➛Datang
Seminggu sudah berlalu semenjak kekacauan perkumpulan sosialita di kompetisi berburu, Catrine dan Karen juga sudah tak memikirkan hal itu. Sesekali mereka menghadiri yang diadakan oleh gadis bangsawan.
Catrine hampir saja tertawa ketika mengingat kembali ekspresi yang ditampilkan gadis bangsawan yang mengenal Catrine. Raut wajah kikuk, takut dan menyesal terpampang jelas.
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Karen, membuyarkan bayangan para gadis bangsawan yang mengenal dirinya dan Karen.
Kini mereka berdua tengah di ruang baca milik Catrine guna mempersiapkan tes masuk Sky Night Akademi yang meraih posisi pertama Akademi bergengsi dari lima Akademi yang ada di Element world.
"Bukan apa-apa," jawab Catrine datar dan kembali fokus terhadapa buku yang tengah mereka pelajari.
"Bagaimana perkembanganmu dengan Nicol?" tanya Catrine tiba-tiba.
Karen yang fokus membaca langsung tersentak kaget dan menoleh kearah Catrine dengan tatapan yang sulit diartikan. "Apa maksudmu?" tanya Karen.
"Bukankah Nicol tengah mendekatimu?" senyum menggoda terhias di wajah Catrine.
Karen langsung bersemu merah, menutup wajahnya dengan kedua tangannya. "H-hentikan, Catrine."
Catrine terkekeh pelan. "Baiklah, tapi aku harap kau saat hari pertama Nicol sudah menembakmu dan kau menerimannya."
"Catrine!" pekik Karen yang wajahnya sudah memerah.
"Hahahaha!" tawa Catrine langsung pecah, puas menggoda sepupunya.
Menyeka air mata yang keluar akibat kebanyakan tertawa, Catrine kembali menoleh kearah Karen yang kembali fokus. "Ucapanku yang terakhir itu serius, aku khawatir kalau saat aku tak ada akan ada orang yang mengganggumu."
Karen mendelik tajam."Kau pikir aku anak-anak yang harus dijaga?"
Catrine mendesah lelah. "Karen, aku tahu kalau kau itu tak perlu dijaga, tapi aku hanya ingin menyakinkan diriku kalau Nicol selalu ada di sampingmu untuk menjagamu selagi aku tak mengawasimu."
"Jadi kau khawatir padaku?" tanya Karen, masih fokus terhadap bukunya.
Catrine mendengus sebal. "Tentu saja aku khawatir."
Karen langsung menoleh, menatap Catrine dengan tatapan tak percaya. "Kau benar-benar khawatir?"
"Iya, Karen," jawab Catrine yang kembali fokus membaca.
"Aaaa...makasih! aku sayang Catrine!" pekik Karen senang yang langsung memeluk Catrine erat.
"Karen, kau memelukku terlalu erat!" pekik Catrine yang melepas pelukan Karen dengan paksa dan langsung meraup oksigen sekitar.
Karen hanya bisa cengengesan, tak tahu harus merespon apa.
"Sudahlah, lanjutkan saja belajar kita. Kita lihat siapa yang meraih posisi pertama," ucap Catrine dengan senyum menantang.
"Oke, sudah lama aku ingin mengalahkanmu," balas Karen dengan senyum menantang, persis seperti Catrine.
Keduanya kembali fokus terhadap buku yang mereka baca, hingga waktu tak terasa kalau langit sudah berubah menjadi malam, meja yang awalnya rapih kini sudah berantakan dengan buku yang menumpuk dan piring makan yang baru saja dipakai.
"Hah...! akhirnya selesai juga," ucap Karen seraya meregangkan ototnya yang terasa pegal.
"Kau sudah selesai?" tanya Catrine yang masih fokus membaca.
"Sudah, bagaimana dengamu?"
"Sedikit lagi."
