➛Hari Pertama
'Hei, apa kau sudah dengar?'
'Tentu saja. Semua murid disini pasti sudah dengar.'
'Kudengar dia akan berada di kelas 1-4.'
'Benarkah? Aku penasaran dengan murid baru itu.'
'Kudengar murid baru nya ada dua orang.'
'Apa yang kepala sekolah pikirkan hingga menerima murid baru di musim gugur?'
'Entahlah, kuharap mereka bisa melewati ujian akhir dengan lancar, kudengar ujiannya akan susah.'
Kabar akan kedatangan dua orang murid baru di Akademi menjadi topik hangat di kalangan para murid. Sedangkan mereka yang menjadi pembicaraan kini tengah asyik di dapur, dengan Catrine yang tengah memasak, sedangkan Karen yang duduk menonton.
"Wah...aroma apa ini?" Shile muncul di belakang Karen secara tiba-tiba, membuat sang empu hampir terjungkal.
"Shile, jangan mengagetkan Karen," tegur Lia yang menyusul di belakang, Shile hanya menyeringai, tak mempedulikan teguran Lia yang mengela napas pelan.
"Kalian, duduklah. Makanannya hampir selesai," ucap Catrine datar, yang sama sekali tak menoleh.
Lia, dan Shile mengangguk, lantas menduduki kursi masing-masing.
"Sepertinya seragam Akademi ini sangat cocok untuk kalian," celetuk Lia yang melihat penampilan Catrine, dan Karen secara bergantian.
"Benarkah?" tanya Karen yang melihat penampilannya sendiri.
"Tentu saja, terutama Catrine! Seragamnya sangat cocok dengan rambut seputih saljunya," timpal Shile.
Kemeja putih yang ditutupi dengan jas almamater berwarna navy, terlebih lagi rok mereka yang mencapai mata kaki dengan motif bintang yang indah. Mencerminkan Akademi yang dilambangkan dengan langit malam
"Apa setiap Akademi rok mereka selalu sepanjang ini?" tanya Karen yang merasa kurang nyaman dengan rok panjang seperti ini, karena dirinya yan terbiasa memakai celana atau rok diatas lutut.
Lia mengangguk, menatap Karen dengan bingung. "Tentu saja, seorang wanita tidak boleh memperlihatkan kaki telanjang nya karena itu tidak sopan, bukankah ini pengetahuan umum?"
Karen tersenyum kikuk, di dalam hati dirinya meruntuki kecerobohan nya yang menanyakan jawaban yang dikatahui semua orang, sepertinya kehidupan di Bumi membuat pola hidupnya ikut berubah.
Bodoh, aku lupa kalau disini masih memiliki tata krama yang ketat, runtuk Karen.
"Bodoh," ejek Catrine yang tetap memperhatikan masakannya. Sedangkan tatapan tajam langsung dilancarkan Karen bersama seruan protesnya. "Hei, bisakah kau tidak mengejekku terus-menerus!"
"Bukankah sudah kujawab, itu mustahil karena kau mudah diejek atau dijahili," jawab Catrine cepat.
"Sialan!" umpat Karen yang tak digubris Catrine sama sekali.
"Ini," ucap Catrine yang menyajikan empat piring yang berisi, nasi goreng dengan seafood, membuat mata Karen yang awalnya jengkel menjadi berbinar, tanpa menunggu lama lagi, Karen langsung menyuap makanannya. "Enak!" seru Karen yang kembali menyuap.
"Kau benar! Ini lebih enak dibandingkan makanan di Cafetaria!" timpal Shile yang juga memakan sarapannya dengan lahap.
"Kau pandai memasak," puji Lia yang juga menikmati makanannya.
Catrine tersenyum kecil, melihat mereka yang memakan masakannya dengan lahap, membuat hatinya sedikit menghangat.
Sepertinya kehidupan seperti ini tdak buruk juga, pikir Catrine yang juga memakan sarapannya.
Pagi ini, keempatnya menikmati sarapan mereka masing-masing, dengan Shile, dan Karen yang memaksa menambah porsinya, membuat Lia turun tangan untuk menghadapi keduanya.
***
"Ini semua gara-gara kalian berdua! Kalau saja Catrine tidak mengingatkan kalian berdua, aku yakin kalau kita akan terlambat," gerutu Lia kepada Shile, dan Karen yang meringis, mendapat omelan dari Lia sama seperti mendapat omelan dari Ibu mereka.
