[CEO] Bahagia Itu Sederhana

Cerita: My Hot, Cold, Jerk, Billionaire, Bad Boy CEO (Bonus #3)

[SPOILER WARNING] Bagi yang belum membaca My Hot CEO sampai tamat, sebaiknya tidak membaca cerita ini.

.

.

.

.

.

"Belum saatnya. Bu Kristal mengalami kontraksi Braxton-Hicks atau biasa disebut kontraksi palsu. Ibu masih harus tunggu sekitar dua minggu lagi, ya," ujar dokter kandungan yang memeriksa Chrystell di salah satu rumah sakit di Semarang itu. "Udah nggak kerasa sakitnya, Bu?"

"Enggak, dok," jawab Chrystell. "Udah ilang."

"Terus istri saya boleh dibawa pulang ke Tegal? Perjalanannya agak jauh," tutur Alex cemas.

"Seharusnya nggak ada masalah, Pak Alex. Yang penting, Bu Kristal harus tetap merasa nyaman. Kalau kontraksinya muncul lagi, sebaiknya mobilnya berhenti. Ibu harus istirahat, ganti posisi, atau jalan-jalan ringan. Atur napas sampai sakitnya hilang," jelas dokter.

Alex dan Chrystell menarik napas lega. Tak lama kemudian, mereka pun pamit untuk pulang.

"Yayan udah nggak sabar, ya, ketemu Mumu? Mumu juga udah nggak sabar, Nak, tapi tunggu dua minggu lagi, ya. Dua minggu itu cepet, kok," ujar Chrystell sambil mengelus perutnya ketika mereka berjalan menyusuri lorong rumah sakit untuk membayar biaya pemeriksaan.

Alex mengernyitkan dahinya membaca tulisan tangan dokter yang acak-acakan. Terlebih lagi karena sang dokter salah menuliskan nama Chrystell. "Tel, namamu salah ditulisnya, nih. Masa Kristal?" ujarnya sambil tertawa.

"Ya udahlah, ngerasa-ngerasa Krystal Jung," canda Chrystell sambil membentuk huruf V dengan kedua tangannya di bawah dagunya.

"Jauh," cibir Alex.

"Apa?" Chrystell memajukan bibirnya.

"Maksudnya jauh cantikan kamu daripada Krystal Jung," ralat Alex.

"Gombal melulu," kata Chrystell.

Alex memutar bola matanya. "Serba salah jadi suami. Kalau aku bilang cantikan Krystal Jung, nanti aku dicincang, kan?"

"Enggak, kok," ringis Chrystell. "Paling aku tindihin."

Alex tertawa. "Aku mau bayar dulu, Sayang. Tunggu di sana bareng Risa, ya."

Chrystell mengambil tempat duduk di sebelah adik bungsunya, yang memberondonginya dengan berbagai pertanyaan. Kemudian mereka disusul keluarga besar Chrystell dan Alex. Cindy menceritakan pengalamannya merasakan kontraksi palsu saat ia mengandung Indah. Namun ia tak pernah bepergian jauh saat sedang hamil tua.

"Bener, boleh pulang? Ibu, sih, kalau udah hamil gede nggak ke mana-mana. Banyakan di rumah aja," ujar Bu Inem ragu.

"Dokter bilang boleh, Bu. Asal hati-hati aja," kata Chrystell.

Bu Inem tampak masih tak percaya. Namun ia mengurungkan niatnya untuk beradu mulut. "Ya udah, awas loh ya kalau kenapa-kenapa."

"Nggak usah khawatir, Bu. Kiki kuat, kok. Yayan juga pasti kuat," senyum Chrystell.

***

Untunglah Chrystell berhasil menempuh perjalanan pulang ke Tegal selama hampir lima jam tanpa mengalami kendala berarti. Sesekali ia masih merasakan kontraksi, namun ia mengikuti saran dokter untuk mengubah posisi dan mengatur napasnya. Perlahan rasa sakitnya pun berkurang. Benar kata dokter, rasa sakit pada kontraksi palsu memang dapat hilang. Jika ia merasakan kontraksi terus-terusan dan sakitnya tak kunjung hilang, barulah ia perlu merasa cemas.

Alex meregangkan tubuhnya dan menjatuhkan dirinya sendiri ke atas tempat tidur sambil menguap. "Gile, gue capek bener. Sepanjang jalan aku tegang banget, tahu? Kamu yang ngalamin, aku yang was-was." Ia menarik tangan Chrystell dan meletakkannya di atas jantungnya.

"Ohh, unch unch, masku kasihan," ledek Chrystell sambil mengusap pipi Alex. Suaminya memejamkan matanya. "Sini aku pijitin."

Alex menggeleng. "Harusnya aku yang pijitin kamu."

