satu
Pertemuan pertamaku denganmu tidak begitu spesial. Sepele, tapi berkesan.
Kala itu salju tipis masih turun dari langit. Calon-calon murid SMA Inarizaki masih mengenakan pakaian tebal di penghujung musim dingin, berbondong memenuhi aula sekolah.
Agenda daftar ulang murid-murid yang lolos masuk SMA Inarizaki berlangsung ramai nan tertib. Kami belum boleh meninggalkan aula terlebih dahulu, sebab ada beberapa pengumuman yang akan disampaikan.
Kebanyakan menunggu sambil bercengkerama, berkenalan dan mengobrol sana-sini.
Aku terdiam dan mengutuk ketidakmampuanku mengerahkan keberanian untuk sekedar berkenalan. Hanya menyaksikan mereka-mereka yang saling berinteraksi.
'Oh ayolah, kau bilang kau ingin berubah di masa SMA ini? Kenapa tetap saja?' tegurku pada diri sendiri, menyuarakan kekecewaan.
Alih-alih melangkahkan kaki mendekati seseorang, aku malah merapat ke dinding aula. Bersandar di sisi yang sepi. Merasa lebih baik ketimbang berdiri di tengah keramaian tanpa sanggup berbaur di antaranya.
Di sini, jangkauan pandanganku jadi lebih luas hingga dapat menyaksikan hampir seluruh penjuru. Netraku menyapu tiap objek yang tertangkap, nampak pada asik. Sedangkan aku hanya asik memperhatikan dalam diam. 'Ah, gak mungkin aku bisa kayak mereka.'
Hingga perhatianku beralih pada kedatanganmu, yang melangkah merapat ke dinding. Sama sepertiku.
Kau berdiri kurang dari satu meter di sampingku, mata sipitmu memandangi arah depan dengan ekspresi datar. Kau menghela napas, lantas mengeratkan mantel hangat yang kau kenakan.
Suara hati akan kekecewaan yang sempat berkelebat kembali menyeruak. Dadaku berdegup kencang. Pikiran menimbang-menimbang, apakah ini momen yang tepat untuk mencoba memberanikan diri berkenalan?
Perlukah aku menyapamu atau tak kuhiraukan saja dan kembali memandangi orang-orang dalam diam?
Belum sempat pikiranku membuat keputusan, bibirku telah bergerak mengeluarkan suara.
"Meski musim dingin sudah akan berakhir, tapi udaranya kali ini masih dingin ya?"
Dadaku kembali berdegup kencang, tapi juga ada desiran lega yang bercampur di sana.
Kau merotasikan kepala. Mata sipitmu bertemu dengan netraku. Saling memandang lawan bicara yang sama-sama baru bertemu.
"Ya, udaranya masih cukup dingin."
"Mereka kenapa ya kok bisa terlihat antusias sekali seperti itu?" Pertanyaanku beralih pada suasana di depan kita.
"Mungkin karena semangat menyambut masa SMA yang digadang-gadang sebagai masa terindah," jawabmu.
"Bisa jadi. Apa kau merasa begitu juga?"
Kau menggeleng pelan. "Kurasa tidak terlalu."
"Sama." Aku mengulas senyum tipis. Sedikit miris terhadap diri sendiri. Lantas mataku mengejap, sambil masih tersenyum aku mengajakmu berkenalan, "Oh ya, boleh kenalan? Namaku [Surname] [Name] dari SMP X, panggil saja [Name]. Aku lebih suka dipanggil begitu."
"Aku Suna. Suna Rintarou."
"Salam kenal."
"Salam kenal juga."
Riuh yang memenuhi gedung aula perlahan jadi senyap, seiring salah satu panitia penerimaan siswa baru mulai menyalakan mic pemberitahuan.
Semua berbondong-bondong kembali merapat ke barisan masing-masing. Aku ganti menoleh ke arahmu.
Mengambil ancang-ancang beranjak, kulemparkan ucapan klise 'sampai ketemu lagi'.
Suna Rintarou. Kau mungkin terlihat seperti pemuda tak bersemangat dengan wajah datarmu. Tapi ternyata kau bukan orang yang acuh tak acuh, membuatku tak menyesali refleks dari pengambilan keputusanku.
Mungkin sepele, tapi percayalah, kau adalah orang pertama yang kuajak berbincang di SMA. Dinding yang sebelumnya secara tidak sadar kubangun sendiri, runtuh bersamaan dengan interaksi kecil tadi.
Ke depannya, aku tak lagi ragu untuk memulai sesuatu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top