2. Sudden Plan
"Shannon!" Ben berteriak. Di tangan laki-laki itu ada jaket kulit milik Shannon. "Ini, kau lupa jaketmu."
"Oh, terima kasih. Sudah, ya, aku pergi–"
"Hey, tunggu dulu! Kau benar-benar mau ke Nordia?"
Shannon tersenyum. Rasanya agak lucu melihat Ben seperti ini. Apa mungkin laki-laki di depanya ini mengkhawatirkannya? "Tentu saja. Aku tidak mau ketinggalan melihat Devon besok. Dia hebat sekali bisa masuk final turnamen panjat tebing internasional."
Ben membatin, Ah, dia masih bersama Devon rupanya. Padahal, belakangan ini kudengar Devon sedang dekat dengan gadis lain. Apa Shannon tahu soal ini?
"Kenapa?" Pertanyaan Shannon membuyarkan lamunan Ben.
"Tidak apa-apa. Aku hanya berpikir kau hebat sekali meluangkan waktu sejenak untuk project iklan ini. Padahal beberapa jam lagi kau harus terbang ke Nordia. Apa hari ini kau pakai dopping agar tidak kelelahan?"
Shannon kaget mendengar perkataan Ben. Rasanya itu hal terlucu yang dia dengar hari ini. "Hahahaha, aku, pakai dopping? Mana pernah aku begitu. Jangan khawatir, nanti kalau sudah di pesawat aku akan tidur agar tidak kelelahan. Baiklah kalau begitu, aku pulang dulu. Bye!"
Shannon melambaikan tangan dan berlari makin jauh dari Ben. Laki-laki itu hanya tersenyum membalas ucapan perpisahan Shannon. Kemudian, Ben kembali berkumpul dengan yang lain untuk menyortir video hasil rekaman.
¤¤¤
Pintu apartemen itu terbuka otomatis setelah mengidentifikasi sidik jari dan suara pemiliknya. Di dalam terdapat ruangan bergaya minimalis dan beberapa perabotan kayu. Shannon membuka tirai krem yang tergantung di jendela. Embusan angin menerpa wajah Shannon saat jendela itu dibuka.
Wanita itu pun duduk di kursi yang ada di dekat jendela, lalu mengeluarkan rokok dan asbak dari laci kecil di sebelahnya. Dinyalakanlah sebatang produk tembakau itu. Begitu Shannon mengisapnya, sensasi tajam memenuhi rongga mulutnya. Shannon mengambil ponsel. Dia melihat beberapa berita yang sedang ramai saat ini. Salah satunya adalah tentang hiburan. Sebuah poster film yang akan rilis menarik perhatian wanita itu.
"Ah, ini filmnya Magnus. Belakangan ini dia jarang terlihat di kasino. Pasti sedang sibuk."
Shannon menggulirkan tampilan layar ponselnya. Satu per satu judul berita dia baca, jika ada yang menarik dia akan membaca isinya. Sesekali dia mengisap rokoknya sembari menikmati sensasi tenang dari zat nikotin. Tidak terasa 15 menit berlalu. Rokok di tangan kiri Shannon juga makin pendek. Wanita itu pun mematikan api pada putung rokok dengan menekannya pada asbak. Kemudian, dia berjalan ke kamar mandi.
Satu per satu pakaiannya dilepas. Shower dinyalakan, percikan airnya terasa menenangkan saat mengenai kepala Shannon. Perlahan dia menambah kecepatan aliran shower. Kepala Shannon terasa makin rileks dan terasa seperti sedang dipijit. Ketika wanita itu menikmati segarnya air yang mengalir dan membasuhi seluruh tubuhnya, tiba-tiba saja bahu kanannya terasa panas.
"Argh!" pekik Shannon. Begitu dilihat, perlahan muncul tato dengan simbol simetris di bahu kanannya. Simbol itu terdiri dari tiga lengkungan yang saling tumpang tindih hingga bentuknya mirip shuriken. Itu adalah simbol Three Horns of Odin. Bersamaan dengan itu, suara pria terdengar di kepala Shannon.
