16. The Goddess of Winter
Shannon segera bangkit dan merebut ID card Aria. Aria melawan balik, lalu dia melemparkan ID card itu jauh-jauh agar tidak bisa dijangkau Shannon.
"Dasar bajingan!" umpat Shannon sambil meninju wajah Aria.
Pintu kedua itu belum sepenuhnya tertutup. Shannon mencoba mempertaruhkan diri untuk masuk, tetapi Aria tidak membiarkannya. Aria pun memelesat dan mengempaskan tubuhnya untuk menindihi Shannon. Mereka berdua pun ambruk. Shannon memberontak. Dengan sekuat tenaga dia melepaskan diri dari Aria dan berlari menuju ruangan kedua. Pintu ruangan itu masih terus menutup, tetapi beruntung Shannon sudah berhasil masuk. Aria tidak mau kalah pun ikut menyusul Shannon.
Pintu ruangan itu makin menutup, Aria berhasil menyusul Shannon. Namun, Shannon tidak tinggal diam. Dia segera menendang Aria dan menghalangi wanita itu agar tidak ikut masuk ke ruangan bersamanya. Aria berada di luar, sementara itu pintu terus menutup sampai menyisakan jarak kecil untuk dilewati. Aria kehilangan kesabaran. Dia pun nekat menerobos melewati sisa celah sebelum pintu menutup sempurna. Shannon bersiap-siap melawan lagi.
Dengan teliti Shannon memperkirakan pergerakan Aria dan kecepatan pintu menutup. Begitu Aria menerobos lagi, Shannon menendangnya, tetapi dia menarik kuciran rambut Aria sehingga kepala Aria berada di dalam ruangan dan badannya di luar. Pintu makin menutup dan leher Aria terjepit.
"AAARGH! SHANNON!"
Aria berteriak kesetanan. Lehernya terasa ngilu dan menyakitkan. Pintu itu terus menghimpit lehernya dan Shannon membiarkan hal itu terjadi. Darah dari leher Aria muncrat, sebagian mengenai wajah dan badan Shannon. Aria memberontak dan terus meraung, tetapi dia tidak bisa melepaskan diri. Sampai akhirnya, begitu pintu tertutup sempurna, teriakannya berhenti dan kepala Aria terputus dari leher.
Shannon begitu lega, pertarungannya dengan Aria selesai. Saking leganya, dia merasakan tubuhnya agak lemas, lalu dia ambruk duduk di lantai. Shannon melihat darah membanjiri lantai dan kepala Aria tergeletak di hadapannya.
"Sekarang, lihat siapa yang mati konyol? Dasar wanita brengsek," umpat Shannon dengan suara pelan.
Shannon ingin duduk sebentar dan mengatur napas. Melawan Aria benar-benar menguras tenaga. Shannon mengakui Aria sangat hebat dalam melawannya. Mungkin kalau mereka berdua menjadi atlet bela diri, mereka bisa saja menjadi rival abadi.
Shannon pun berdiri setelah merasa cukup beristirahat. Dia memeriksa isi tas pinggangnya. "Untung saja tas ini tidak jatuh saat aku melawan Aria tadi."
Shannon membuka resleting tas, lalu mengeluarkan lonceng emas pemberian Viktor. "Syukurlah, benda ini baik-baik saja."
Shannon berjalan ke depan. Karena tadi dia sibuk melawan Aria, dia tidak seberapa memerhatikan ruangan ini. Ruangan ini didesain dengan model semi outdoor, di bagian ujungnya tidak memiliki atap, jadi Shannon bisa melihat langit dengan jelas. Shannon menengadah, dia melihat cahaya bergradasi hijau dan merah meliuk-liuk di atas sana, sebuah aurora. Shannon sempat terkesima, tetapi dia segera ingat dengan perkataan Viktor dan tujuannya ke sini.
Benda ini bisa menyerap bias cahaya aurora. Penjelasan rincinya sangat rumit, tapi intinya, jika lonceng ini dihancurkan setelah menyerap bias cahaya aurora, secara otomatis mengaktifkan sistem penghancuran Lock yang nantinya membuat selubung antisihir hilang.
