[GS] Keretjehan yang Haqiqi

Cerita: Gak dari mana2, tokohnya David Sastradireja dan Clarence Teo dari The Nostalgia Project, tapi gak ada kaitannya. Malah nyambung dengan SS [Liaisons] Broken dan [Liaisons] Kabar. Kejadiannya setelah Broken, tapi sebelum Kabar.

GS untuk singkatan Glamour Series yah, soalnya David dan Clarence muncul di sana. 

WARNING: swearing and adult-themed discussion.

.

.

.

Jakarta, 2018

David Sastradireja mengemut lolipop rasa stroberi sembari memerhatikan keponakannya, Clarence, yang sedang nyerocos di telepon dengan campuran bahasa Mandarin dan Singlish. Walaupun David memahami bahasa Mandarin dan Inggris dengan baik, ia sedikit kesulitan menangkap Singlish -- apalagi dengan tempo secepat itu. Namun tidak perlu mengerti untuk menerka bahwa sang keponakan sedang beradu mulut dengan ibunya, Agnes Teo, née Sastradireja, yang merupakan kakak sepupu David. 

Ketika Clarence berhenti bicara dan menyelipkan ponsel model terbarunya ke saku celananya, David pun mengeluarkan lolipop tersebut dari mulutnya dan menyengir. Pria hampir paruh baya dengan ketampanan yang tidak kalah dengan lelaki berusia akhir duapuluhan itu mengangkat sebelah alisnya penuh arti. 

"Fuck." Sumpah serapah itu keluar dari mulut Clarence sebelum David sempat bertanya. "It's Mom, Uncle. Dia nggak percaya aku kerja serius di sini. She said I would follow your bad example, lah! Ini pasti ulah Auntie Cathy. Dia kan beberapa kali visit us, Uncle Dave. Pasti dia yang melapor pada Mom.

Pemuda berkewarganegaraan Singapura ini masih bisa berbahasa Indonesia -- walaupun tidak begitu fasih -- karena ibunya masih berbicara dengannya dalam bahasa Indonesia. Selain itu, Clarence juga sempat mengambil kelas bahasa Indonesia ketika berkuliah di Australia. Ditambah lagi, ia sudah hampir setahun tinggal di Jakarta, sehingga bahasa Indonesia-nya semakin lancar, termasuk bahasa gaul, meskipun masih dicampur dengan bahasa Inggris. 

"Nenek sihir itu memang kekurangan asupan cowok," celetuk David tanpa ekspresi bersalah setelah menghina kakak sulung Agnes. "Sejak cerai dari mantan suaminya, dia jadi kurang belaian gitu. Padahal gue udah bilang, suruh cari cowok mana pun yang dia suka, tapi dia nggak mau." 

Clarence terbahak."Bener juga. She's rich, but she doesn't use her privilege. Malah ngurung diri kayak biarawati di Puncak," komentar Clarence. "And ruin my reputation in Mom's eyes.

David mengedikkan bahunya. "But what can your mom do, anyway? Masa dia bakal nyuruh lu pulang ke Singapura? Lu udah hampir umur tigapuluh, masa masih diketekin dia?"

"Damn, Uncle," gerutu Clarence, tetapi beberapa detik kemudian ia tertawa. "You beda, sih. Great-uncle Ben udah lama meninggal -- may his soul rest in peace -- makanya Uncle cepet bebas. Lah, gue?"

"Kartu kredit dibekukan, lu udah nggak bisa apa-apa," lanjut David. "Don't worry, though, Clarence. Kan ada gue. Gue bisa pinjemin kartu kredit gue kalau punya lu diapa-apain Ci Agnes." 

Clarence menghela napas. "Gue nggak takut Mom ... tapi ... Dad." 

"I see," ucap David. 

