Layer 5

Bagaimana rasanya melihat temanmu tampil beda dari biasanya saat di sekolah. Ya itulah yang terjadi denganku saat bertemu dan mengajak Elaina keluar di akhir pekan.

Pandangan Ali sekejap tertuju pada Elaina dengan tampilan yang beda dari saat di sekolah. Jantung berdetak kencang ketika memandangnya seperti memandang malaikat yang turun dari langit.

Ia memutuskan mengalihkan pandangan dengan masuk ke dalam mal, disusul oleh Elaina di belakang.

Elaina memiringkan kepala, penasaran kenapa sikap Ali berubah dari biasanya? Lebih banyak diam. Apa penampilannya tidak menarik di matanya? Bisa saja sih. Namun, apakah hanya sekadar itu?

Ia mempercepat langkah hingga melangkah bersebrangan. Saat melirik, pandangan Ali tetap lurus ke depan. Ternyata aku tidak menarik di matanya. Elaina menghela napas.

"Penampilanmu hari ini cukup beda ya," celetuk Ali tiba-tiba.

Entah ingin membalas apa dengan ucapan barusan. Bisa dibilang pujian sih. Harus bereaksi seperti apa? Wajah Elaina sedikit tertunduk. "M-makasih."

"J-jadi ke toko buku?" tanya Elaina sedikit gelagapan.

"Benar, setelah itu terserah sih mau ke mana. Mau langsung pulang juga boleh," kata Ali mengedikkan bahu.

Setibanya di toko buku yang lengang, mereka memasukinya. Berbagai peralatan diperdagangkan termasuk alat tulis, boneka, kursi. Tepat di bagian paling dalam, berbagai buku tertata dengan rapih di rak. Ali pun bergegas menuju rak katalog light novel. Berbagai gambar ala anime itu bertaburan di rak. Meraih salah satunya dan melihat bagian belakang.

Elaina bertinggung, melihat barisan sampul ala anime. Salah satunya ada yang menarik minat. Bahkan pernah menontonnya. Wandering Witch: The Journey of Elaina, judul buku yang dilirik oleh Elaina. Aneh rasanya, Elaina baca novel Elaina. Ia meraih volume pertama, melirik bagian blurb.

"Elaina baca Elaina?" Ali tiba-tiba membuyarkan lamunan Elaina.

Nyaris saja buku itu terjatuh, ia berhasil menangkap dengan selamat. Mengembalikan ke rak. "Bisa enggak sih, enggak usah ngagetin?" Pipi Elaina mengembang.

"Sorry, aku enggak bersmaksud gitu. Entah kenapa kamu bisa menemukannya ya?" tanya Ali.

"Apanya?"

Ali turut bertinggung di samping Elaina, melirik barisan lengkap novel Wandering Witch yang berada di rak bawah. "Ternyata ada di sini toh," lanjut Ali meraih salah satu volume.

"Kamu juga mengikuti serinya?" Elaina bertanya.

Ali mengangguk. Sebuah seri yang mana membuatnya mulai menerjuni genre fantasi lebih dalam. Membuka pandangan baru, tak selamanya fantasi bergabung dengan laga. "Bisa dibilang gitu sih."

Teringat sesuatu di benak Elaina dengan ucapan Metha. "Tapi book dating ini pasanganmu akan membawamu ke toko buku sambil membahas buku."

Jadi seperti ini ya, Elaina tersenyum tipis. Ali bangkit dari tempatnya bertinggung. "Kalau begitu kita pergi ke katalog lainnya sebelum mulai melakukan ekskusi."

"Eksekusi?"

"Maksudnya beli," balas Ali. Ia berbalik pergi ke rak sebelah meninggalkan Elaina sendirian di sana. Namun segera Elaina menyusul.

Hampir setiap tempat yang dikunjungi Ali selalu berceloteh mengenai buku-buku yang dipajang. Entah yang mendengarkannya pun hanya bisa berangguk tanpa menanggapi. Hingga tiba di katalog manga, netra Elaina melirik ke kiri dan ke kanan berbagai manga rilisan baru telah tiba dalam jumlah yang banyak.

Ia berhenti melangkah, meraih salah satu manga. Sword Art Online: Ordinal Scale. Menunjukkan pada Ali.

"Pernah baca ini?" tanya Elaina.

"Inginnya sih begitu, tapi kalau sudah nonton filmnya buat apa. Kadang ragu-ragu juga ingin beli," tanggap Ali, ia mengambil salah satunya. "Sekarang kita kembali ke katalog light novel dan novel. Kalau kamu ingin beristirahat, kamu bisa tunggu di dekat kasir."

