8. Fornuften

Sudah tiga hari Shannon berada di ruangan kecil ini. Rutinitasnya masih sama, dipukuli, ditanyai beberapa hal, lalu dipukuli lagi saat asal menjawab, diajak bicara oleh Jason sesekali sebelum dipukuli lagi. Kadang-kadang selain dipukuli kepalanya juga dibenturkan ke meja dan rambutnya dijambak. Semua itu dilakukan agar Shannon mengaku bahwa dia salah satu anggota Regodnity atau mengonfirmasi status beberapa orang yang dicurigai sebagai anggota Regodnity.

Jenuh dan bosan, itu yang dirasakan. Sakit? Tentu saja, semua itu terlihat jelas dari lebam-lebam yang terbentuk di wajah Shannon. Namun, apakah Shannon menyerah? Tentu saja tidak. Bahkan sampai detik ini dia tidak memberikan informasi apa-apa ke Aria. Mau disiksa seperti apa juga Shannon terus bertekat untuk bertahan.

Pintu ruangan terbuka, bersamaan dengan itu lampu meja di hadapan Shannon menyala. Aria datang lagi dengan Jason. Ah, si tukang pukul itu makin lama membuat Shannon muak. Namun, apa daya, kalau saja tangan dan kaki Shannon terlepas dari invisible handcuff, laki-laki itu akan dia habisi tanpa ampun. Mau adu tonjok sampai seratus ronde pun akan Shannon layani.

Jason memberi Aria sebuah tablet. Pasti dia akan menunjukkan beberapa foto orang-orang yang dicurigai Aria. Setidaknya itu yang ada di pikiran Shannon. Namun, ternyata perkiraannya salah. Kali ini Aria hanya mengecek kalender, sepertinya dia sedang memeriksa jadwalnya.

Aria membisikkan sesuatu ke Jason. "Hari ini aku tidak bisa berlama-lama di sini. Aku serahkan dia kepadamu, terserah mau kau apakan dia yang penting kita harus bisa mendapat informasi dari dia."

Mendengar itu, Jason tidak bisa menyembunyikan seringainya. Sejak kemarin dia menunggu saat-saat ini. Selepas Aria meninggalkan ruang interogasi, Jason dengan sigap menarik rambut Shannon.

"Baiklah, sepertinya kita hanya berdua di sini. Kuharap–" Belum selesai Jason berbicara, Shannon malah meludahinya. Jason pun melepas tangannya dari rambut Shannon, lalu dia tertawa sambil mengelap ludah yang ada di wajahnya.

"Mau sampai kapan kau melawan? Apa kau tidak lihat dirimu? Tidak berdaya, tidak bisa bergerak, wajahmu lebam-lebam, kantong matamu makin gelap. Oh, Shannon apa yang sudah diberikan untukmu sampai kau tidak mau bicara?"

Jason berjalan ke samping Shannon, lalu merangkulnya dari belakang dan mendekatkan bibirnya ke telinga kiri Shannon. "Bagaimana kalau kita menenangkan diri dulu. Sepertinya kau ini memang tidak bisa dikasari."

Tangan Jason bergerak pelan menelusuri tangan Shannon yang terikat di lengan kursi. Dia menggenggam telapak tangan Shannon dan menautkan jemarinya. Shannon mulai risih, firasatnya makin tidak enak, tetapi dia masih berusaha tenang. Jason makin erat menautkan jemarinya sambil sesekali meniup pelan telinga kiri Shannon. Tentu itu membuat Shannon tidak nyaman. Perasaan aneh mulai menyelimuti dirinya, rasa geli yang dia rasakan saat Jason meniup telinga dan tengkuk lehernya, jantungnya berdebar makin kencang, dan tubuhnya bergidik membayangkan apa yang akan dilakukan pria ini terhadapnya. Rasanya kewarasan Shannon benar-benar sedang diuji.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Shannon gusar.

"Bukan apa-apa, aku hanya ingin menenangkanmu. Aku dengar wanita suka dipeluk dari belakang dan diciumi lehernya, lalu telinganya ditiup pelan seperti ini."

"Serius? Dengan keadaan terikat dan setelah aku dibuat babak belur begini? Kau pikir aku bisa senang begitu saja? Maaf Jason, aku tidak punya fetish tertentu yang membuatku puas akan keadaan ini."

Jason mendadak tertawa. Dia tidak mengira Shannon masih bisa bersikap ketus seperti itu. "Hahahaha, ya ampun Shannon, melihatmu masih berusaha melawan seperti ini membuatku makin ingin ... Hahaha!"

Jason melepaskan pelukan, lalu dia mengambil sesuatu dari koper yang ada di pojok ruangan. Sebuah kotak kecil diambil entah apa isinya., Shannon terlihat sama sekali tidak tertarik begitu Jason meletakkan kotak itu.

"Ini adalah fornuften, sebuah serum khusus yang diciptakan pihak intel Nordia untuk menginterogasi tersangka yang keras kepala sepertimu. Aku kurang paham cara kerjanya, sepertinya ini akan berpengaruh terhadap saraf tertentu yang membuatmu tidak bisa berbohong dan ... yah semacam itulah. Kalau kau melawan, siap-siap saja merasakan efek samping dari serum ini."