Simon Teo, bos raksasa telekomunikasi di Singapura, terkenal sangat tegas dan tak dapat diajak bermain-main. Konon, lebih parah daripada Surya Jati. Untunglah, Simon juga sering bepergian dan jarang menghabiskan waktu dengan Clarence, yang tumbuh menjadi anak licik -- manis di depan orangtuanya, nakal di belakang mereka. 

"Tapi your dad kan nggak di sini, Clare. Jadi lu selow aja. Tadi sampe di mana kita?" lanjut sang paman. 

"Auntie Cath kekurangan asupan cowok?"

"Ah, itu." David mengibaskan tangannya. "Let her be. Gue punya berita yang lebih penting. Ini terkait Moon Orchid." 

Moon Orchid merupakan sebuah rumah produksi di mana Clarence menjadi produser utamanya. Sebagian besar saham Moon Orchid dimiliki oleh Grup Sastradireja, meskipun Grup Karim, di bawah tangan Leonardo Karim, juga memegang jumlah saham yang cukup signifikan. 

"What is it?"

"Setelah kegagalan drama terakhir yang kita produksi, gue mau ngusulin proyek baru. Gue akuin, ide ini sinting banget. Tapi ngelihat pasar masyarakat Indonesia yang masih hype sama drama romance dan gosip, gue yakin ini bakal booming!"

"I love crazy!" Clarence mengutip dialog Pangeran Hans dari film animasi Frozen. "Jelasin lebih lanjut, gimana idenya, Uncle?"

"Kita ajak Cynthia Karmin buat main. Hell, cewek itu dari delapan tahun yang lalu sampe sekarang masih aja ngetop. Apalagi berita putusnya dia dengan Flavio Politsky masih anget-angetnya. Kita harus manfaatin momentum." 

"Terus? Siapa leading male-nya?" 

"Raphael de Gaulthier." 

Clarence membelalakkan mata sipitnya. "Raphael de Gaulthier? Dia kan baru ...."

"I know, I know," ujar David. "But personally, I know Raphael. He's a good guy getting into wrong society. Gue mau bantuin dia bangkit dengan proyek ini."  

Clarence mengangguk perlahan. "Lanjutin, nanti gue cariin semua personel yang bisa berpartisipasi dalam proyek ini." 

Sebelum David membuka mulutnya, ponselnya berdering. "Ah." Ia melirik ke keponakannya dan memutar bola matanya. "Gue harus angkat ini. Halo, Mas? Iya. Apa? Limabelas menit lagi? Oke, oke, gue di rumah, kok. Oke, gue tunggu. Bye." 

Kali ini giliran Clarence yang menatap pamannya dengan penasaran. 

"Mas Tanjung, dia mau mampir ke mari."

"Great timing!" Clarence tertawa. "Kita suruh dia rujuk aja sama Auntie Cathy, biar Auntie Cathy happy." 

David menggelengkan kepalanya. "Tidak semudah itu, Ferguso," desahnya. "Kalau pasangan semesra Mas Tanjung dan Ci Cathy aja sampe bercerai ..." Ia mengembuskan napas. "Then I don't believe in true love." 

"Emang kapan you believe in true love?" cibir Clarence. "You and I, Uncle, we are cut from the same cloth. Love is just a game we play." 

"Exactly. Harusnya lu jadi anak gue." David terbahak. 

"Istri aja nggak ada, anak dari mana?" ledek Clarence. "Cewek lu banyak, sih. Yakin nggak ada yang hamil anak lu?" 

David yang sedang meneguk teh dari gelas porselen bergambar bunga mawar langsung tersedak. "Enggak." 

"Yakin?" 

"Yakin. I play, but I'm not stupid. Orang seperti kita, Clare, harus hati-hati. Cewek bisa sengaja membiarkan diri mereka hamil anak kita supaya bisa nuntut duit dan ngerusak reputasi kita. Sampe sejauh ini, gue yakin gue aman." 

"How?

