana. Bahkan pada rekaman tersebut sempat mesin tinju tersebut bergoyang beberapa detik hampir jatuh akibat daya serang Langit yang begitu kuat.

"Itu!" tunjuk satpam itu pada ponsel saat rekaman tersebut selesai. "Lain kali pokoknya jangan diulang lagi ya!" Mendengar teguran dari petugas tadi Langit hanya bisa tertunduk lemas.

"Kalau kuat itu jangan suka berlebihan, jadi gini deh akibatnya," seru Mey pada kawannya.

"Kamu kuat juga ya," kata Erika sambil membelai rambut Langit. "Sudah tidak apa-apa. Harap bersabar, ini ujian ya." Erika terus tersenyum memandang Langit.

Hari ini aku apes sekali ya? gumam Langit meringis.

***

"Kakak pulang bawa apa?" tanya pemuda berkaos panjang terlihat longgar celana pendek.

"Bawa lelah," jawab sang kakak yang tengah melepaskan baju kemeja serta membuang tas jinjing yang ia bawa.

"Kakak itu jika pulang seharusnya bawa makanan banyak dong," timpal pria bertubuh gemuk berwajah bulat yang asik mengunyah snack kripik renyah hingga remah-remah menempel disekitar pipinya.

"Kamu itu sudah punya uang dari KoRF masih saja protes."

"Eh kakak kan yang menyuruh kita hemat? Kakak pikir gampang hidup serba kekurangan seperti ini padahal kita banyak uang?" jawab pemuda kurus kecil itu bangkit dari tempat duduknya. "Kita ini uangnya saja yang banyak tapi hidup masih saja seperti gelandangan. Apa bedanya dengan para Topeng diluar sana?"

Suasana menjadi suram ditambah pencahayaan yang begitu kurang memadai, hanya bermodalkan tong berisi sampah yang dibakar ditengah ruangan yang lebih pantas disebut gudang ketimbang rumah. Coretan grafiti disana-sini tak membuat indah ruangan tersebut, ditambah bau anyir dan pengap serta udara lembab dimana-mana. Andai salah satu dari tiga orang ini memiliki penyakit asma, mungkin dialah yang harus mati.

"Kita dulu adalah Topeng, jangan lupakan hal itu. Sekarang seharusnya kita menjauh dari kehidupan lama," sahut Ading sang kakak tertua bertubuh kurus namun dengan rambut belah pinggir.

"Ya seharusnya kakak biarkan kita gunakan uang yang sudah kita peroleh untuk mengubah nasib kita," balas Eding si adik kedua.

"Kalian harusnya tahu kalau kita mendadak melakukan hal seperti layaknya OKB (orang kaya baru) nanti kita yang malah diincar para penjahat dan Topeng diluar sana," jawab Ading.

"Terus mau hidup dengan cara apalagi kak? Mengemis? Menunggu kakak gajian? Atau mati dipinggir jalan seperti orang-orang diluar sana?" kata Oding si adik bungsu yang sudah kepalang marah. Ading tidak menjawab apa-apa.

BRAAAAK!!!!

Tidak lama kemudian pintu rumah mereka rubuh bagai diterpa badai kencang. Entah sapi ngamuk mana yang baru saja menyeruduk pintu reyot tersebut hingga terjatuh seperti itu. Ketiga pemuda itu bersamaan keluar pintu tersebut bertanya-tanya dalam hati sambil memasang sikap waspada apabila yang menyerang adalah gerombolan topeng mengingat ini sudah masuk waktu night hour.

Dibalik kegelapan malam samar-samar imaji itu muncul perlahan membentuk sesosok pria bertubuh tegap tengah berjalan mendekati rumah gubuk tersebut. Wajahnya tak terlihat, hanya sepasang sorot mata tajam. Lama kelamaan bayangan tersebut semakin nyata terbentuk. Jika dilihat dari postur tubuhnya yang begitu misterius, disertai hanya berpakaian jaket abu-abu dengan tudung yang menutupi kepala hingga wajah pemiliknya samar dan celana panjang serta sepatu sport.