"Nanti ajalah, kalau Mas udah seger," kata Chrystell. "Sini, bobo di atas pahaku."

"Kamu juga harus tidur, Sayang," ujar Alex.

"Bentar aja, kok, Mas. Nanti aku tidur," bujuk Chrystell.

Alex mengangkat kepalanya dan merebahkannya kembali di atas pangkuan Chrystell. Telinga kirinya menempel pada perut Chrystell. Samar-samar ia merasakan tendangan putranya ke arahnya. Spontan Alex merasakan kebahagiaan yang mendalam. Senyum berkembang di wajahnya.

"Tel! Yayan nendang aku!" pamernya bangga. "Nak, Papa juga sayang kamu."

"Kok dengernya bikin ketawa? Ditendang malah seneng," ujar Chrystell. "Lagian bukan 'Papa', Mas. 'Pupu.'"

"Aku nggak pernah mau dipanggil 'Pupu'," kata Alex.

"Ya udah, turun dari pangkuan. Aku mau tidur," kata Chrystell.

"Iya, deh, Tel! Iya!"

"Janji?"

"Janji."

"Oke," sahut Chrystell sambil mengusap dahi Alex.

***

Nama: Adrian Alfonso Acton

Jenis kelamin: Laki-laki

Panjang/berat: 50 cm/3.4 kg

Nama orangtua: Tn. Alex Acton & Ny. Crystal Gregory

"Tuh, kan, namaku salah ditulis lagi," gerutu Chrystell ketika melihat papan nama di boks bayinya di kamar rumah sakit.

"Haduh, istriku ini. Yang diurusin malah nama salah tulis," kata Alex sambil menggendong bayinya dan menciumi wajahnya. "Kamu mau gendong lagi, Tel?"

"Mau," pinta Chrystell sambil menjulurkan kedua tangannya. Wajahnya masih sedikit pucat dan lelah setelah melahirkan Adrian beberapa jam yang lalu, namun ia terlihat sangat bahagia.

Alex meletakkan Adrian di dada Chrystell dengan perlahan. Ketika baru melahirkan, Chrystell sempat memberikan ASI perdananya -- disebut kolostrum -- yang sangat bermanfaat bagi kesehatan bayinya. Namun setelah itu ia diharuskan beristirahat dan bayinya dibawa ke kamar bayi.

"Aku mencintaimu," bisik Alex sambil mengecup pucuk kepala istrinya.

"Aku tahu," balas Chrystell, menirukan gaya Han Solo di Star Wars. "Tapi kayanya aku lebih cinta sama Yayan, nih, Mas." Ia menyengir usil.

"Nggak apa-apa, aku nggak akan cemburu sama anak sendiri," kata Alex sambil memosisikan dirinya di sebelah Chrystell. Lalu ia merangkul Chrystell dan membiarkan sang istri bersandar di bahunya yang lebar. "Aku udah penuhin janjiku, kan, Tel? Aku udah jadi suami yang baik untukmu?"

Chrystell mengangguk perlahan. Namun ia memandang Alex prihatin. "Mas, kamu nggak berusaha keras atau menahan diri, kan? Jadi baik itu harusnya alamiah, bukan dibuat-buat. Nggak perlu 'berusaha' menjadi baik. Karena itu udah semestinya."

Alex terdiam sesaat. "Kalau kamu tanya padaku empat tahun lalu, mungkin aku memang masih berusaha. Tapi sekarang aku udah terbiasa, kok," jawabnya sambil mengangkat bahu. Ucapan Chrystell menyentak dirinya.

"Nggak apa-apa, aku percaya sama kamu, toh, Mas," ujar Chrystell. "Selama dua tahun terakhir, kamu udah buktiin kalau kamu udah berubah." Ia mengangkat kepalanya dan membiarkan Alex menciumnya.

"Makasih, Chrystell-ku, Sayangku," bisiknya. "Tapi maaf, aku udah nggak bisa jadi suami yang baik untukmu lagi."

"Apa?" Chrystell menarik tubuhnya. Namun Alex tak melepaskan rangkulannya.

"Sekarang tugasku adalah jadi hot husband buat kamu dan hot daddy buat Adrian. Please, jangan dipanggil 'Yayan', dong. Nama bagus-bagus, panggilannya Yayan."

Chrystell terbahak hingga perutnya terasa sakit. "Terus apa? Dri? Adri? Dijamin, kalau Yayan masih kecil, dia nggak akan bisa bilang nama penuhnya kecuali Yayan. Aku kan udah cariin panggilan terbaik buat dia."

"Ya udah, ya udah, terserah kamu, lah, Tel," ujar Alex pasrah. Berdebat dengan istri memang tak ada gunanya. Apalagi yang aneh bin ajaib seperti Chrystell ini.

.

.

.

THE END

(29 Maret 2018)

1000++ kata

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top