Chapter. 2
WARNING: 21+
Actually, ini adalah pertama kalinya gue jalan sama bekas ceweknya temen. Well, meski bukan bekas beneran sih, karena JoJo nggak sudi dibilang pernah jalan. Katanya, pernah mabok trus end up bobo bareng.
Setelah gue pikir-pikir, gue terlalu julid sampe ngomongin cewek yang lagi duduk di depan gue dan ngaduk makanannya tanpa minat, dengan sebutan bekas. Semua orang juga udah jadi bekas, nggak ada yang onderdil-nya masih ori, kecuali masih bocah ato jaga diri buat suami.
"Lu aduk fusili kayak gitu, nggak bakalan abis!" sewot gue.
Doi mendongak dan menatap gue sinis. "Biarin!"
"Kalo lu jadi nggak enak makan cuma karena takut harus beneran bayar, lu tenang aja. Cuma bayarin makan pizza dan pasta, itu cuma recehan buat gue. Kayak saweran aja, tau kan?" balas gue.
"Lu kira gue penyanyi dangdut yang suka manggung di kampung, pake saweran segala?" sembur Faith keki.
Gua auto ngakak. Kenapa sih harus pake emosian sgala? Suasana emang lagi pandemi, tapi tetep kudu jaga hati biar nggak sensi.
"Lagian kenapa makanan lu cuma diaduk?" tanya gue.
"Emangnya kenapa? Gue mau makan ato nggak, itu bukan urusan lu!" balasnya nyolot.
"Memang. Daripada lu aduk, mending lu oper ke gue. Biar gue yang abisin. Gue lebih sayang makanan dianggurin daripada cewek yang nggak diapelin," sahut gue geli, waktu liat muka Faith makin keki.
"Berisik! Gue mau makan!" sewotnya sambil mengambil sesuap besar dan melahapnya dengan ekspresi kesal.
Gue cuma mengangkat bahu dan balik nikmatin pizza yang udah tinggal setengah. Barusan, gue udah pengumuman di grup yang cuma ada Chandra dan JoJo soal Faith yang lagi sama gue. Guess what apa balesan dari dua kampret itu? Ngeselin.
Chandra yang udah jadi laki orang karena bininya lagi hamil, sibuk ngehalu buat jadi suami siaga karena kehamilannya Joy agak ribet kasih jawaban : "Take dessert after dinner."
JoJo apalagi. Cuma kasih emoticon jari tengah sebagai balasan. Mungkin tuh orang lagi sibuk indehoi sama cewek eibiji-nya yang masih magang di Jakarta. Ckck.
Cowok kalo udah punya cewek, jadi nggak ada waktu buat temennya, pasti dibilang bucin. Padahal, mereka terpaksa lakuinnya biar hidup lebih damai dan tenang.
Coba kalo cowok masih asik kumpul-kumpul sama temennya, ato ngelakuin hobi tanpa mikir buat kasih waktu ke ceweknya, pasti dibilang nggak sayang, nggak peka, dan nggak cinta. Apalagi kalo udah ngewe, bah! Ngomongnya udah kemana-mana. Lol.
Gue ngomong gini bukan sirik sama dua temen gue yang udah punya cewek. Nggak sama sekali. Gue hepi-hepi aja kalo mereka bisa lebih seneng. Bahagianya orang itu beda-beda dan nggak melulu soal punya gandengan. Lu nyaman sama diri sendiri juga sah-sah aja selama lu hepi. Simple, kan?
"Rumah lu dimana? Abis dari sini, gue anter," ujar gue santuy.
"Nggak usah! Gue bisa pulang sendiri," balas Faith judes.
"Udah jam 10 malem, Sis. Gue nggak mau dijadikan satu-satunya orang yang dicurigai, kalo besok pagi lu masuk dalam headline news berita karena jadi orang terakhir yang bareng sama lu," sahut gue dengan alis terangkat.
Faith berdecak kesal. "Lu tuh manusia atau setan sih? Punya mulut nggak pernah beres kalo ngomong! Kesannya peduli tapi nyumpahin."
"Gue kan cuma realistis, bukan nyumpahin. Supaya nasib lu nggak ngenes-ngenes banget, dimulai dari jangan nyusahin orang. Masih bagus ada yang mau anter lu pulang," ucap gue.