Shannon, kau sibuk?
"Edvard?" jawab Shannon dalam hati. "Aku sedang mandi. Kenapa menghubungiku seperti ini? Apa kau lupa bayar tagihan internet sampai tidak bisa mengirim surel atau menelponku?"
Hey, jangan sembarangan! Kau sendiri tahu, kan, siapa aku?
"Tentu saja, apa lagi kalau bukan Raja Judi." Gelak tawa terdengar menggema di dalam kamar mandi. Entah siapa yang bicara dengan Shannon sekarang, sepertinya dia cukup akrab dengan Shannon. Rasanya, saat ini dia sedang menerima panggilan telepon rahasia di dalam kepala. Apa mungkin yang bicara dengannya adalah orang penting?
"Oke maaf, aku tidak akan bercanda lagi. Ada apa?"
Ada kabar dari Heinrich. Dia mendapat informasi tentang benda itu. Lock yang selama ini kita cari ada di Nordia.
Shannon menyimak sambil menggosok tubuhnya dengan busa sabun. "Wah, kebetulan aku mau ke sana nanti. Sekalian mau liburan dan melepas rindu ke tanah kelahiranku."
Kalau begitu pas sekali. Aku tugaskan saja kau untuk mencari benda itu. Kalau ketemu, segera laporkan padaku.
"Oke, anggota yang lain bagaimana, terutama yang dari divisi Nordik? Mereka sudah tahu?"
Tentu, tetapi mereka tidak sedang dalam keadaan bisa menjalankan tugas ini. Magnus sedang sibuk dengan filmnya. Kalau dia tiba-tiba menghilang untuk pergi ke Nordia, pasti media akan mencari kabarnya habis-habisan. Itu akan merepotkan nanti.
"Lalu Viktor?"
Anak itu sedang sibuk di lab. Lagipula, setelah kejadian di Ruzia waktu itu, aku tidak memperbolehkan dia keluyuran sembarangan.
"Ah, jadi sisa aku saja? Baiklah, aku paham. Selain itu, apa ada informasi tambahan? Seperti ada di kota mana Lock itu berada atau ada sistem keamanan khusus terkait dengan benda itu?"
Maaf Shannon, Heinrich tidak memberi tahu apa-apa lagi selain letaknya ada di Nordia. Belakangan ini dia mulai diawasi. Jaringan komunikasinya juga sempat direntas. Tampaknya mereka mulai bergerak untuk menyudutkan kita. Sebaiknya kau hati-hati saat di Nordia. Kita tidak pernah tahu musuh akan menyamar sebagai apa atau siapa. Itu saja yang bisa kusampaikan. Maaf, aku tidak bisa berlama-lama bicara.
Seperti sambungan telepon yang putus, suara itu tiba-tiba lenyap. Shannon bingung dengan tugas mendadak ini. Dia sempat berdiri mematung dan membiarkan tubuhnya terguyur air shower.
"Hah, Edvard sialan. Kenapa dia hobi sekali memberiku tugas mendadak?"
Shannon termenung sesaat, tetapi tangannya masih terus bergerak menyabuni tubuh. Pikirannya berusaha mencerna tugas dadakan ini. Kalau Edvard memberi tugas dengan cara telepati seperti ini, artinya ini bukan main-main. Pria itu pasti tidak ingin ada informasi yang bocor ke pihak luar.
"Kaldr!" teriak Shannon yang memanggil Kaldr, sebuah sistem AI yang terinstalasi di apartemennya.
Suara laki-laki yang terdengar tenang pun menjawab, "Saya di sini, Nona. Ada yang bisa saya bantu?"
"Tolong tampilkan peta Nordia beserta rincian lengkapnya!"
