Chapter. 8
WARNING : 21+
Drama adu bacot udah kelar, jadi gue baru aja abis mandi. Waktu gue keluar dari kamar mandi, Faith sibuk ketik-ketik hape dan mukanya serius banget.
"Ngapain lu?" tanya gue judes.
Faith berdecak sinis tanpa mengalihkan tatapan dari hape. "Gue mau susun rencana. Mumpung bisa kabur, gue harus atur strategi."
Gue masih sibuk keringin rambut dengan handuk sambil menatap Faith heran. "Emangnya lu lagi perang, sampe harus atur strategi?"
"Nggak gitu. Gue mau mastiin kalo bokap itu beneran ngusir, bukan cuma ngomong doang," jawab Faith langsung.
Sumpah, gue bener-bener nggak habis pikir sama cewek model kayak gini. Gue yang waras atau doi yang emang udah gila?
Faith masih sibuk ngetik saat gue melempar handuk basah ke keranjang baju kotor. Gue ambil minum sambil liatin doi yang duduk di parquet.
Faith pake baju yang gue beliin di mall. Pilihan gue padahal ngasal, tapi cocok banget di badan doi. Sabrina dress. Gue suka cewek pake baju model sabrina, kemben, crop top, backless, atau yang bahu terbuka. Kalo mau macem-macem, tinggal turunin ato nyelipin tangan. Apalagi gue tahu kalo doi nggak pake bra karena model bajunya udah ada cup di dalemnya.
Cewek itu lagi duduk bersila, yang artinya kedua paha mulusnya terlihat, bahu dengan punggung seksinya terekspos, dan kepalanya lagi miring, yang pamerin lehernya terang-terangan seolah menantang untuk dihisap. Anjir! Kayak gini aja, gue udah ngaceng.
Daritadi gue bahas posisi dan baju Faith, ternyata gue udah auto jalan deketin doi yang masih serius ngetik hape-nya dengan cepat. Nggak pake aba-aba, gue merebut hape yang langsung bikin doi memekik kaget.
"Heh! Ngapain lu ambil hape gue?" serunya.
"Berkat gue, lu bisa diusir. Jadi, sini! Gue butuh bayaran," ujar gue sambil menariknya berdiri dengan mencengkeram lengannya.
"Bayaran apa? Katanya nggak usah bayar," hardiknya ketus.
"Gue nggak butuh duit," balas gue yang langsung menariknya mendekat, membungkuk untuk mengecup bibirnya, melempar hape-nya ke sofa, lalu menangkup wajahnya untuk memberi ciuman yang lebih dalam di bibir.
"Hmmpphhh," decaknya saat gue membungkamnya dengan masukin lidah gue ke dalam mulutnya.
"Gue butuh bayaran yang lain," lanjut gue sambil bernapsu.
Thanks to sabrina dress-nya yang memudahkan gue untuk langsung meremas payudaranya setelah turunin bagian depan.
"Enghh, lu udah kayak kucing garong," ucap Faith dengan tercekat, lalu mengerang pelan saat gue mengusap putingnya dengan gerakan naik turun.
"Nggak usah muna. Lu juga pengen," balas gue serak, lalu melepas ciuman.
Sofa yang ada di ruang tengah bisa gue panjangin jadi sofa bed, dan makasih banyak buat Chandra yang udah hadiahin sofa itu ke gue. Sofanya bener-bener berguna.
Saat gue balik untuk menghadap Faith, cewek itu tiba-tiba mendorong gue hingga terjatuh dan mendarat di sofa. Fuck! Doi bener-bener tahu gimana caranya bikin cowok seneng dengan kasih aksi buka baju sampe telanjang tepat di depan gue.
"It's okay, gue suka sama cowok yang blak-blakan kayak lu. Kebetulan, gue juga suka nyepong batangan lu. Bikin nagih," ucap Faith sambil mendorong gue hingga bersandar di punggung sofa.
Doi merangkak naik, berenti tepat di depan boxer, dan menurunkannya tanpa ragu. Sorot matanya menatap ketegangan gue dengan ekspresi mupeng yang bikin gue makin ngaceng. Sial! Muka sange-nya bikin kepala gue pusing.