"Triple protection. Pertama, gue selalu nyediain kondom sendiri, nggak mau pake punya mereka, karena mereka bisa aja bolongin. Kedua, gue campurin minuman mereka dengan serbuk pil pencegah kehamilan. Terakhir, gue selalu -- apa itu istilahnya? -- keluarin di luar."

"Tapi kan tetap nggak seratus persen aman, Uncle." 

"So far, aman. Eh, Mas!" 

Tanjung Jati, mantan direktur operasional Grup Jati dan salah satu pemiliknya, serta mantan kakak sepupu David, tahu-tahu sudah berdiri di ambang pintu ruang tengah tempat David dan Clarence berbincang-bincang. Lelaki berusia paruh baya dengan kemeja coklat muda itu tertawa melihat kekagetan David. 

"Gue nggak tahu lu udah datang, Mas," kata David. 

Tidak seperti anggota keluarga Sastradireja lainnya, David selalu memanggil Tanjung 'Mas'. Tanjung sendiri tidak keberatan. Toh, dari sisi ibu, ia memang keturunan Jawa. 

***

"Lu nggak cocok dipanggil 'Ko'," ucap David puluhan tahun yang lalu, ketika ia masih berusia remaja, sekitar belasan tahun. Tanjung sebelas tahun lebih tua darinya dan sudah memiliki Jason saat itu. "Cocoknya dipanggil 'Mas'. Gue panggil lu 'Mas' aja, nggak apa-apa, kan?" 

"Vid!" tegur Catherine, yang saat itu masih menjadi istri Tanjung. 

"Nggak apa-apa, kok," sahut Tanjung tenang. "Sepupu gue dari pihak nyokap juga manggil gue 'Mas'. By the way, lu sendiri nggak cocok dipanggil 'Ko' juga." 

"Privyet! Ya russky (Halo! Saya orang Rusia)," ujar David santai. Remaja itu memang memiliki darah Rusia dari ibunya, mahasiswi Rusia yang jatuh cinta dengan Benjamin Sastradireja saat berkuliah di London. 

***

"Pelayan lu nyuruh gue langsung masuk," ujar Tanjung kalem. "Hai, Clarence."

"Hai, Uncle -- eh, nggak apa-apa kan gue masih panggil Uncle?" balas Clarence. 

"It's okay," sahut Tanjung. "Udah lama nggak lihat kamu, Clarence. Udah lancar ngomong Indo, sepertinya?" 

"Iya, dong," cengir Clarence bangga. "Gue udah bisa bahasa gaulnya juga sekarang." 

"Nice!" ucap Tanjung sambil menatap Clarence dengan pandangan menerawang. Entah apa yang dibayangkannya. "Uncle  masih ingat waktu kamu segini," lanjutnya sambil meletakkan tangannya sebatas pinggang, "dan sekarang kamu udah lebih tinggi daripada Uncle." 

"Yup, good genes. Gym also helps," sahut Clarence, masih menyengir. 

Sementara itu, David memandangi bayangannya di cermin sambil merapikan rambutnya. Kemudian menyeka ujung kerahnya yang terkena noda teh dengan saputangannya.

"Vid, lu udah ganteng," ledek Tanjung. 

"Makasih, Mas," balas David santai. 

"Tapi gantengan gue." 

"Fuck, mana mungkin! Gue CEO paling ganteng haqiqi se-Indonesia." 

"Gue bukan CEO, Vid. Jadi nggak nyangkal predikat lu tapi masih bisa ngalahin kegantengan lu," sahut Tanjung enteng.

"Bener juga, gue lupa lu nggak pernah jadi CEO Grup Jati," ejek David.

Clarence hanya tertawa mendengar percakapan konyol kedua pamannya. Tanjung ikut bergabung dalam tawanya, disusul David. Namun wajah Tanjung segera berubah serius lagi. 

"Vid, please, gue kemari buat nanya tentang ...."

"Cathy?" 

Tanjung mengembuskan napasnya. "Ya. Gue harus ketemu dia." 