Bukannya memilih istirahat, ia malah mengikuti Ali dari belakang. Entah kenapa rasanya tidak seperti di sekolah. Ini malah terlihat canggung. Elaina tertunduk sejenak. Kenapa jadi begini sih? Melirik punggung Ali. Apa dia kecewa ya? Elaina menghela napas panjang.

Kembali ke katalog light novel, ia meraih novel Wandering Witch sebanyak dua tumpuk dengan volume yang sama. Memberikan salah satunya pada Elaina. "Aku belikan satu ya."

"T-tunggu!"

"Enggak masalah kok, uang tabunganku cukup banyak ditambah kemarin salah satu cerpenku ada yang diterima jadinya aku dapat honor." Ali berbalik, menuju kasir.

Sekali-kali mencoba baca juga tidak ada salahnya. Elaina menyusul Ali.

Setibanya di kasir, buku telah dibayarkan hanya saja entah kenapa ada sesuatu yang kelupaan. Tas yang tak dibawa. Lupa kalau toko buku sudah tidak menyediakan semacam kantung plastik. Pantas saja aku tadi merasa ada yang ketinggalan, gumam Ali.

Selepas dari toko buku, Ali melirik jam tangan menunjukkan pukul satu siang. "El, setelah ini kamu ingin ke mana?"

Terdengar keroncongan perut Elaina. Memasang senyum kecut. "Lebih baik kita makan siang dulu deh."

Benar juga, sedari tadi Ali keasyikan memilih buku sampai lupa kalau dirinya belum makan sama sekali. Menuruti keinginan Elaina, mereka pergi ke foodcourt yang berada di lantai atas, lebih tepatnya di bawah Convention Hall.

Duduk di tengah kerumunan, ya karena dapatnya di situ. Ditambah cukup jauh juga dengan outlet yang disediakan. Elaina menanti sembari duduk dan menjaga tempat sebelum diambil oleh orang lain.

Saat-saat jam makan siang seperti ini, foodcourt semakin ramai dipadati pengunjung dari berbagai kalangan. Terlebih banyak yang berebut tempat duduk. Siapa cepat dia dapat. Sembari menunggu, Elaina melirik tumpukan buku. Mengambil salah satunya berjudul Wandering Witch. Membuka lembar pertama, mulai membaca.

Sampai beberapa halaman kemudian, Elaina berhenti membaca, menutup buku itu. Bersamaan dengan tibanya Ali.

"Maaf, antriannya panjang banget. Sudah gitu menunya banyak yang restock jadinya harus menunggu sedikit lama. Kamu terburu-buru?" Ali bertanya sembari menyeret kursi.

"Enggak kok, aku santai hari ini, jadi berapa yang harus kubayar?" Elaina merogoh dompet dari dalam tas. Namun, sebelum benar-benar mengeluarkannya, Ali menggeleng.

"Aku yang traktir hari ini."

"Eh, enggak apa-apa nih?" Elaina memastikan. "Tadi kamu membeli buku sampai menyentuh angka seratus lebih, sekarang makan pun kamu enggak mau dibayar."

Ali menopang dagu. "Bagaimana ya bilangnya?" Ia bergumam memilih jawaban yang tepat. "Aku ingin sesekali mentraktir saja sih."

Lain kali kumasukkan ke dalam tas saja kalau begitu, pikir Elaina. Setidaknya ide yang satu ini lebih baik. Kalau begini kesannya malah jadi aneh mentraktir terus menerus. Lagi pula bukannya uang tabungan bisa disimpan buat sewaktu-waktu jika membutuhkan?

Cowok aneh, itulah yang terbesit di benak Elaina saat ini. Namun, apa boleh buat kalau sudah begini. Selang beberapa menit, Ali berdiri dari tempat duduk kembali ke outlet yang dituju, mengambil makanan.

Menghela napas, Elaina melirik sampul buku itu. Teringat dengan pamflet mengenai kompetisi Light Novel Indonesia. Sebuah kompetisi yang kata Ali sudah berhenti cukup lama. Meski ia ingin mengikuti kompetisi itu, tampaknya harapan dan impian yang satu ini sudah lenyap. Namun, ia masih bisa bertahan hingga kini tanpa berhenti. Bagaimana dia melakukannya? Elaina bertanya-tanya pada dirinya. Entah mengapa ia tidak bisa melakukan hal yang serupa seperti Ali?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top