"Beraninya kau masuk tanpa izin!!!!" Ading yang sudah terbakar emosi segera berlari dengan kepalan siap menghajar pria misterius itu. Saat jarak pukulannya hampir mengenai wajah orang tersebut, dengan cepat pria bertudung tersebut merunduk menghindar pukulan Ading dan disaat yang sama tangannya segera mencengkram leher Ading hingga dirinya terangkat ke angkasa.

"Argh! Lepaskan!!" teriak Ading dengan susah payah melonggarkan cekikan pria misterius itu. Namun baik itu memukul, mencakar bahkan menendang semua itu sia-sia dan hanya menambah rasa sakit yang ia terima pada saluran pernafasannya yang kini tinggal diujung tanduk. Eding dan Oding hanya bisa terperangah melihat kakak mereka tercekik hingga tubuhnya tak menapak tanah.

"Kalian adalah 'Monyet Bersaudara' bukan? Aku punya perintah untuk kalian," kata pria misterius tersebut. Ading yang masih menggeliat berusaha melepaskan cengkraman tangannya merasa tak asing mendengar suara tersebut.

"K-k-k-kau? K-k-kau ini kan K-k-ki..." sebelum Ading menyelesaikan kata-katanya, segera tubuhnya dihempas begitu saja kearah adik-adiknya. Eding dan Oding pun tak kuasa menahan laju lemparan tubuh kakaknya seolah tubuh Ading begitu berat hingga keduanya tak mampu menahan tubuh Ading yang tengah terlempar hingga akhirnya mereka semua jatuh di lantai.

"Ssstt," jari telunjuk orang tersebut menutup bibirnya untuk mendiamkan ketiga bersaudara itu. "Kalau kalian tidak berisik, nyawa kalian akan kuampuni. Tapi sedikit saja diantara kalian membantah atau menyebut namaku di depan umum...," pria tersebut menghentikan kata-katanya beberapa detik.

BUUUKKK!!!!

CRAK!

Pria tersebut meninju dinding yang ada disamping kanan tubuhnya dan tersisa retakan besar serta bekas kepalan tangan yang begitu nyata hingga bentuk jari-jari yang masih berbekas. Ading, Eding dan Oding hanya bisa melongo melihat orang sehebat itu kini ada dihadapannya. Sesaat mereka saling berpandangan dengan kode saling sepakat. Ketiganya hanya bisa menganggukkan kepala dihadapan pria bertubuh tinggi besar itu.

"Bagus, karena seusai kalian tuntaskan perintah ini maka akan kuberikan hadiah menarik."

"Uang?" tanya Oding.

"Uang? Hah, kalian meminta dibuatkan rumah besar beserta penjaga lengkappun bisa kukabulkan asal kalian bisa menjaga mulut kalian dan tuntaskan tugas ini."

"Ehm maaf, tugas apa yang anda ingin berikan?" tanya Ading sembari berdiri merapihkan kemeja lusuh pada tubuhnya.

"Kalian bertiga harus mengalahkan pemain baru di KoRF di pertandingan berikutnya."

"Siapa?" tanya Ading begitu penasaran.

Pria bertudung itu mengeluarkan ponselnya dan menampilkan foto seorang pemuda dengan pakaian serba hitam berkacamata dan masker hitam. "Sky, kalian bertiga bersamaan harus kalahkan pemuda bernama Sky."

"Tidak cukupkah hanya Kak Eding saja gitu yang dikirim?" sahut Oding menunjuk sang kakak yang masih sibuk membersihkan remah snack di bibirnya.

Mendengar itu, pria tersebut hanya memandang penuh kengerian pada mereka bertiga. Saking takutnya Ading pun kembali terduduk.

"Saat aku memerintah, perintahku absolut. PAHAM?"

Ketiganya serentak mengangguk mendengar perintah tersebut.

Bersambung...

Mohon maaf bila terdapat kekurangan baik itu typo maupun gaya dan cara penulisan karena penulis masih banyak belajar.

Untuk lagu-lagu yang dimainkan kala Mey vs Erika bisa lihat di video ini dan bentuk gerakannya. Semoga terhibur dan jangan lupa vote dan comment ya kawan!

*Mermaid Girl

https://youtu.be/WZzoOKY--4U

*Sin and Punishment

https://youtu.be/NxAgPvSrRcE

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top