"Lu udah nggak ngontak dia sama sekali, Mas?" 

"Enggak." 

David menggelengkan kepala. "Bener-bener tega, dia. Gue nggak ngerti lu salah apa sampe dia bersikap gini pada lu. Tapi lu yakin mau ketemu dia lagi?" Ia mendengar bahwa Tanjung sempat depresi setelah ditinggal oleh istrinya. Walaupun sering meledeknya, David masih menyayangi mantan kakak sepupu iparnya yang menurutnya sangat baik dan tidak layak mendapat nasib sial seperti ini. 

"Puspa lagi di Jakarta," ujar Tanjung akhirnya. "Dia nyuruh gue nemuin Cathy. Ini tentang Jason." 

"Siapa Jason?" tanya Clarence. 

"My son." Suara Tanjung tak dapat menyembunyikan rasa sakitnya setiap kali mengingat putranya yang hilang. 

"Where is he?" tanya Clarence lagi.

"Clare ..." tegur David. 

"It's okay," kata Tanjung. "Dia ada di Eropa. I'll tell you later, when everything is going well." Dengan kata lain, ia tak ingin Clarence bertanya lebih jauh lagi. 

Untunglah Clarence menangkap maksud pamannya. "I get it. Sorry for asking." 

Tanjung hanya tersenyum tipis dan menepuk bahu Clarence. "You see, David, kenapa gue harus tahu lokasi Cathy sekarang." 

"Lu bakal nyusul dia, Mas?" 

"Iya." 

David merapatkan bibirnya, lalu mengangguk. "Gue kasih tahu, dengan satu syarat." 

"Bilang kalau lu lebih ganteng dari gue?" 

"Kok tahu?" 

"Mudah saja," ujar Tanjung sambil melipat tangannya. "Lagipula, gue pengalaman membaca manusia. Oke, lu lebih ganteng dari gue, Vid. Now please tell me." 

"Sebentar," respon David sambil mengetikkan sesuatu di ponselnya. "Dah, gue kirim alamatnya ke email lu, Mas." 

Tanjung memeriksa pesan yang masuk ke ponselnya. Setelah membaca alamat yang tertera di emailnya, ia pun menghampiri David dan memeluknya. "Thank you, Vid," bisiknya. 

"Sama-sama, Mas," sahut David dengan canggung. "Lu bakal nyusul dia sekarang juga?" 

"Iya."

"Tapi sekarang Jumat sore, ke Puncak pasti macet." 

"Gue nggak pake mobil," ujar Tanjung. "Gue pake helikopter."

"Oh, ya, benar," sahut David. "Ide yang bagus. Semoga pencarian lu berhasil, Mas." 

Tanjung mengangguk. "Sampai ketemu, David. You too, Clarence." 

Ketika lelaki tua itu pergi meninggalkan kediaman Sastradireja, David dan Clarence pun melanjutkan obrolan mereka. David -- yang tidak bisa menjaga rahasia orang lain -- menceritakan kisah hilangnya Jason hampir tigapuluh tahun yang lalu kepada Clarence. 

"Poor guy. Padahal dia baik," desah Clarence.

"Kadang orang baik malah hidupnya sengsara," timpal David. 

"Sedangkan orang brengsek kayak lu malah hidup bahagia," ledek Clarence. 

"Yah, begitulah. Dunia tidak adil," kutip David. "Anyway, let's go back to our topic. Jadi ide proyek baru kita itu begini ...."

.

.

.

[30 November 2018]

1700++ kata

Apa ide proyeknya? Entah, kyny nyambung ke Glamour Series yang selanjutnya. Aku nggak mau spoiler dong. :P

David yang katanya CEO terganteng haqiqi se-Indonesia

.

.

.

Clarence: "Kagak, ah, gantengan gue."

David: "Tapi lu bukan orang Indonesia, cuy."

Clarence: "Oh, iya, ya." 

.

.

.

Tanjung? Udah sering lah ya. :P

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top