"Ah iya, aku harus menangkap bias cahaya aurora dengan lonceng ini."
Shannon berjalan pelan ke area terbuka. Dia menengadah, kedua tangannya yang memegang lonceng diulurkan ke depan. Awalnya tidak terjadi apa-apa, tetapi Shannon tetap sabar menunggu. Dia pun memejamkan mata dan mengembuskan napas pelan-pelan.
Perlahan tangan Shannon terasa dingin, dia bisa merasakan ada angin sejung meniup tangannya. Di saat itu pula lonceng emas yang dia bawa berubah warna seperti aurora di langit. Perlahan warnanya menyebar hingga seluruh bagian lonceng emas itu berwarna hijau bergradasi merah dan bergerak meliuk-liuk. Shannon merasa sangat nyaman. Perlahan suhu udara di sekitarnya makin dingin.
. Begitu mata Shannon terbuka, begitu Shannon melihat lonceng yang dipegang berubah warna, dengan sekejab dia meremas lonceng itu hingga hancur. Setelah menyerap bias cahaya aurora, lonceng itu terasa mudah dihancurkan seperti kertas. Serpihan lonceng itu jatuh dan berubah menjadi kristal es kecil-kecil.
Di saat itu pula, cahaya aurora di langit meliuk-liuk liar, lalu terpecah menjadi semburat cahaya emas. Cahaya emas itu seolah luruh ditelan gelapnya malam. Sebenarnya, itu bukan aurora biasa, cahaya emas itu adalah selubung antisihir yang perlahan hancur. Seketika itu pula, Shannon bisa merasakan kekuatan besar mengalir di dalam dirinya.
Berbagai ingatan lamanya saat menjadi Jotun dan saat menjadi dewi merasuki otaknya. Ingatan saat dia menciptakan tanah Nodia dan Gunung Alpena. Ingatan saat dia memberi berkah untuk kaum Viking. Ingatan saat kekuatannya bertammbah begitu para Viking menyembahnya bersama dewa-dewi Aesir yang lain. Ingatan saat dia menurunkan pengetahuan kepada manusia. Juga, ingatan saat manusia mulai melupakannya dan mengkufuri segala nikmat yang dia berikan.
Shannon merasakan semua ingatan itu. Dadanya dipenuhi oleh perasaan yang tidak bisa dijelaskan. Mata Shannon terpejam selagi dia merasakan seluruh kekuatannya kembali. Perlahan suhu di sekitarnya makin dingin, ujung jemarinya mulai diselimuti es, dan butiran-butiran salju mengikutinya kemana pun dia bergerak. Tidak bohong, SHannon sangat menyukai sensasi ini.
Shannon berbalik dan berjalan menuju pintu. Dia mengambil kepala Aria yang tergeletak, lalu membekukan pintu dan menjebolnya dengan paksa. Hal yang sama dia lakukan untuk pintu baja luar.
"Tahan posisi!"
Di hadapan Shannon sudah berjajar tentara-tentara yang siap menembaknya. Shannon melihat mereka dan hanya menyeringai. Kemudian, dia melemparkan kepala Aria ke arah mereka. Para tentara itu sempat bergidik, tetapi pemimpin mereka berteriak, "Tetap fokus, jangan takut!"
Shannon mengamati pria yang berteriak itu. "Thompson, baru saja aku bertemu denganmu kau sudah menjadi orang paling menyebalkan yang pernah kutemui."
"Bersiap!" para tentara membidik Shannon.
"Tembak!"
Mereka serentak menarik pelatuk senapan. Namun, mereka tidak sadar jika ujung jari mereka sudah membeku sejak tadi. Tidak ada suara tembakan yang terdengar. Thompson pun berteriak lagi.
"Tembak–"
Tenggorokan Thompson tercekat, teriakannya tertahan. Lehernya membiru tanpa sebab, sekujur tubunya sangat dingin, kulitnya memucat dan perlahan membiru. Kemudian, Thompson pun ambruk tidak sadarkandiri. Shannon sengaja membuatnya terkena radang dingin parah hingga meninggal. Melihat itu, tentara lainnya mulai ragu untuk menyerang. Tanpa balas kasihan, Shannon membekukan mereka semua dan membuat tubuh mereka hancur menjadi bongkahan-bongkahan daging beku.