"Kalau begitu akan kutunggu," putus Karen yang berjalan kearah sofa, mulai merebahkan diri diatas nya.
Buk!
"Hah...!" helaan nafas keluar dari mulut Catrine yang menyimpan buku yang baru saja ia baca dengan keras dan menyandarkan dirinya di kursi dan menatap langit-langit ruang baca yang berwarna coklat polos.
"Karen," panggil Catrine.
"Apa?" sahut Karen.
"Apa kau menyukai Nicol?" pertanyaan tiba-tiba Catrine langsung membuat Karen bangkit dari posisinya, menatap Karen dengan wajah memearah malu. "A-apa?"
Catrine melirik kearah Karen sebentar dan kembali melihat langit-langit. "Jadi kau menyukainya? Baguslah, kalau begitu Nicol tak akan kesusahan untuk menembakmu."
"Ha?!" seru Karen yang semakin memerah.
"Nicol menyukaimu dan kau menyukainya, itu adalah alasan kenapa aku berharap kalian berpacaran sebelum masuk Akademi," tutur Catrine.
"Hei! Kau jangan berbicara seolah-olah kau sudah pernah merasakan nya," seru Karen.
Catrine terkekeh. "Baiklah, aku serahkan kisahmu padamu."
"Bagus!"
"Tapi aku sudah mengancam Nicol, kalau dia membuatmu menangis aku akan menghabisinya," ucap Catrine.
Karen menatap Catrine dengan tatapan tak percaya. "Catrine."
Catrine tak merespon, bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari ruang bacanya. "Ini sudah malam, besok kita akan melanjutkan belajarnya, jadi jangan sampai begadang."
Karen mengangguk menurut, bangkit dari sofa dan berjalan keluar ruang baca.
***
Seminggu sudah berlalu dan kini adalah hari dimana Catrine dan Karen akan mengikuti tes masuk Akademi Sky Night yang berlokasi di Kota Hoilos, kota bagian selatan Benua Northon.
"Apa Nicol tahu kalau kita akan belajar di Akademi yang sama seperti dirinya?" tany Karen.
Kini keduanya tengah berada di kereta kuda, dengan tas besar yang ikut bersama mereka. Jika kalian tanya apa isinya, maka tentu jawabannya adalah pakaian mereka.
"Sepertinya tidak, lagipula sudah lama kita tidak bertemu denganya lagi, terakhir kali kita bertemu itu hari dimana kita selesai melawan posour di Dungeon Fyrix, dari situ Nicol hanya memberiku surat yang berisi permintaanku."
Karen mengangguk-angguk paham, kembali melihat-lihat pemandangan sekitar yang indah dipandang.
"Kau tahu Cartrine." Catrine menoleh, menatap Karen yang masih melihat pemandangan. "Terkadang aku selalu iri dengan gadis yang tinggal di Bumi, mereka bisa bersenang-senang tanpa khawatir apapun bahkan aku selalu memiliki keinginan untuk tinggal disana dan menjalani hidup normal."
"Ini salahku," gumam Catrine yang ikut menatap keluar jendela. "Seharusnya aku tak melibatkanmu dalam urusanku dan kau bisa menjalani hidup normal, tidak sepertiku yang harus mengikuti takdir bodoh ini."
Karen terdiam, hanya bisa menatap Catrine dengan sendu. Dirinya memang tahu takdir bodoh yang dimaksud Catrine, menjadi gadis yang ada dalam ramalan, menjadi incaran Dark Forest, menjadi harapan Element world yang memiliki harapan besar. Sudah pasti membuat sepupunya ini cukup tertekan.
"Hei, aku ada disini, apapun yang kau lakukan aku akan tetap dipihakmu," ucap Karen.
Catrine hanya tersenyum kecil, dari lubuk hatinya dirinya cukup terharu mendengar ucapan Karen. "Terimakasih."
