➛Sampai

Keesokan harinya, langit mendung terpampang jelas dilangit, matahari yang seharusnya bersinar terang kini tertutupi oleh awan yang siap menumpahkan air nya kapan pun, dihalaman belakang rumah Catrine terdapat empat orang yang tengah berkumpul dan mereka adalah Catrine, Jane, Frank dan Karen.

Catrine dan Karen yang memakai tas punggung kini sudah siap untuk pergi menuju tempat asal mereka.

"Catrine, Karen ambilah ini," ucap Jane yang menyerahkan sebuah kantung kecil yang memiliki bobot yang cukup berat, ketika simpul kantung dibuka, keduanya dapat melihat seratus koin platinum di dalamnya.

Merasa tak enak dan ingin mengembalikan koin platinum tersebut, Jane langsung angkat suara. "Ambilah, itu semua uang untuk menunjang kehidupan kalian disana, Ibu tahu kalau kalian tidak akan langsung pulang ke Istana."

"Terimakasih, Ma/Tante," ucap Catrine dan Karen secara serempak dan dibalas dengan senyuman hangat.

"Kalian sudah siap?" tanya Frank dan dibalas dengan anggukan keduanya.

"Papa akan langsung membuka portalnya, kalian bersiap-siaplah." Mendengar itu Catrine dan Karen langsung berapat bersiap dengan portal yang akan muncul.

"Langit adalah tempat paling atas dan tempat paling aman, dengan ini aku sang penjaga portal mengizinkan dua orang yang akan melewati portal antar dimensi." Tak membutuhkan waktu lama sebuah portal berwarna putih setinggi orang dewasa muncul di hadapan mereka, Catrine dan Karen yang tahu kalau membuka postal antar dimensi membutuhkan mana yang banyak, mereka berdua langsung memasuki postal. Menyisakan Jane yang menatap sendu, sedangkan Frank yang terengah-engah akibat kelelahan setelah membuka portal.

"Kami harap kalian baik-baik saja disana, Catrine, Karen," gumam Jane yang berjalan kembali ke dalam rumah disusul dengan Frank.

***

Plop

Suara gelembung meletus terdengar, bersamaan dengan Catrine dan Karen yang muncul secara tiba-tiba di tengah hutan lebat nan rimbun, matahari yang berada di atas kepala sama sekali tak membuat panas akibat pohon-pohon yang menutupi, angin sepoi-sepoi berhembus dengan lembut membuat udara sekitar menjadi sejuk.

"Rupanya benar-benar di tengah hutan," ucap Karen yang melihat-lihat sekelilingnya.

"Kau benar," timpal Catrine.

"Kira-kira kita ada dimana?" tanya Karen, Catrine yang hendak menjawab langsung terpotong ketika mendengar suara pertarungan tak jauh dari sini, membuat kedua sontak berlari menuju sumber suara.

Benar saja ketika mereka berdua sampai disana, dapat dilihat sekumpulan undead yang menyerang empat orang laki-laki yang tengah sibuk melawan dengan senjata mereka masing-masing, jika dilihat lebih seksama mereka berempat dapat melawan mereka tanpa kesulitan apapun, tapi bagi Catrine dan Karen yang melihat dari jauh mereka bedua tahu kalau undead akan sangat merepotkan kalau tidak dihabisi sekaligus.

"Mereka itu bodoh apa tidak tahu," gumam Catrine dan dibalas dengan anggukan Karen yang setuju dengan ucapan Catrine.

"Bagaimana? Apa kau ingin membantu mereka?" tanya Karen.

"Untuk apa aku membantu mereka?" tanya Catrine yang mengerutkan kening karena bingung.

"Karena yang bisa menghabisi mereka sekaligus hanya kamu."

"Merepotkan." Jawaban pendek nan datar itu membuat Karen menepuk kening akibat kesal dengan jawaban sepupunya itu.

"Ayolah, lagipula bukankah kalau kita membantu mereka kita bisa tahu dimana kita sekarang," tutur Karen. Catrine hanya bisa terdiam menimbang-nimbang akan keputusan yang ia ambil.

Menghela nafas pelan, akhirnya Catrine mengangguk setuju. "Oke, akan kubantu mereka."

Karen hanya bisa bersorak dalam hati, karena kalau ketahuan dirinya pasti akan langsung ditatap dengan tajam.