"Maaf," cicit keduanya. Lia menghela napas lelah, mengomeli Shile, dan Karen tidak ada gunanya, karena dirinya yakin kalau keduanya tidak akan mendengar apa yang baru saja ia ucapkan.
"Lia,biarkan Karen, dan Shile aku yang urus," ucap Catrine yang berjalan tepat di samping Lia.
"Hei!" protes Karen, dan langsung mendapat tatapan dingin dari Catrine. "Lebih baik kau diam sebelum es-ku membekukanmu agar diam."
Glup!
Karen meneguk ludahnya kasar, ancaman dari Catrine sukses membuat Karen bungkam, membuat Shile terkikik pelan.
"Shile, kau juga sama," lanjut Catrine yang melirik Shile dengan dingin, membuat Shile ikut bungkam. Lia yang melihat respon keduanya langsung menepuk pundak Catrine, membuat sang empu menoleh. "Kuserahkan keduanya kepadamu."
Catrine mengangguk singkat. "Serahkan padaku."
***
"Sepertinya kita berpisah disini, karena kelas kita berbeda," ucap Lia, ketika mereka sampai di kelas 1-4.
"Memangnya kalian berada di kelas mana?" tanya Karen.
"1-1," jawab Shile.
"Hanya berbeda dua kelas. Sampai jumpa di Cafetaria, Catrine, Karen!" seru Shile ketika jarak mereka semakin jauh, hingga sosok keduanya menghilang ketika memasuki kelas.
"Mari masuk," ajak Catrine. Karen mengangguk, lantas keduanya membuka pintu. Membuat seluruh atensi para murid terfokus kepada keduanya.
"Aku akan pilih bangku belakang," ucap Catrine yang langsung berjalan menuju kursi paling belakang, sama sekali tak mempedulikan tatapan para murid yang mengikuti langkahnya.
Sesuai dugaanku, kursinya disusun seperti di tribun pertandingan, pikir Catrine yang melihat sekitar, dan menemukan Karen yang berjalan kearahnya, memilih duduk di tepat di sampingnya.
"Kupikir kau akan memilih meja depan," ucap Catrine.
"Hanya ingin mencoba suasana baru," jawab Karen yang mendengus pelan. "Bukankah mereka terus memperhatikan kita?" bisik Karen.
"Itu wajar, karena kita murid baru."
"Tapi menurutku ini berlebihan."
"Tidak ini wajar." Karen mengerutkan keningnya. "Apanya yang wajar?"
"Dua orang murid baru muncul ketika musim gugur, mereka pasti berpikir kalau kepala sekolah sudah gila karena menerima kita di Akademi nya," jelas Catrine.
Karen mengangguk paham, penjelasan sepupunya cukup masuk akal.
Srek!
Pintu kelas mereka terbuka, sosok pria berambut pirang denga manik biru yang persis seperti Catrine memasuki kelas mereka. Belum lagi pekikan dari beberapa gadis yang langsung heboh, sedangkan para pria yang medengus.
"Catrine, bukankah dia...." ucapan Karen langsung terhenti ketika melihat reaksi Catrine yang tengah mematung.
"Lean," gumam Catrine yang sangat mengenali sosok pria yang tengah dikerumuni para gadis.
Aleandra Deux, yang biasa ia dipanggil Lean, salah satu sepupu Catrine dari pihak Ayahnya, sekaligus pangeran dari Kerajaan Wyster yang berada di Benua Westenda, walau mereka bertemu hanya dalam hitungan jari, akan tetapi Catrine langsung mengenalinya.
"Dia sama sekali tidak berubah," gumam Catrine.
"Apanya?" bingung Karen, karena tidak terlalu mengenal Lean.
"Sifatnya yang selalu menggoda wanita dari kecil," jawab Catrine.
"Pftt...." tawa Karen hampir pecah. Ayolah, siapa yang menyangka kalau sepupunya itu mengingat seseorang dari sifat buruknya.
"Dia kemari," interupsi Catrine, membuat Karen menoleh.
"Hai, apa kalian murid baru yang dibicarakan? Perkenalkan, namaku Aleandra Deux. Salam kenal nona-nona," sapa Lea dengan senyum manis yang ia tampilkan.
Bolehkan aku memukulnya? Pikir Catrine. Jujur saja, perkenalan yang diucapkan sepupunya itu ingin membuatnya muntah, entah apa yang membuat sepupunya menjadi narsis seperti ini.
"Catrine," jawab Catrine datar yang bahkan sama sekali tak menoleh. Membuat Lea menjadi kikuk.