"Sama-sama," balas Karen dengan menyeringai hingga dirinya tersadar akan satu hal. "Oh, yaampun! Ini pertama kalinya sepupuku yang dingin mengucapkan terimakasih!"
Catrine memutar bola matanya malas. "Kau terlalu heboh, Karen."
"Oi! Bukankah ini wajar saja karena kau tidak pernah memuji sepupumu ini!" protes Karen.
"Terserah."
***
"Yang Mulia Putri, kita sudah sampai di gerbang depan Akademi," ucap sang kusir.
Catrine mengangguk mengerti, lantas memasukan tas miliknya dan Karen kedalam cincin miliknya.
"Karen, ayo turun."
Karen mengangguk, ikut turun bersama Catrine yang mengulurkan tangannya, keduanya lantas mulai berjalan memasuki gerbang dimana terdapat seorang pria yaang tengah berdiri tak jauh dari mereka.
"Apa kalian Catrine Nebbia dan Karenina Nebbia?" tanya Perc yang notebane nya sebagai salah satu pengwai Akademi.
"Itu kami," jawab Catrine datar.
"Kalian bisa ikuti aku." Tanpa banyak bicara pria itu lantas mulai berjalan, diikuti oleh Catrine maupun Karen yang juga mengikutinya tanpa banyak bicara.
Ketika memasuki gerbang, yang pertama mereka berdua lihat adalah empat bangunan besar yang terlihat dari jauh, membuat Karen sempat berdecak kagum, sedangkan Catrine hanya diam, menatap sekitar dengan datar, tak tertarik.
Selama perjalan, Perc berbicara cukup banyak, dia bilang ini sekaligus tour singkat. Hingga lima belas menit kemudian mereka sampai di ruangan kepala sekolah, membuat Karen gugup seketika entah karena apa.
Cklek!
Ketika pintu dibuka mereka berdua sudah disuguhi oleh ruangan minimalis dengan meja yang berada di pojok ruangan dengan sofa yang terletak di tengah ruangan.
"Kalian masuklah dulu, kepala sekolah sebentar lagi akan datang jadi kalian bisa duduk dulu di sofa itu," tunjuk Perc.
Mereka hanya bisa mengangguk, menuruti apa yang diucapkan Perc. Ketika pintu kembali ditutup hanya keheningan yang mereka dapatkan.
"Psstt...bukankah ini terlalu hening?" bisik Karen.
"Ya, instingku mengatakan kalau ada yang tidak beres," jawab Catrine yang masih mengedarkan pandangan nya.
"Cat, perasaanku mulai tak enak," gumam Karen yang mulai waspada.
Catrine tak menjawab, tapi apa yang dikatakan Karen memang benar, insting mereka sebagai petualang kini mulai bekerja, see the aura miliknya sudah ia aktifkan, hingga pandangannya terhenti di sisi lemari.
"Karen, menghindar!" seru Catrine.
Srat!
Karen langsung menghindar bersama Catrine, kini sofa yang mereka duduki sudah tersayat lebar, mengeluarkan isinya, keduanya langsung memasang kuda-kuda bertarung.
"Luar biasa, aku tak menyangka salah satu dari kalian memiliki ability see the aura, belum lagi refleks kalian yang sangat bagus." Seorang pria berusia empatpuluh tahun kini berjalan mendekati mereka, Catrine yang awalnya siaga langsung berdiri tegak, menatap pria itu dengan datar.
"Apa anda Kepala Sekolah?" tanya Catrine to the point.
Pria itu terdiam, lalu digantikan oleh suara tawa keras yang mengisi ruangan, Karen yang mendengar pertanyaan Catrine langsung kembali memasang posisi biasa.
"Kau benar Nak, perkenalkan namaku Geory Cares, kepala sekolah Akademi Sky Night, selamat datang di Akademiku Catrine Nebbia dan Karenina Nebbia."
"Terimakasih, Kepala Sekolah," ucap Karen yang membungkuk singkat.