Mulutnya terbuka sambil menurunkan kepala, memasukkan penis gue ke dalam mulut hingga setengah, lalu mengulum sambil mengisap keras, hingga kedua pipinya melesak ke dalam.
Mendesis geram, nikmat dan nyeri berbaur menjadi satu, membuat napas gue memburu, dengan detak jantung yang udah berpacu gila-gilaan. Fuck! Sejauh ini, lip service Faith yang paling memuaskan.
Gue memejamkan mata, menikmati kuluman yang disertai hisapan dari mulut Faith, juga tangannya yang udah sibuk mengocok dengan gerakan teratur. Erangan berat terdengar darinya saat tangan gue berada di kepalanya, mengusap lembut, kemudian menangkup kedua sisi kepalanya untuk bergerak naik turun sesuai dengan speed yang gue inginkan.
Seperti pengen bikin gue tambah pusing, Faith menyeimbangkan speed yang gue inginkan dengan mengetatkan hisapan. Ancuk! Cewek ini bener-bener pinter mainin kesangean cowok sampe ngecun abis.
"Faith," panggil gue parau.
Faith mendongak sambil menarik satu hisapan kuat hingga ke ujung kepala. Gue mendesah dan merasakan denyutan nyeri di sepanjang ketegangan.
Gue menyambut Faith dengan ciuman kasar dan bernapsu sambil memutar posisi. Kini, doi di bawah gue, mengerang berat saat gue mulai mengisap putingnya keras dan dalam, menariknya kuat, lalu mengigit gemas, kemudian mengisap lagi.
Tangan gue udah meluncur ke bawah. Fuck! Doi udah basah banget. Bahkan, lendir sange-nya sudah membasahi pangkal paha. Waktu kemarin maen, gue nggak sempet nyicipin. Sekarang adalah saatnya.
Gue membungkuk sambil melebarkan dua kakinya, melihat betapa merah dan bengkaknya vagina Faith di hadapan gue.
"Engghhhh, Hans, please," erang Faith penuh damba, sambil menaikkan pinggul, mengundang untuk segera menjamahnya.
Mendekat, gue menjulurkan lidah dan menjilat dari bawah hingga ke ujung klitoris, lalu kembali ke bawah, dan mengulang jilatan itu. Pelan, sedang, dan berubah menjadi cepat. Meliuk naik turun dengan lincah, beraturan, lalu memutar di atas klitoris yang membuat Faith mengejang dan menjerit kencang.
Faith klimaks dengan squirt yang deras. Damn! Nih cewek bikin gue makin ngaceng dan pengen langsung masukin. Gue langsung atur posisi, melebarkan dua kakinya, dan mengarahkan diri dalam satu hentakan kasar.
"HANS!" jerit Faith yang semakin menggila, berbarengan dengan denyutan klimaksnya yang memijat di sepanjang penis gue.
Mata gue auto terpejam, kepala semakin pening, dan mulai bergerak secara membabi buta. Basah, licin, hangat, tapi sempit. Sial! Cewek ini entotable banget!
Buruan napas gue semakin kasar, berbarengan dengan hentakan-hentakan keras untuk masuk lebih dalam, menekan lebih kencang untuk menggali kenikmatan lebih lagi.
Erangan Faith sama sekali nggak berhenti. Doi termasuk berisik tapi gue suka karena itu bikin gue makin sange.
Tangan gue pun nggak diam karena sibuk meremas dua payudaranya yang membusung indah, cukup kencang, dan padat. Meski Faith tergolong mungil, tapi ngepas di tangan gue. Dadanya, pinggangnya, pinggulnya, celahnya, semuanya. Gue suka.
Saat hawa panas mulai mendominasi, menjalar ke sekujur tubuh, di situ napas gue memberat, dan mengeluarkan erangan parau karena mencapai pelepasan. Fuck! Denyutan klimaks gue terasa kencang, seirama dengan degup jantung gue.
"Hans!" seru Faith sambil berusaha mendorong tapi justru gue merapatkan tubuh, mengejang kuat di dalamnya.
"Fuck you, Faith. Lu enak banget!" desah gue sambil merengkuhnya dan menyembunyikan kepala di ceruk lehernya.
"Hans! Lu nggak main aman, anjir!" ucap Faith dengan nada kesal dan gairah secara bersamaan.
