Tujuh|Tekad Anya

     Dear Penny,
    
     Mulai hari ini aku yakin, aku akan menyelidiki isi buku sketsa Aidan

                                 ***

    Aku duduk di bangku taman yang biasanya diduduki Aidan, tanganku mulai bergerak membuka lipatan sketsa yang baru kuambil semenit yang lalu.

    Aku penasaran, sangat penasaran. Jika kulihat gambar sketsa yang dibuat Aidan ini, maka aku akan tahu diakah yang menggambar sketsa gadis dua dimensi itu atau bukan.

     Kubuka perlahan lipatan terakhir, dan mataku langsung terbelalak untuk yang kesekian kalinya.

    Gambar sketsa yang sangat lembut dan indah, setiap coretannya begitu nyata dan dibuat dengan tulus. Tertera gambar gadis dari sketsa yang kutemukan di tempat yang sama beberapa hari yang lalu. Tekniknya sama, dan gadis di atas kertas itu juga masih sama.

      Rambutnya, seragam SMA-nya, dan wajah yang masih tidak diperlihatkan itu persis sama, setiap detailnya.

    Tidak salah lagi, Aidan yang menggambar gadis ini.

    Aku membandingkan sketsa pertama dengan sketsa yang baru. Persis, kertasnya juga sejenis.

    Di sketsa itu, gadis yang dulunya sedang menatap matahari di samping pohon masih tetap sama, namun bedanya dengan yang sekarang, gadis itu sedang mengambil buku dari dalam loker. Dari samping, wajahnya cuma terlihat sebatas dagu, rambut lurus yang tidak berwarna masih tetap digerai.

     Gambaran itu membuatku teringat sesuatu. Teringat kejadian saat jam pulang sekolah sudah lewat tiga atau empat hari yang lalu. Aidan menatap lokerku lekat sekali. Menatap kertas sketsa ini membuatku teringat lalu mengernyitkan alis, ini semua seperti kepingan puzzle yang belum lengkap.

    Melihat sketsa itu setelah beberapa lama membuatku menyadari sesuatu tentang gadis itu. Tiga kata; gadis ini nyata.

    Dapat dilihat dari seragam sekolah yang dikenakannya, seragam itu adalah seragam dari SMA-ku. Menandakan gadis itu bersekolah di sini.

     Belum lagi loker itu, loker yang terlihat tidak asing. Bentuknya, ukurannya, lobang kunci, dan semuanya itu persis sama dengan loker di sekolah ini.

    Aku agak menyesal telah menyadari semua itu, terbesit perasaan sedih dan kecewa ketika tahu Aidan menggambar seorang gadis dengan perasaan yang tulus, dua kali. Itu berarti ia benar-benar memperhatikannya setiap saat kan?

     Entah kenapa aku merasa harus tahu siapa gadis itu.

     Dan begitulah cara aku mengetahui bahwa sketsa-sketsa itu dibuat oleh Aidan, cara aku mendapat kekecewaan yang diselingi dengan rasa penasaran.

***

Flashback (4 hari yang lalu)
Aidan's POV

    Koridor sudah sepi, hanya satu-dua orang yang masih ada di sana.
Siang ini aku melihat gadis itu lagi, gadis yang selalu duduk di kursi taman. Dia lucu, dan juga unik bagiku. Saat melihatnya, aku selalu tersenyum.

    Gadis polos itu memang tidak girly atau semacamnya, tapi entah kenapa aku selalu tertawa melihatnya.

     Sewaktu istirahat tadi, aku lihat gadis tadi masuk ke kelas itu, aku juga tak sengaja melihatnya mengambil buku dari dalam loker di dekat kelasnya.

    Jadi, disinilah aku, menatap loker ini lekat-lekat. Memperhatikan setiap detailnya agar aku bisa mengukirnya di atas kertas sketsa. Menggunakan pensil

     Tiba-tiba, terbesit ide di kepalaku. Membuatku tidak hanya ingin menggambar sketsa dirinya saja sebagai karya untukku.

    Namun juga untuknya.

(Flashback end)

***

Anya's POV

    Sepanjang perjalanan pulang dari rumah Kira sehabis nonton film horror di kamarnya, aku melamun. Jalan di depan sama sekali tidak kuperhatikan.

     DUG!

    "Hati-hati kalau jalan dek!" Seorang laki-laki paruh baya setengah membentak.

    "Eh, eh, maaf pak." Aku membungkuk, lalu meneruskan langkahku.

   Di sepanjang jalan, aku sama sekali tidak fokus pada apa pun. Aku kembali teringat dengan Aidan, dan juga gadis itu.

    Siapa dia?

    Yang jelasnya, ia satu sekolah denganku. Dan Aidan selalu memperhatikannya, sampai menggambarkan sketsa untuknya, dua kali.

    Aku mengepalkan tangan, tenggorokanku seperti dicekat.

    Wah, gadis itu beruntung sekali, gadis yang Aidan perhatikan setiap saat. Aku hanya bisa menahan perasaan kecewa di dalam hati.

     Tiba-tiba, suatu keinginan muncul. Aku ingin mencari tahu soal gadis itu, hubungannya dengan Aidan, juga alasan mengapa Aidan membuang kertas sketsanya, bukan menyimpan atau sekalian saja memberikannya kepada gadis itu.

    Entah kenapa aku tidak bisa tinggal diam. Iya, aku harus cari tahu.

    Aku meneruskan langkah beratku, aku lelah sekali. Kenapa rumahku terasa lebih jauh dari biasanya?

     Aku berjalan menuju halte bus, sebelum sampai di sana, tiba-tiba aku merasakan sesuatu memegang pergelangan tanganku.

    Aku terbelalak, teringat adegan film horror yang tadi kunonton di rumah Kira.

    Aku bergetar, kakiku serasa membeku. Dengan susah payah, aku berbalik. Mataku melotot sempurna saat melihat orang itu, orang yang matanya menatapku lekat.

    "Kita harus bicara," ucap orang itu.

***

   Halo!🍭💙
   Finally, update lagi moga-moga masih ada yang baca Fyi, ada yang bingung pas Point of View Aidan tadi? Cek prolog, pasti tau. Jadi sejauh ini, bagaimana menurut kalian?

Lycha

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top