"Terdengar seperti benda ajaib yang tidak mungkin ada. Dengan serum atau tanpa serum itu, kau tidak akan dapat apa-apa dariku. Kau hanya membuang-buang waktu."

"Memang kedengarannya sulit dipercaya. Kau tahu sendiri Shannon, kita hidup di zaman serba ada. Manusia tidak butuh keajaiban dewa untuk membuat hal yang spektakuler."

Jason membuka kotak itu dan mengisi cairan serum ke dalam suntikan. Shannon mulai memberontak saat jarum suntik diarahkan ke lengan atasnya. Namun, apa daya, pegerakannya terbatas. Mau memberontak seperti apa, suntikan itu tetap menginjeksikan cairan serum ke dalam tubuh Shannon.

"Jangan khawatir, kau tidak akan merasa sakit. Pada dasarnya ini adalah obat penenang yang dikembangkan," jelas Jason sambil membereskan suntikan, lalu dia duduk di meja dengan posisi menghadap Shannon.

"Berhubung moodku sedang baik, aku akan memberimu kesempatan untuk bertanya. Tiga pertanyaan saja, ya, tapi kalau kurang dari itu juga boleh."

Shannon mendongak menatap Jason. Ini bisa jadi kesempatan bagus untuknya mengoreksi beberapa informasi yang diperlukan. Akan tetapi, melihat keadannya yang seperti ini, dia sadar kalau Jason belum tentu menjawab pertanyaannya.

Shannon menghela napas, lalu bicara, "Bagaimana kau bisa langsung menemukanku di taman setelah aku kabur dari kejaran petugas keamanan?"

"Jawabannya, ada di bawah kakimu."

"Apa maksudmu?"

"Yang aku maksud adalah sepatu yang kau pakai bodoh! Begitu saja tidak paham"

Shannon bingung, dia menunduk mengamati sepatu yang dia pakai. Shannon masih memakai sepatu yang diberikan Adam setelah sesi syuting iklan terakhir. Kemudian, dia ingat kalau Aria lah yang membawa sepatu itu sebelum diberikan ke Shannon.

"Sepatuku dipasang pelacak?"

"Bingo, benar sekali. Kupikir kau tidak akan pernah sadar. Baiklah, tiga pertanyaanmu sudah kujawab, sekarang waktunya aku yang bertanya."

"Hey, yang benar saja! Aku baru bertanya satu–"

Shannon terbelalak saat menyadari kecerobohannya. Sejak tadi Jason memang sengaja tidak menjawab lengkap setiap pertanyaan agar Shannon penasaran dan berakhir mengajukan pertanyaan di topik yang sama. Jason sagat paham kalau saat ini Shannon sudah sangat lelah secara fisik dan mental. Begitu Shannon diberi sedikit kesempatan untuk sedikit saja mengendalikan situasi, meskipun itu hanya kesempatan sebentar untuk bertanya, alam bawah sadar Shannon seakan memberontak untuk membalikkan situasi. Ketika Jason tidak memberi informasi utuh pada pertanyaan yang diajukan, pikiran Shannon akan fokus pada jawaban yang dia harapkan dan tidak kepikiran untuk mengajukan pertanyaan lain.

"Melihatmu sesantai itu mengajukan pertanyaan-pertanyaan remeh membuatku berpikir kalau serumnya mulai bekerja. Kau jadi makin santai dan tidak terlalu waspada."

Sial! Bagaimana bisa aku semudah itu terjebak dengan permainannya?

"Baiklah, mari kita lanjutkan." Jason mengaktifkan smartwatch-nya, dari situ muncul gambar hologram yang menampilkan foto Shannon dengan Edvard saat di kasino. "Kau tampak akrab dengan pria ini, Siapa dia?"

Shannon melihat foto itu, dia tidak ingin menjawab. Namun, entah kenapa kepalanya terasa sakit. Makin dia menolak untuk menjawab, rasa pusingnya terasa makin parah. Tampaknya ini adala efek samping dari serum yang disuntikkan Jason. Tidak hanya itu, invisible handcuff yang melingkari pergelangan tangan dan kakinya juga memercikan sengatan listrik.

"Shannon, jadilah anak baik dan jawab pertanyaanku dengan jujur," ujar Jason tenang. Ada kesan mengintimidasi dari nada bicaranya.

Rasa ngilu di kepala Shannon makin tidak tertahankan. Dengan napas terengah-engah, dia pun menjawab, "Dia Edvard, pemilik kasino Royal Masquerade di Las Vegacia."

"Berdasarkan penyelidikan kami, Edvard memiliki jaringan mafia dan bertanggung jawab atas perdagangan pasar gelap di Amricana. Dia juga dicurigai membentuk organisasi rahasia yang bertentangan dengan seluruh pemerintahan di Hiddenland. Kau sering mengunjungi kasino itu dan sering berinteraksi dengannya. Apa kau bekerja untuk Edvard?"

Shannon tertunduk lesu. Tubuhnya perlahan gemetar saat pertanyaan terakhir diungkapkan. Dia tidak bisa mengaku atau semuanya akan hancur. Keselamatan anggota Regodnity dipertaruhkan di sini.

¤¤¤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top