Harusnya itu jadi masalah, tapi gue nggak mau pikirin hal itu karena masih enak banget di dalem. Bahkan, gue masih berdenyut kencang di dalam Faith yang menjepit kuat di sepanjang ketegangan gue.
"Emangnya lu nggak KB?" tanya gue serak dan mata masih terpejam.
"Gue nggak pernah minum pil atau KB. Tapi selalu main aman! Dengan lu keluarin di dalem, gimana kalo sampe jadi? Gue belum siap punya anak! Dan gue juga nggak mau aborsi karena lebih dosa daripada ngewe sembarangan!" jawab Faith yang kini terdengar kesal.
Mata gue terbuka dan langsung mengangkat kepala untuk menatap Faith. "Lu sering ngewe sama cowok sembarangan?"
Faith menggeleng sambil menatap sinis. "Cuma sama lu doang."
"Gue? Cowok sembarangan kata lu? Anjir! Barusan yang bikin lu enak sampe banjir itu siapa? Lu maen sampe gonta ganti cowok sepuluh kali juga belum tentu bisa puas kayak tadi!" sewot gue tersinggung.
Faith menarik napas dan kembali mendorong bahu gue. "Minggir, lu berat banget, lama-lama bisa engap kayak gini. Pokoknya gue nggak mau hamil."
"Gue juga nggak pengen punya anak dari lu," balas gue sambil melepas penyatuan, lalu mendesah pelan karena sensasi ngilu yang gue rasakan. Sial, tuh cewek sempit banget.
"Good! Kita sama-sama denial, jadi gue butuh asupan alkohol," ucap Faith sambil beranjak dan berjalan menuju ke kamar mandi.
"Jangan harap lu bisa dapetin itu," tukas gue santai.
Langkah Faith terhenti, tapi gue langsung mendorongnya pelan untuk melanjutkan. Kami sama-sama ke kamar mandi buat bersih-bersih.
"Kenapa gue nggak bisa dapet? Gue mau minum dan lu nggak bisa ngelarang gue," cetus Faith judes sambil mengarahkan shower ke tubuhnya dan memulai untuk membersihkan diri.
"Karena gue tahu niat lu buat minum. Lu bisa bilang takut dosa tapi malah nekat minum alkohol supaya nggak jadi," sahut gue sambil merebut shower darinya dan mulai ikut bersih-bersih.
Faith berdecak dan menatap sinis. "Justru karena belum jadi, makanya gue mau pastiin untuk nggak bener-bener jadi!"
"Sebaliknya, kalo emang beneran jadi, trus lu minum alkohol, amit-amit nanti malah jadi aib. Gue nggak mau!"
"Maksud lu tuh apa sih?"
"Maksud gue, yang namanya sial itu nggak kenal excuse. Misalkan lu emang ditakdirin hamil, trus lu dengan sotoynya bilang itu nggak jadi, lalu minum supaya gagal, apa nggak namanya tambah kerjaan?"
Ngeliat muka Faith yang masih bego alias nggak paham, gue cuma mendengus sambil mengoper shower dan ambil sabun.
"Gue nggak mau kalo amit-amit jadi anak, trus jadi cacat karena lu minum yang nggak-nggak!" lanjut gue sambil bergidik ngeri saat bayangin hal itu.
Faith mengerang kesal sambil membersihkan diri dengan cepat. "Lagian juga, kenapa sih lu nggak main aman? Salahnya gue juga kenapa nggak ingetin lu pake kondom!"
"Gue nggak nyetok kondom," balas gue acuh.
"Trus kalo maen sama lonte, lu nggak pake pengaman? Anjir lu, jangan bawa-bawa penyakit ke gue!"
"Wah, lu sih pengen banget gue jedotin kepala lu ke tembok! Kont*l gue juga milih-milih buat ngocok, Bangke!"
"Tapi lu main nggak pake kira-kira! Keenakan sampe lupa nyabut!"
"Lu juga keenakan sampe nagih minta lebih!"
"Yah, gue pikir lu bakalan auto ambil kondom sebelum masukin."
"Udah di dalem, boro-boro inget kondom! Nggak ada otaknya kalo lagi sange, anjir!"