"Nggak usah sok jadi gentleman!" balasnya keki.
"Sori yah, Sis. Tanpa perlu jadi gentleman, gue udah cukup bangga jadi diri sendiri," sahut gue nyolot. "Ya udah terserah, lu mau pulang sendiri ya silakan aja."
Faith menatap gue sambil mengunyah, mukanya songong abis. Nggak heran kalo JoJo males sama doi, karena emang malesin. Satu kata buat doi, BELAGU!
"Lu udah temenan lama sama Joseph?" tanyanya.
"Kalo iya, kenapa? Kalo nggak, kenapa?" tanya gue balik.
"Cuma heran kalo orang kayak Joseph bisa punya temen kayak lu yang pecicilan. Doi kan orangnya pendiam, yah nggak diem-diem banget sih. Biasanya, cowok pendiam itu tangannya pinter ngegeratak," balas Faith tanpa beban.
"Asik dong bisa ngerasain duo kakak beradik double J itu. Dari kakaknya, terus sama adeknya. Sharing is caring," komen gue langsung.
Faith mengangkat bahu dengan cuek. "Terserah apa tanggapan lu, yang jelas, gue nggak pernah maen sama Jordan. Sama Joseph pun nggak berasa karena gue nggak inget apa-apa. Kita sama-sama mabok waktu itu."
"Tapi bisa tahu kalo kalian sempet hook-up? Really?" balas gue nggak percaya.
Faith berdecak sinis. "Sekarang gini aja, pas lu bangun, terus udah telanjangan berdua. Yah mana mungkin nggak ngapa-ngapain? Nggak usah berlagak kayak perjaka tua yang nggak pernah ngewe deh."
"Nggak usah menantang eksistensi gue, takutnya nanti lu yang kaget," balas gue kalem.
"Gue yakin banget kalo lu ngaceng pun, masih majuan perut lu daripada kont*l lu," ejeknya.
Sial! Nih cewek lama-lama bisa gue kepret.
"Nggak ada masalah dengan perut gue. Kemajuan perut gue nggak lebih dari 30 cm," sewot gue.
"Itu berarti, panjang lu ngaceng nggak melebihi penggaris 15 cm," sahut Faith sambil menyeringai puas melihat ekspresi gue yang udah busuk abis.
"Lu bisa mengejek karena nggak pernah coba, lagian jangan harap gue kasih lu coba. Repot kalo lu nagih," ucap gue dengan ketus.
"Nggak usah repot-repot, gue juga nggak sudi. Dilihat dari ukuran jempol dan telunjuk lu, gue udah bisa tebak diameter dan panjang punya lu. B aja," sahut Faith yang makin menjadi.
"Jadi, menurut lu ukuran gue segitu? Gimana dengan lu? Udah cukup melar? Apa toket yang keliatan gede itu cuma sumpelan?" balas gue sambil menunduk untuk melihat ukuran dada Faith yang cukup lumayan.
Seringkali, cowok tertipu soal ukuran dada. Produk bra di zaman sekarang banyak menggunakan trik ampuh untuk memikat rasa tertarik cowok penyuka dada besar. Bagi kami, push-up bra adalah sumber utama kekesalan kami karena merasa tertipu.
Jadi, kalo ukuran lu nggak gede, nggak usah lah pake-pake tambelan kayak gitu. Cari yang nyaman aja, half-cup ato t-shirt bra misalnya. Bingung kan lu kenapa gue bisa tahu macam-macam bra? Tanya sama yang nulis.
"FYI, nggak ada yang fake dari tubuh gue, selain senyuman. Bisa lu coba pegang kalo mau," balas Faith sambil melengos.
"Sini! Gue nggak percaya kalo nggak buktiin sendiri," tantang gue lantang.
Sambil menyuap makanan, Faith menatap gue dengan santai. "Apa untungnya kalo gue kasih lu pegang?"
"Lu bisa pegang gue, sukur-sukur kalo bisa bikin gue ngaceng," balas gue sambil menyeringai licik.
"Nggak usah nagih kalo lu udah ngaceng," sahut Faith tengil.
