[JV] Berdamai
Cerita: Jakarta Vigilante
[SPOILER WARNING] Bagi yang belum membaca Jakarta Vigilante sampai Bab 18, sebaiknya tidak membaca cerita ini.
.
.
.
.
.
.
.
Jakarta, Juli 2017
Di dalam sebuah pusat perbelanjaan, Danar menatap sosok wanita cantik yang berada dalam jarak tiga meter darinya. Wanita itu menggandeng seorang anak perempuan manis. Dress longgar yang dikenakannya tak mampu menyembunyikan perutnya yang buncit. Sesekali wanita itu mengusap perutnya. Di belakangnya, seorang babysitter mendorong kereta bayi khusus anak kembar dengan dua buah kursi yang didempetkan. Sepasang balita lelaki kembar yang amat lucu duduk manis di dalam kereta bayi tersebut.
Danar menganggap dirinya telah melupakan wanita itu, tetapi hatinya masih sakit melihat pemandangan tersebut. Ia sadar, ia telah membohongi dirinya sendiri ketika ia mengatakan ia sudah tidak peduli pada wanita itu. Ia mengatakan pada dirinya, ia masih single karena harus mengurus kakak dan adiknya. Namun, hati kecilnya mengakui alasan sebenarnya -- ia masih trauma dengan pengkhianatan Giani sehingga tidak mau menjalani hubungan dengan perempuan lain.
Suara Tiara nyaris tak didengarnya. "Danar, aku sudah selesai. Ayo kita jalan. Hei!"
Danar sedikit terlonjak ketika bahunya ditepuk.
"Kamu melamun?" tanya Tiara sambil menyerahkan tas-tas belanjaannya kepada Danar. Mereka memang sedang berbelanja untuk Wulan, dan Tiara menawarkan diri untuk membantu Danar karena ia lebih mengerti pakaian perempuan.
"Aku tak apa-apa, Tiara. Tadi apa katamu? Maaf, aku tadi memikirkan sesuatu."
Tiara melihat siapa yang diperhatikan oleh Danar. Ia tahu perempuan cantik itu meskipun tidak mengenalnya secara langsung. Giani Paramita, mantan wartawati olahraga yang terkenal karena dinikahi anak pejabat. Pernikahannya di usia yang terbilang muda, 22 tahun, diselenggarakan dengan sangat mewah. Tiara sempat mendengar bahwa sang suami mengajaknya bulan madu keliling dunia. Meskipun ia tidak mem-follow akun Instagram Giani, Tiara sempat beberapa kali stalking karena penasaran.
gianisyahreza
Giani Paramita Syahreza
Living in a true Cinderella tale.
Loving wife of Aksha Fajar Syahreza
Blessed mom of Gina, Gary, and Gavin.
Sebuah senyum maklum tersungging di wajah Tiara. Ia menyelipkan lengannya ke lengan Danar dan menariknya mendekati Giani.
"Ayo kita jalan ke sana," ujar wanita itu dengan tatapan liciknya.
"Tiara? Apa yang mau kamu lakukan?" tanya Danar, berusaha melepaskan lengannya dari lengan Tiara. Namun bosnya itu tidak membiarkannya.
"Balas dendam," ujar Tiara singkat.
"Sudah kubilang..."
"Kamu bisa menghadapi anggota Macan Hitam, tapi ketemu mantan aja takut seperti ini? Katanya udah move on?" potong Tiara. "You gotta face your lions, Danar."
"Nanti Bagus bunuh aku."
Tiara menggeleng. "Kalau dia marah ke kamu, aku marah ke dia. Ayo!"
Danar hanya menghembuskan napasnya pasrah ketika Tiara menyeretnya ke arah Giani dan anak-anaknya. Danar mendengar Giani menarik napas terkejut ketika melihat mereka. Perempuan itu mundur satu langkah. Wajahnya mendadak pucat.
"Mas Danar!" bisiknya perlahan.
"Giani," ujar Danar datar.