"Karena aku tidak suka bertele-tele, aku akan langsung memberikan kalian seragam Akademi dan beberapa buku pelajaran. Karena kalian masuk ketika musim gugur, kalian harus berjuang lebih keras lagi karena kalian harus bisa mengejar semua materi dari awal semester karena ketika musim dingin adalah ujian akhir semester," ujar Geory seraya menyerahkan seragam dan buku. Belum lagi seringai yang terpantri di wajahnya.
Catrine hanya menggendikkan bahu, seolah-olah itu bukan masalah baginya, sedangkan Karen hanya bisa tersenyum kaku. "Mau bagaimana lagi."
"Bagus! Kalau begitu, aku akan mengantar kalian menuju salah satu kamar asrama perempuan, kebetulan ada satu kamar yang hanya diisi dua orang, kalian bisa tinggal disana karena satu rumah diisi oleh empat orang."
Ketiganya langsung berjalan keluar ruangan, berjalan di lorong Akademi yang cukup sepi, walau sesekali ada murid yang berpapasan dengan mereka.
***
Tok! Tok! Tok!
Pintu bernomor delapan puluh sembilan ini diketuk tiga kali, tak membutuhkan waktu lama pintu yang diketuk terbuka, memperlihatkan sosok gadis berambut biru yang langsung kikuk ketika melihat Kepala Sekolah Akademi yang datang.
"Mr.Cares, ada perlu apa anda kemari?" tanya gadis itu dengan sopan.
"Aku hanya ingin mengantarkan dua murid baru yang baru saja pindah kemari, mereka akan menjadi teman kalian." Gadis itu tersentak, langsung melirik dan baru menyadari Catrine dan Karen yang berdiri di belakang Geory.
"Catrine, Karen, aku pergi dulu, kalau ada apa-apa, kalian bisa datang ke ruanganku. Oh, ya! Kalian berdua ditempatkan di kelas 1-4, sampai jumpa kalian berdua!" Usai mengucapkan hal itu Geory lantas membalikan badan, berjalan menjauh dari mereka bertiga.
"Hai, namaku Karenina Nebbia, kau bisa memanggilku Karen! Aku harap kita bisa berteman baik!" sapa Karen denga ceria.
Mendengar nama Nebbia gadis itu lantas membungkuk hormat, memberikan kesan anggun bagi Karen dan Catrine yang melihatnya. "Sungguh sebuah kehormatan bisa satu atap dengan anggota keluarga Nebbia, nama saya Nathalia Calmer, saya harap kita bisa akrab dengan baik."
"Kau tidak perlu membungkuk hormat seperti itu, bukankah kau putri Duke Calmer dari Benua Easteria," celetuk Catrine, membuat keduanya menoleh.
"Anda ben-." Ucapan Lia langsung terpotong, dengan celetukan Catrine yang mengeluh akan formalitas yang Lia gunakan. "Tolong hilangkan formalitasmu, bukankah disini, mereka dianggap setara sebagai murid," celetuk Catrine.
"Aku setuju dengan Catrine, jadi bicara saja dengan santai, Lia," ujar Karen seraya tersenyum simpul, yang dibalas dengan senyum anggun dari Lia. "Tentu saja, salah kenal, Catrine, Karen. Silahkan masuk," ucap Lia yang mempersilahkan keduanya masuk.
Luas adalah kata yang cocok untuk menggambarkan isi dari kamar yang akan mereka tempati.
"Ini lebih cocok disebut sebuah apartemen daripada sebuah kamar," celetuk Karen yang masih melihat sekeliling.
Catrine mengangguk setuju, dengan satu ruang tengah yang luas, empat kamar tidur dengan kamar mandi di setiap kamar, belum lagi dapur yang cukup luas bisa dikategorikan sebagai apartemen mewah.
"Catrine, kamarmu pintu bercat putih, sedangkan, Karen pintu bercat hitam, untuk kamarku yang bercat biru," jelas Lia.