Shannon dengan santainya berjalan. Dia benar-benar tidak terkalahkan saat ini. Tiba-tiba saja, ada yang menembaknya dari samping. Shannon menangkis tembakan dengan tangan. Dia mengeluarkan peluru yang tersangkut di tangan kirinya, dan dengan sekejab lukanya sembuh.
"Tidak akan kubiarkan kau pergi dari sini."
Shannon menoleh ke kiri dan mendapati Grey sedang membidikkan pistol ke arahnya. Shannon menatap Grey, lalu dia teringat sesuatu.
"Kau, aku ingat dirimu. Kita pernah bertemu di bandara. Saat itu kau sedang bersama anak-anak dan istrimu."
Grey terbelalak. Saat itu dia memang sedang tidak bertugas, dan saat itu juga dia sedang mengantarkan istri dan anaknya untuk pergi Chiana. Setelah bekerja menjadi salah satu orang kepercayaan Aria, Grey merasa kalau tidak aman jika keluarganya tetap berada di Nodria. Dia tidak ingin keluarganya terkena masalah karena pekerjaannya dan memutuskan untuk memindahkan mereka ke Chiana.
"Tidak, mereka hanya orang yang kubayar agar aku bisa berbaur di bandara sambil mengawasimu," jawab Grey tegas.
"Begitu? Tapi aku jadi penasaran. Kalau seandainya kedua anak itu aku bekukan, lalu aku hancurkan mereka seperti tentara-tentara itu, pasti–"
"Jangan!" Grey refleks berteriak. Di saat itulah Shannon sadar kalau tadi Grey sedang berbohong.
"Ah, ternyata benar. Jangan khawatir aku tidak akan menyentuh keluargamu, tetapi dengan syarat kau haus membantuku."
"Bagaimana kalau aku menolak?"
"Maka kau sendiri yang rugi. Aku sudah membunuh Aria. Aku punya kekuatan untuk meruntuhkan gunung ini dengan sekejap, sedangkan kau ... Apa yang bisa kau lakukan dengan pistol itu? Kau tadi lihat aku tidak terluka setelah kau tembak bukan?"
Grey mulai ragu. Apa yang dikatakan Shannon ada benarnya. Shannon sudah mustahil dihentikan jika sudah mendapatkan kekuatan dewinya kembali. Shannon pun berjalan mendekati Grey. Dia mengulurkan tangan untuk bersalaman.
"Grey, jadilah tangan kananku. Dengan begitu aku bisa menjamin hidupmu dan keluargamu. Aku bisa memberimu dan keluargamu perlindungan dari apapun. Percayalah, setelah ini manusia akan menghadapi bencana yang tidak bisa mereka hindari. Sementara itu, aku bisa membuatmu dan keluargamu terhindar dari bencana itu."
Grey masih ragu. Dia menatap Shannon yang tampak yakin. Pikirannya bimbang, berkali-kali dia mempertimbangkan apa yang Shannon ucapkan. Sampai akhirnya, Grey menerima tangan Shannon untuk bersalaman dan menerima tawaran wanita itu.
"Baiklah, aku setuju. Sekarang apa yang ingin kau lakukan?"
Shannon menjawab sambil menyeringai, "Mengambil alih tempat ini."
¤¤¤
Berita terkini. Terjadi badai salju ekstrim di puncak Gunung Alpena. Fenomena ini diawali dengan cahaya aurora yang bergerak tidak wajar. Aurora tersebut meliuk-liuk liar, lalu cahayanya terpecah dan hilang. Tidak lama setelahnya badai salju muncul dan makin meluas cepat ke wilayah sekitar Bunung Alpena dan hampir menerjang seluruh wilayah Nordia. Suhu dingin yang bertiup dari gunung itu bisa membekukan apapun yang dilewati. Pihak dari badan meteorologi dan geofisika Nordia masih meneliti penyebab dari fenomena ini. Warga dihimbau untuk tidak beraktivitas di luar ruangan sampai pemberitahuan selanjutnya.
¤¤¤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top