Giani menatap Tiara yang masih memegangi lengan Danar dengan nyaman. Tiara memasang senyum termanisnya dan berlagak seperti sedang jatuh cinta. Ia menatap Danar dengan mata berbinar-binar.
"Sayang, itu siapa? Kenalan lamamu?" tanya Tiara.
Danar merinding mendengarnya. Ia berusaha tetap tenang, meskipun ia sebenarnya ingin melepaskan Tiara dan meninggalkan tempat itu.
"Ya, Giani kenalan lamaku," jawab Danar tanpa ekspresi.
"Tiara," ujar Tiara sambil mengulurkan tangannya.
Giani menyambut tangan Tiara dan membalas senyumannya. Mereka bergeming sejenak sambil bertatapan. Tiara tidak mengatakan apapun, namun ia memancarkan aura alpha-nya. Wanita percaya diri yang tanpa perlu susah payah menjadi pemanjat sosial untuk menjadi popular. Ia lahir sebagai sosialita. Giani menyadari hal tersebut. Ia mengalihkan pandangannya dari wajah Tiara.
"Lama nggak ketemu, Mas Danar," ujar sang istri anak pejabat, beralih ke Danar.
Danar hanya mengangguk. "Lama sekali memang." Tatapan matanya tajam sedikit menakuti Giani. Namun perempuan itu tahu bahwa Danar adalah lelaki baik yang tak mungkin mencarinya untuk balas dendam.
Lagi-lagi Giani berusaha mencairkan suasana. "Kurasa Mas Danar belum pernah ketemu anak-anakku. Kenalin, ini anak sulungku, Gina. Yang di kereta bayi itu Gary dan Gavin. Mereka kembar," tuturnya dengan suara cerianya. "Sayang, kasih salam sama Om Danar dan Tante Tiara." Ia mendorong putrinya perlahan ke Danar.
Tanpa mengatakan apa-apa, Danar hanya melirik sejenak ke anak-anak Giani sambil menerima salam dari Gina. Tentu saja anak-anak itu cantik dan tampan, mewarisi kecantikan ibu mereka. Seingat Danar, suami Giani, Aksha, juga tidak jelek-jelek amat.
"Ah, manisnya," sahut Tiara ketika Gina memberikan salam kepadanya. "Umur berapa, Gina?"
"Lima tahun," jawab Giani.
Tiara menatap Danar yang masih terpatung di tempatnya. Ia masih menggenggam lengan bodyguard-nya, lalu melirik ke arah Giani. "Maaf, Mbak Giani, tapi kami ada urusan lain, jadi nggak bisa catch-up. Yuk, Sayang, nanti keburu malam."
"Baiklah," jawab Danar.
Tiara menyeret Danar membalikkan tubuhnya -- jika ia tidak melakukannya, tidak tahu berapa lama lagi Danar masih akan berdiri di sana.
"Tunggu!" panggil Giani.
Tiara dan Danar menoleh ke belakang.
"Mas Danar, kamu bahagia, kan?"
Tiara melotot ke arah Danar tajam, seakan-akan mengancamnya jika ia berani mengatakan tak bahagia. Danar memikirkan kehidupannya kembali. Ya, ia bahagia. Ia masih memiliki Wulan. Memiliki teman-teman baru yang baik. Dan ia tidak jadi menikah dengan Giani yang ternyata bukan untuknya. Ia yakin jika ia mendapat jodoh, pasti lebih baik daripada Giani.
"Aku bahagia, Giani. Kamu juga berbahagialah," ujar Danar. Dengan kata lain, ia memaafkan Giani.
Giani menarik napas lega. "Syukurlah. Terima kasih untuk ucapanmu."
Danar mengangguk. Sementara itu, Tiara berusaha keras untuk tidak memutar bola matanya dan tidak menghentakkan kakinya.
"Kalau begitu, sampai ketemu lain kali, ya, Mbak Giani," ujar Tiara.
"Sampai jumpa," ujar Giani.