Sambil adu bacot, kami oper-operan shower dan sabun. Rada koplak sih, tapi cukup konyol karena gue nikmatin momen kayak gini.
Biasanya kalo abis ngewe, cewek bakalan nempel ato mepet-mepet biar nggak ditinggal. Tapi Faith malah berusaha jaga jarak dan terkesan risih sekarang. Pengen banget gue banting ke kasur.
"Lu mau ke mana?" tanya gue saat Faith masukin hape dan barang-barangnya ke dalam tas.
"Cabut. Gue udah dapet tempat dan..."
"Udah jam satu pagi, Faith!" sela gue tajam.
"Taksi 24 jam, Babydut," balas Faith dengan nada mengejek.
Babydut? What the fuck!
"Nggak! Lu nggak boleh keluar dari sini!" tegas gue.
"Heh? Kenapa bisa gitu? Lu nggak punya..."
"Gue udah berjasa karena berhasil bikin lu diusir dari rumah, ingat?"
"Bukan berarti lu berhak melarang dan menahan gue di tempat lu!" balas Faith lantang.
"Memang nggak, tapi ada hal yang perlu dicegah dan ditunggu selama beberapa waktu. Intinya gue mau mastiin kalo kita bener-bener nggak ada urusan!" sahut gue sinis.
"Kita memang nggak ada urusan," tukas Faith.
"Good, gue juga berharap kayak gitu. Karena itu, gue mau lu stay sampe satu bulan di sini."
"APA?" pekik Faith kaget.
"Buat mastiin kalo lu nggak hamil. Kita udah nggak main aman sebanyak dua kali, itu artinya ada kemungkinan lu bisa hamil," ujar gue sambil bersidekap dan menatap malas pada wajah Faith yang memucat.
"Nggak bakal ada kejadian gitu. Amit-amit jangan sampe," ucap Faith histeris.
"Amit-amit," balas gue sambil mengangguk. "Karena lu udah diusir, lu bisa ngumpet di sini selama sebulan. Kalo nggak ada apa-apa, feel free to go."
Ekspresi Faith menjadi ngeri dan menatap gue lirih. "M-Misalnya hamil gimana?"
"Ya tinggal nikah, tungguin lu sampe lahiran, dan gedein tuh anak bareng-bareng," jawab gue asal.
"HANS! Ini ngomongin apa sih? Lu ngomong pernikahan kayak lagi barteran!" sembur Faith keki.
"So what? Pernikahan itu cuma formalitas, kan? Cuma selembar akte doang, apa susahnya?"
"Kenapa lu harus ngotot kayak gini? Lu bisa kasih gue pergi dan biarin gue lanjutin hidup tanpa perlu punya urusan sama lu sekarang!"
Tersenyum sinis, gue cuma mengangkat bahu. "Misalkan lu hamil, yang lu bawa itu, anaknya Barlow Hansel Sutedja. Yang artinya, itu bukan anak sembarangan."
"Belum tentu juga kalo gue hamil, ini adalah anak lu," balas Faith keras kepala.
"Tinggal cek DNA aja kali, Sis. Susah amat. Kalo nggak karena kont*l gue yang nggak punya akhlak, gue juga males punya urusan sama lu," sahut gue ketus.
"Ya, tapi kan nggak perlu harus stay di sini! Gue juga punya kerjaan dan nggak mau tinggal sama lu!" decak Faith kesal.
"Itu dia masalahnya. Balik lagi ke soal kont*l gue yang nggak ada akhlak, gue pengen lu ada di sini. Sambil nunggu hasil, gue masih bisa main-main sama lu, dan gue pastiin kalo bakalan main aman ke depannya."
"Motherfucker!" teriak Faith yang langsung bergerak untuk memukul gue dengan bertubi-tubi.
Gue cuma biarin Faith puas mukulin gue dengan pukulan yang sama sekali nggak bertenaga. Nggak lama. Cuma semenit. Karena sehabis itu, gue balas dengan seks marathon sampe subuh.
◾◾◾
Sunday, Sep 20th, 2020.
22.10.
Alright! Gue mulai demen ngerjain lapak ini. LOL.
Btw, minggu ini buku JoJo udah ready. Siap-siap terima paket perasaan dari Babang Ian yah, duileee... 🍌
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top