"Jangan lupa pakai ini," ucap Karen yang menyerahkan sebuah jubah bertudung yang berwana putih kearahnya.

"Dapat darimana?"

"Tentu saja aku yang bawa, kebetulan aku bawa dua." Dengan anggukan pendek Catrine lantas mengambilnya dan langsung memakainya, rambut putih milikya langsung tertutupi ketika tudung jubah tersebut dipakai.

Kini kaki jenjang yang tertutupi oleh celana Jongger hitam panjang berjalan menuju arena pertarungan, dengan tatapan datarnya Catrine lantas berjongkok, telapak tangan miliknya menyentuh tanah yang basah. "[Freezing area]."

Dalam sekejap seluruh hutan yang berjalan satu kilometer langsung membeku, undead yang awalnya masih sibuk bertarung langsung ikut membeku ketika terkenan sihir es milik Catrine, terkecuali empat orang yang terkejut ketika melihat para undead yang membeku.

Click

Dalam satu petikan jari sekumpulan undead yang membeku langsung hancur berkeping-keping tak bersisa, hutan yang membeku tetap sama, tak mencair ataupun hancur, memberikan kesan indah bagi yang melihatnya.

"Eh? Bukankah ini [Freezing area]?" ucap laki-laki berambut pirang, salah satu dari empat laki-laki tersebut.

"Kau benar, tapi siapa yang melancarkan sihir berskala besar ini?" timpal laki-laki berambut coklat yang juga penasaran.

"Ah! Apa mukin dia yang melancarkan nya?" tunjuk laki-laki berambut hitam legam kearah Catrine hanya berdiam diri di tempat.

"Catrine!" panggil Karen yang juga memakai jubah miliknya, tidak lupa tudung jubanya ia pakai.

"Tugasku sudahh selesai, kau puas sekarang?" ketus Catrine.

Menyeringai senang Karen lantas menepuk-nepuk punggu Catrine cukup keras, mebuat sang empu hampir tersungkur ke depan. "Bukan puas lagi, tapi sangat!"

"Ekhm! Maaf kalau kami mengganggu pembicaraan kalian dan juga terimakasih untuk pertolongan yang tadi," ucap laki-laki berambut hitam.

"Itu bukanlah masalah," jawab Karen dan dibalas dengan anggukan singkat Catrine. "Segaligus kalau boleh tahu, ini dimana?"

"Eh?! Kau tak tahu ini dimana?!" seru laki-laki berambut pirang.

"Begitulah."

"Ini di hutan Leux," jawab laki-laki berambut coklat, membuat Catrine bergumam. "Rupanya kita terkirim telalu jauh."

"Terimakasih sudah memberitahu, kalau begitu kami permisi." Dalam sekejap Catrine maupun Karen ber-teleport secara bersamaan, meninggalkan keempat laki-laki tersebut di tengah-tengah hutan.

***

Hup

"Rupanya kita terkirim terlalu jauh," ucap Karen dan dibalas dengan anggukan singkat dari Catrine, mereka berdua baru saja melakukan teleport secara bersamaan, menjauh dari keempat laki-laki yang sempat di tolong Catrine.

Benua Easteria, salah satu dari lima benua yang ada di Element world, benua ini berada di paling timur dan terkenal dengan cagar alamnya yang indah membuatnya sangat cocok untuk dijadikan tempat pariwisata, di saat yang sama pula benua Easteria menjadi benua yang memiliki dungeon terbanyak sekaligus berbahaya,membuat beberapa petualang selalu datang ke benua Easteria untuk berburu moster.

"Lebih baik kita pergi ke kota Leza, karena hanya itu satu-satunya kota terdekat dari hutan Leux," usul Catrine.

Karen yang mendengar usulan Catrine hanya bisa memincingkan mata curiga."Kamu tahu darimana kalau ada kota di dekat hutan Leux?"

"Aku pernah ke hutan Leux bersama Ayah, kalau tak salah usiaku saat itu sembilan tahun."

Menggendikan bahu, Karen lantas menyerahkan semuanya kepada Catrine membuat sang empu menatap tajam dengan mata biru laut miliknya.