"Lalu, kalau kamar yang bercat hijau itu?" tunjuk Karen. Kamar pintu bercat hijau denan hiasan pohon cukup menarik perhatian Karen karena hanya itu satu-satunya pintu yang memiliki hiasan.
"Itu milik Shile, dia sekarang sedang tidur. Mungkin dia akan bangun nanti malam," jawab Lia.
Tepat ketika Lia selesai berbicara, pintu milik Shile terbuka, menampakan sosok gadis berambut pirang dengan manik hijau lumut yang sayu. Penampilan nya yang berantakan usai bangun tidur, membuat Lia menepuk jidat nya. "Shile, apa-apaan penampilanmu itu?!"
Wajah sayu Shile yang awalnya Karen, dan Catrine lihat langsung berubah menjadi pucat pasi, pasalnya Lia yang awalnya bersikap ramah, langsung berubah menjadi menyeramkan ketika marah. Membuat Karen meneguk ludahnya kasar.
Aku berjanji tidak akan membuat Lia marah, pikir Karen yang mulai berkeringat dingin.
"Kembali ke kamarmu, lalu ganti pakaianmu!" bentak Lia yang langsung diangguki oleh Shile yang kembali masuk ke dalam kamar.
Menghela napas pelan, Lia menoleh kearah Karen, dan Catrine yang tengah menatapnya. "Maafkan Shile, terkadang sifatnya agak sulit diatur."
"Itu bukan apa-apa, kalau begitu aku ingin istirahat. Sampai jumpa besok," ucap Catrine yang langsung masuk ke dalam kamar.
"Kalau begitu, aku juga ingin istirahat. Sampai bertemu besok pagi, Lia," ucap Karen seraya melambaikan tangan. Menyisakan Lia yang terkekeh pelan. "Mereka berdua cukup ramah."
***
Malam menyambut, langit berubah menjadi gelap, bintang maupun bulan sama sekali tak terlihat akibat tertutupi oleh awan.
"Hei, Lia," panggil Shile yang berjalan kearah Lia yang tengah membaca buku di sofa.
"Hmm," sahut Lia dengan gumaman, membuat Shile memajukan bibirnya. Mulai merengek. "Hei! Jangan mengabaikanku."
"Ada apa Shile?" jawab Lia yang mulai jengkel dengan rengekan temannya yang sudah bersamanya dari kecil.
"Apa mereka berdua masih tidur? Bagaimana kalau kita bangunkan mereka, dan pergi ke cafetaria bersama," usul Shile, dengan telunjuk yang menujuk kamar Karen, dan Catrine yang belum terbuka.
"Maksudmu Karen, dan Catrine?"
"Ah! Nama mereka Karen, dan Catrine," seru Shile, membuat Lia mau tak mau harus menutup telinganya agar selamat dari suara Shile yang keras.
"Shile, kendalikan suaramu!" protes Lia.
"Maaf," ringin Shile yang mulai lelah dengan Lia yang terus-menerus mengomel.
Lia hanya bisa menghela napas pelan, lalu kembali fokus pada buku bacaannya. "Sepertinya mereka berdua akan melewati makan malam karena lelah, kudengar jarak antara Akademi dengan pergunungan Nyrt cuku jauh."
Mata Shile membulat sempurna, mendengar kata 'Nyrt' saja, Shile langsung tahu siapa mereka. "T-tunggu, pergunungan Nyrt?! Apa mungkin mereka Nebbia?"
"Ya," jawab Lia seraya membalikan halaman buku.
Seringai kecil terbentuk di wajah Shile, dan itu tak luput dari pengamatan Lia. "Sepertinya Akademi akan menjadi lebih menarik," celetuk Lia.
"Kau benar, dan aku tak sabar. Kira-kira hal apa yang menanti di depan kita."
➣ ➣ ➣
Jangan lupa vote, ya (◠‿◕)
↓↓↓
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top