"Kita liat aja nanti, bisa jadi, lu yang nggak tahan," ucap gue sombong.
"Fine, ini akan jadi permainan yang seru, sekaligus membunuh waktu. Abisin makanan dulu, kita lakuin di mobil aja," ujar Faith.
Ancuk! Cewek ini bener-bener gila, but it's kinda fun. Gue setuju soal Chandra yang suruh gue take her as a dessert after dinner. Siapa takut? Gue jabanin.
Bukan juga soal muna, karena yang namanya napsu, umumnya murahan. Antara mau dan nggak mau itu beda tipis, tinggal gimana caranya mengolah napsu lu jadi sedikit elegan.
Singkatnya, gue dan Faith udah kelar makan, dan ngetem di mobil yang masih parkir tanpa nyalain mesin.
"Seriusan lu mau dipegang di sini?" tanya gue untuk memastikan.
Faith menatap gue dengan tatapan meremehkan. "Kenapa? Lu takut kalo ketahuan punya lu kecil?"
Memundurkan kursi, gue duduk dengan posisi mengarah padanya. "Show me your tits."
Tanpa ragu, Faith mengangkat crop top yang dikenakan hingga batas dada, memperlihatkan dada yang membusung indah dari balik bra hitam yang dikenakan.
Oke, doi punya ukuran dada yang cukup lumayan, tapi itu masih terbalut bra. Spontan, tangan gue terangkat untuk menangkup satu payudara dan meremasnya. Shit! Bulat dan kencang.
Napas Faith tertahan dan menatap gue tajam, tampak terpengaruh dengan sentuhan gue. Belum puas dengan pembuktian itu, gue membuka kaitan bra-nya dengan cepat, untuk menangkup dan meremas secara langsung.
Fuck! Her tits fit my hand perfectly. Mengikuti naluri, gue meremas dengan gemas, memainkan putingnya yang sudah menegang dengan jempol, dan mengawasi ekspresi Faith yang mulai terangsang.
Nggak butuh waktu lama untuk gue tahu kalo dada sebelah kanan, tepatnya di puting adalah titik sensitif-nya untuk memancing desahan pelan dari Faith. Too easy, ckck.
"Okay, stop! Sekarang giliran lu!" desis Faith sambil menepis tangan gue dari dadanya.
Gue terkekeh sambil bersandar dan memperlihatkan diri bahwa gue nggak bereaksi pada ukuran dadanya. Mendadak bangga.
Faith terdiam sambil melihat dan mulai membuka celana gue. Begitu celana dan boxer udah diturunkan, Faith melihat dengan tatapan menilai.
"Lu yakin kalo lu normal? Umumnya, cowok bakal ngaceng kalo udah pegang-pegang," tanya Faith dengan nada penuh selidik.
Sial!
"Atau lu yang ngerasa tersinggung karena nggak cukup bikin gue ngaceng?" balas gue sambil mengangkat alis.
Tanpa membalas, Faith beranjak dari tempatnya dan menaiki pangkuan gue, merosot turun untuk bisa menyamakan posisi kepalanya di depan penis gue.
"Let's see," ucapnya lantang, sambil mengusap naik turun.
Waktu doi mulai menggenggam sepenuhnya dan memasukkan penis ke dalam mulutnya, di situ gue mulai bereaksi. Anjir! Sepongan-nya boleh juga. Giliran gue yang nahan napas waktu hisapan doi mulai bernapsu.
Erangan Faith terdengar dan kosokannya mulai cepat, sambil asik mengulum, mengisap keluar masuk, lalu mengulang dari awal. Fuck!
Satu tangan gue udah berhasil mendorong kepala Faith untuk menjauh dari ketegangan gue yang udah nge-cun abis. Tatapan kami bertemu dalam sorot mata yang sama, bisa dibilang sama-sama kepengen.
"Yakin nggak mau lanjut?" tanya Faith serak.
"Why? Udah mulai nagih dan kepengen banget dimasukin?" ejek gue.
Faith memutar bola mata sambil beranjak, tapi nggak balik ke kursinya, melainkan mencoba melepas jeans dan celana dalamnya. Shit. Ini beneran mau ngewe di parkiran?