Tiara dan Danar berjalan beberapa langkah menjauhi Giani dan anak-anaknya. Mereka berbelok arah dan berhenti di dekat pagar kaca yang melindungi pengunjung supaya tidak jatuh ke lantai bawah. Ketika mereka yakin bahwa Giani tak dapat melihat atau mendengar mereka, Tiara melepaskan lengannya. Danar melotot ke arahnya.
"Jangan. Lakukan. Itu. Lagi," tegas Danar, mengatupkan giginya. "Aku merinding mendengarmu memanggilku 'Sayang'."
Tiara menyengir. "Aku hanya membantumu supaya nggak terlihat seperti cowok gagal move on. Siapa, sih, perempuan yang nggak iri melihatku?"
Danar bergidik mendengar kenarsisan atasannya. "Sudah kubilang jangan ikut campur urusan pribadiku. Kamu nggak mikirin perasaanku?"
Tiara hanya menghembuskan napasnya. "Sejak kapan aku mikirin perasaan orang?"
"Pokoknya," ujar Danar sambil memegang bahu Tiara, "jangan pernah lakukan itu lagi."
"Aku hanya memberikan balas dendam untukmu. Pengennya, sih, aku bejek-bejek dia. Tapi nanti kamu makin marah. Balas dendam terbaik adalah menunjukkan bahwa kamu hidup bahagia tanpa dirinya."
Danar menggeleng. "Giani mana peduli. Kupikir dia hanya merasa bersalah padaku. Tapi dia nggak akan merasa sakit atau apapun jika aku bahagia tanpa dia. Kumohon, Tiara, bisa nggak sih kamu dengerin aku? Jangan campuri urusanku."
Tiara memutar bola matanya. "Baiklah, Tuan Kaku," gerutunya. "Tapi... dia juga nggak kelihatan begitu bahagia. Ada kesedihan di sorot matanya."
"Sekarang kamu pandai membaca emosi, hah?" sindir Danar.
"Akibat punya pacar seorang empath," keluh Tiara.
"Aku laporin ke Bagus, loh, apa yang kamu lakukan padaku."
Tiara tertawa. "Aku nggak takut sama Bagus."
"Kenapa harus takut sama aku?" tanya Bagus yang tiba-tiba muncul. Ia datang ke pusat perbelanjaan tersebut dari kantor polisi, untuk makan malam bersama Tiara, Danar, dan Lita yang akan menyusul dari kantornya di Jakarta Barat.
Danar melaporkan kelakuan kekasih sang polisi tersebut. Bagus hanya menggelengkan kepala mendengarnya.
"Tiara," ujar Bagus, "maksudmu baik. Tapi caramu salah. Setiap orang memiliki pertempurannya sendiri-sendiri, dan nggak semuanya mau dibela olehmu seperti itu."
"Oh, enggak, kok. Itu akunya aja yang puas," sahut sang wanita tanpa penyesalan.
"Nggak boleh, sayang," ujar Bagus.
Sementara pasangan itu ribut seperti biasanya, Danar berjalan di belakang mereka sambil berpikir. Mungkin cara Tiara salah. Namun bosnya itu hanya ingin Danar menghadapi masa lalunya. Memang benar, ada sedikit beban yang terangkat dari hatinya.
Selama ini, ia tak pernah ingin bertemu dengan Giani lagi. Seakan-akan ia yang pengecut, padahal ia tak bersalah. Ia hanya ingin melindungi hatinya supaya tidak kembali. Akan tetapi, pada pertemuan terakhirnya dengan Giani hari ini, ia hanya merasa sedikit sakit, namun setelahnya lega.
Danar pun tersadar, bahwa ia telah berdamai dengan masa lalunya.
.
.
.
TAMAT
21 Oktober 2017
Catatan penulis: Apakah Danar bakal dapat pasangan? Kapan dapatnya? Sama siapa? Kita lihat saja nanti. XD
- Empath: Seseorang yang bisa merasakan perasaan orang lain (berempati)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top