Kaldr patuh pada perintah Shannon. Segera di hadapan wanita itu, dinding keramik kamar mandi berubahmenjadi layar hologram yang memperlihatkan peta Nordia, lengkap dengan semua prakiraan cuaca saat ini, kemungkinan kemunculan aurora di beberapa titik, kemacetan lalu lintas, dan masih banyak lagi. Kaldr menjelaskan semuanya dengan rinci, tetapi Shannon tampak tidak memerhatikan AI itu.
Kalau aku jadi pihak pembuat Lock, kira-kira benda itu akan berbentuk seperti apa? Dan juga akan disembunyikan di mana? Wilayah hutan bisa jadi tempat ideal, jauh dari pemukiman penduduk dan sulit ditemukan orang awam. Namun, bisa saja mereka meletakkannya di Arenda, wilayah pusat pemerintahan Nordia. Keamanannya pasti lebih terjamin, pengawasan lebih mudah dilakukan apalagi kalau pemerintah Nordia ikut campur dalam hal ini, tapi ... tetap saja semua jawaban ini belum pasti.
Wanita itu sibuk dengan pikirannya sendiri. Mencari lokasi Lock tanpa petunjuk benar-benar sulit. Rasanya seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami. Sempat terbesit pikiran agar Shannon mengabaikan saja tugas ini, tetapi sayangnya dia tidak bisa.
Lock adalah benda yang menciptakan selubung antisihir di Hiddenland. Benda itu menekan semua wujud sihir. Hiddendland adalah benua yang tidak meyakini sihir dan dewa-dewi. Manusia di Hiddendland lebih percaya dengan penggunaan teknologi dan mesin. Jadi, segala sesuatu yang dianggap magis atau memiliki sihir akan dianggap tabu dan dihancurkan dengan cara dibakar. Sayang sekali, padahal dengan kecerdasan mereka, manusia seharusnya masih bisa menciptakan terobosan yang lebih baik dengan menggabungkan teknologi dan sihir.
Regodnity yang merupakan organisasi dewa-dewi berwujud fana, menyayangkan hal ini. Mereka menganggap kalau manusia di Hiddenland juga perlu membuka mata mereka tentang sihir. Demi mencapai tujuan itu, Regodnity berencana untuk menghancurkan Lock yang lokasinya tersebar di empat tempat di Hiddendland, salah satunya ada di Nordia dan itu yang akan Shannon cari.
"Nona, sekadar mengingatkan kalau sekarang sudah jam setengah satu siang. Pesawat Anda akan take off jam 2. Saya harap Anda segera berangkat ke bandara."
"Oh, baiklah. Terima kasih sudah mengingatkanku."
Layar hologram di hadapan Shannon pun dimatikan. Wanita itu segera menyelesaikan mandinya dan mengeringkan diri. Karena mulai buru-buru, Shannon berjalan cepat ke kamar dan asal mengambil pakaian di lemari. Jaket hoodie hitam dengan jogger pants warna krem menjadi pilihannya. Setelah itu dia memasukan ponsel dan beberapa barang ke tas jinjing, lalu menyambar koper yang ada di dekat pintu kamar.
"Kaldr, selama aku tidak ada tolong nonaktifkan dirimu dalam Mode Phantom. Kalau ada yang mencurigakan, rekam semuanya dan simpan ke database bunker. Nanti biar aku sendiri yang memeriksanya."
Mode Phantom adalah keadaan Kaldr yang nonaktif, tetapi masih bisa merekam dan mengawasi segala hal yang ada di apartemen. Jika Kaldr memasuki mode ini, orang luar akan mengira kalau sistem AI itu tidak aktif, padahal Kaldr masih bisa mendeteksi orang tak dikenal yang menerobos masuk atau mendeteksi virus tertentu yang masuk programnya. Semua aktivitas Kaldr selama dalam Mode Phantom akan tercatat di databaes bunker yang aksesnya hanya diketahui Shannon.
"Baik, Nona. Kalau begitu, selamat bersenang-senang di Nordia."
¤¤¤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top