Dua jam perjalanan, hingga keduanya sampai di sebuah kota kecil bernama Leza, walau kecil tapi kota ini memiliki daya tarik berupa spot-spot wisata yang menarik para pengunjung. Saat kedua gadis tersebut sampai di gerbang masuk seorang penjaga gerbang menghalagi keduanya membuat mereka mendongkak.

"Siapa kalian?!" teriak penjaga gerbang tersebut hingga menggundang beberapa atensi pengunjung yang juga akan masuk gerbang.

Tahu kalau penampilan mereka mencurigakan Catrine maupun Karen membuka tudung jubah mereka memperlihatkan sosok gadis cantik yang mampu memikat para kaum adam.

"Karen, kau memkai anting itu bukan?" tanya Catrine.

Mengangguk singkat Karen lantas memperlihatkan teliga kanan nya yang terdapat anting berpola rumit. "Tentu saja aku memakainya, bagaimana dengamu?"

"Persis sepertimu." Mengangguk secara bersamaan Catrine maupun Karen langsung menunjukan anting yang mereka kenakan, membuat penjaga gerbang tersebut langsung meminta maaf berkali-kali dan mengizinkan mereka berdua untuk masuk.

"Hei! Kenapa kau mengizinkan mereka masuk? Bukankah mereka terlihat mencurigakan?" tanya salah satu rekan penjaga gerbang itu.

"Jangan kalian usik mereka! Mereka dari keluarga Nebbia." Mendengar nama keluarga yang ia kenal, rekan penjaga gerbang tersebut langsung melotot tak percaya.

"Nebbia! Maksudmu keluarga Nebbia yang itu!"

"Hust...jangan keras-keras kau tahu, keluarga Nebbia itu sangat misterius, bahkan cara untuk tahu kalau mereka keluarga Nebbia dari anting yang mereka pakai."

"Tapi bukankah orang lain bisa saja meniru kalung mereka?"

"Apa kau bodoh! Anting keluarga Nebbia itu memiliki pola rumit yang mustahil untuk ditiru, bahkan perbedaan anting yang asli dengan palsu pun langsung ketahuan dengan sekali lihat."

***

Ramai adalah suasana kota Leza saat ini, banyak orang yang berlalu-lalang, sibuk dengan urusan nya masing-masing. Beberapa kereta kuda pun ikut melintas entah itu milik seorang pedagang atapun milik bangsawan yang tengah berkunjung ke kota Leza ini.

Menemukan salah satu penginapan yang sederhana, mereka berdua lantas memasuki tempat tersebut, suasana penginapan yang tak terlalu ramai memudahkan mereka berdua untuk sampai di meja resepsionis.

"Selamat datang di penginapan Otalia," sambut penjaga reseprionis yang merupakan seorang wanita yang kira-kira berusia dua puluh tahun dengan rambut merah muda yang diikat ponytail.

"Tolong satu kamar dengan dua kasur," pinta Karen.

"Tentu, kamar itu untuk berapa hari?" tanya Eliza, nama yang tertera di name-tang yang ia pakai.

"Tiga hari," potong Catrine.

"Baik, harganya tiga koin emas, termasuk dengan makanan disini." Mengambil kantung uang yang berada di tas punggu milik Catrine, lantas Catrine mengeluarkan satu koin platinum membuat Eliza yang melihatnya terkejut. Eliza yang hanya bisa menerimanya lantas memberikan memberikan kembalian nya, yaitu sembilan puluh lima emas."Kalau begitu ini kuncinya, selamat menikmati pelayanan kami."

Bruk

"Akhirnya kita bisa beristirahat," ucap Karen yang membenamkan dirinya di atas kasur, sedangkan Catrine hanya duduk di atas kasur seraya menghela nafas pelan.

"Lebih baik kita istirahat dulu untuk hari ini untuk besok kita bisa pikirkan lagi nanti," ucap Catrine yang tak mendapat balasan apapun karena sudah tertidur pulas.

"Dia ini," geram Catrine, tanda centang sudah telihat akibat kesal dengan kelakukan supupunya yang kadang suka seenaknya.

Tahu kalau marah di saat seperti ini tidak berguna, Catrine lantas membaringkan tubuhnya di kasur, menikmati sensasi empuk membuat kantuk datang melanda hingga ikut tertidur pulas.

➣ ➣ ➣

Jangan lupa vote, ya (◠‿◕)
↓↓↓

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top