Karen hanya terkekeh, lantas menoleh kearah Lea dengan senyum simpul. "Karen, salam kenal Lean."
"Ya, salam kenal, Karen."
Srak!
"Sepertinya kalian berdua mulai mengakrabkan diri dengan teman baru kalian." Semuanya terkejut ketika sosok pria berambut hitam panjang yang diikat pony tail dengan satu anting perak yang terpasang di telinganya tiba-tiba muncul di antara Lean, dan Karen.
Hawa keberadaannya sama sekali tak terasa, pikir Catrine yang ikut terkejut.
"Selamat pagi, Mr.Shelden," sapa Lean ramah.
"Selamat pagi juga," balas Pria bernama Shelden dengan ramah.
"Shelden? Marquess Shelden Switz," gumam Catrine yang famliar dengan nama keluarga Shelden, tentunya gumamannya tidak terdengar oleh siapapun.
"Nah, kalian berdua bisa berdiri di depan sana, lalu perkenalkan nama kalian," titah Mr. Shelden yang langsung diangguki keduanya yang langsung berjalan ke depan.
"Hai semua, namaku Karenina Nebbia, salam kenal," sapa Karen.
"Catrine Nebbia," ucap Catrine singat, padat, jelas.
'Nebbia?!'
'Apa yang dimaksud mereka Nebbia yang itu?!'
'Sepertinya kelas sangat beruntung karena mendapat dua orang bangsawan nomor satu di dunia.'
'Astaga, ini sunggu mengejutkan.'
'Kelas lain mungkin akan iri dengan kita.'
'Kau benar.'
Keributan langsung terjadi, berbagai seruan heboh langsung menggema di dalam kelas, membuat Mr. Shelden kembali menepuk tangannya. "Baik! bisa kalian diam sekarang. Aku tahu kalau kalian terkejut dengan kehadiran mereka, tapi aku harap kalian bisa akrab dengan mereka, kalian mengerti?"
"Mengerti!" jawab mereka serempak.
"Catrine, Karen, kalian bisa kembali menuju meja kalian." Keduanya mengangguk kompak, dan langsung kembali berjalan menuju meja yang mereka tempati.
"Lean, bisa kau ajak mereka berkeliling Akademi ketika istirahat?" tanya Mr. Shelden yang diangguki Lean. "Tentu, Mr. Shelden. Kau bisa mengandalkanku."
"Bagus! kalau begitu aku tunggu kalian di Arena latihan." Sosok Mr. Shelden langsung menghilang, meninggalkan keluhan dari para murid tentang kelas pertama yang tak lain adalah kelas bertarung.
'Yang benar saja?!'
'Sial! Kenapa kelas pertama, dengan Mr. Shelden?!'
'Aku menyukai Mr. Shelden yang diluar jam pelajaran, ketika pelajarannya dia seperti monster.'
'Pelatihan yang bagaikan neraka.'
'Duel tanpa henti.'
'Dia memang tak pandang bulu.'
'Mereka yang ahli dalam bertarung atau sihir pasti disuruh untuk melewatu batas mereka masing-masing.'
'Kemarin saja aku sampai pingsan.'
"Sepertinya Mr. Shelden cukup tegas ketika masuk pembelajarannya," bisik Karen.
"Kau benar, tapi tidak ada yang lebih seperti monster dibandingkan Kakek," timpal Catrine.
"Itu sudah valid, Catrine. Dan aku berpikir seperti itu, kecuali kalau dia memiliki sifat kejam Kakek." Entah itu kebetulan atau tidak tapi ada satu hal yang membuat Catrine maupun Karen langsung membeku dengan keringat dingin.
'Tapi apa kau tahu?'
'Apa?'
'Kudengar kalau Mr. Shelden itu muridnya Duke Nebbia.'
'Benarkah?'
'Bukankah itu wajar saja, karena keluarga Mr. Shelden dekat dengan Duke Nebbia.'
'Itu benar, kudengar setiap generasi dari keluarga Shelden akan dikirim untuk dilatih secara pribadi oleh Duke Nebbia sendiri.'
"Sialan!" umpat keduanya bersamaan. Kalau itu benar, maka mereka akan menderita, menjadi rekan latihan tanding Kakek mereka saja sudah sangat merepotkan, entah bagaimana nanti.
Mereka berharap kalau Mr. Shelden tidak mengikuti sifat buruk Kakek mereka yang suka mengajak seseorang untuk latih tanding.
➣ ➣ ➣
Jangan lupa vote, ya (◠‿◕)
↓↓↓
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top