"Kepalang tanggung. Gue sekalian minta aja, karena lu udah bikin gue basah," ucap Faith yang langsung mengangkangi gue, lalu menurunkan diri secara perlahan tepat di atas ketegangan gue.
Fuck! Fuck! Napas gue memberat saat Faith masuk sepenuhnya di dalam gue. Oke, doi nggak melar seperti tuduhan gue. Dia cukup sempit dan legit karena menjepit gue dengan kuat di dalam.
Keuntungan cerita gue ditulis belakangan adalah kayak gini. Baru awal cerita udah dikasih enak, mudah-mudahan ujungnya nggak dibikin eneg.
Cewek itu mulai bergerak di atas gue, melakukan apapun yang doi mau untuk mencari kenyamanan dan kenikmatannya. Gue suka dengan cewek yang berani meminta tanpa harus bersikap jual mahal, tapi dalam hati malah ngarep.
Suka sama suka adalah hal biasa. Seks pun kebutuhan, nggak ada yang aneh soal itu. Selama kedua belah pihak menginginkan hal yang sama, kenapa nggak? Kalo lu dapetin orang yang punya pemikiran dewasa, mereka nggak akan menghakimi tapi justru memaklumi.
"Engghhhh, Hans! Gue... Ahhh, ahhh," erang Faith sambil bergerak gelisah dan nggak beraturan di atas gue.
Doi langsung klimaks sambil meremas payudaranya sendiri. Sange banget sampai keliatan nikmat dan nggak terkendali. Oke, gue cukup menyukai apa yang terlihat saat ini.
Denyutan klimaks Faith terasa begitu kencang, seolah memijat gue di dalam. Hal itu membuat napas gue memberat, menangkup bokong Faith dengan dua tangan, dan menggerakkan tubuhnya dengan gerakan naik turun.
Erangan Faith semakin keras, bertambah nikmat dalam klimaks yang panjang, dan gue pun mendapat pelepasan sambil mendekap tubuh Faith dengan erat, lalu meredam erangan gue di dadanya.
Napas kami terdengar kasar, juga bisa mendengar degup jantung kami yang bergemuruh kencang, tanda kepuasan yang kami dapati. Selama beberapa saat, gue dan Faith saling mendekap untuk memenangkan diri, kemudian menarik diri untuk melepas penyatuan.
"So, what now?" tanya Faith setelah berpakaian dan kembali ke kursinya.
"Anterin lu pulang, lah," balas gue sambil menyalakan kemudi.
Anjir! Yang barusan itu enak banget sampe tangan gue masih gemetar.
"Nggak kepengen ngomong sesuatu setelah udah gue kasih enak?" balas Faith dengan nada tersinggung.
"Mau ngomong apa? Sama-sama dapetin enak kok, kenapa harus pake ngomong kalo udah bisa ngerasain?" tanya gue heran sambil menoleh pada Faith yang mendesis sebal.
"Yah, makasi sama gue karena udah keluarin peju lu!" semburnya.
"Lu juga udah keluar tadi, trus kenapa harus gue yang ucapin makasi?" balas gue nyolot.
"Senggaknya tahu diri karena tadi lu sempet jual mahal dan sesumbar nggak bakalan mau sama gue," ujar Faith.
"Bukannya lu yang sempet ngejek ukuran gue dan..."
Tiba-tiba aja, Faith langsung mendekat dan mencium bibir gue. Anjir! Nih cewek apa-apaan sih?
"Selama lu masih jomblo, gue mau jadi cewek lu. Meski ini pengalaman pertama gue sama cowok dengan perut one pack frozen, ternyata boleh juga. Gue bosen sama cowok dandanan metroseksual. Karena six-pack udah bukan pilihan, plus gue nggak mau saingan sama batangan, jadi gue mau cobain modelan kayak lu," ucap Faith sambil nyengir.
Sumpah! Cewek ini bener-bener udah sarap dan gue udah males ladeninnya. Nggak mau balesin apa-apa lagi, gue tancap gas aja untuk anterin doi pulang ke rumah.
Cari aman.
◾◾◾
Tuesday, Aug 25th, 2020.
22.00.
Gue tulis part ini bukan krn mood, tapi krn eneg makan roti. 😤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top