14. Infiltration
Shannon melakukan panggilan telepati. Dia menghubungi Edvard dan Viktor.
"Aku sudah di dalam kuil. Aku yakin kalian tidak akan percaya dengan apa yang aku lihat di sini."
Bagian dalam kuil itu tampak lebih megah daripada penampakan luarnya. Di dalam kuil ada ruangan besar yang menjorok ke bawah, seolah olah para Viking zaman dahulu membangun tempat ini dengan merekonstruksi bagian dalam Gunung Alpena. Di sana ada jajaran patung dewa-dewi Nordik berukuran besar. Tingginya sekitar belasan meter, terukir indah dan semuanya tampak gagah. Setiap patung dewa-dewi itu diberi nama dengan tulisan huruf Rune yang diukir pada batu memanjang di bagain bawah patung. Zaman dahulu para Viking memakai patung-patung itu sebagai media penyembahan dewa-dewi Nordik.
Suara Viktor tiba-tiba terdengar di benak Shannon. Shannon, kau masih di sana?
Oh, iya! Maaf aku agak melamun barusan. Ada apa?
Kalau sudah di sana segera ganti bajumu dengan seragam petugas, lalu aku akan memberimu arahan.
Baik!
Shannon bergerak ke pojokan. Di sana adalah spot yang tidak terkena cahaya, jadi tidak akan ada yang melihatnya ganti baju di situ. Shannon melepas jaketnya, lalu membalikkan sisi dalamnya menjadi sisi luar. Dia juga memakai semacam topi barret yang modelnya sedikit menutupi bagian atas wajahnya. Topi itu memang sudah disediakan Viktor dan Edvard, dengan begitu wajah Shannon tidak langsung dikenali. Celana hitamnya tetap dia biarkan, lalu dia memasang kembali tas pinggangnya. Setelah selesai, Shannon berjalan santai menuruni tangga.
Bagus, sejauh ini masih lancar. Sekarang aku tinggal mencari ruangan tempat Lock itu bisa kuhancurkan.
Shannon terus berjalan. Dia mengeluarkan tablet dari tas pinggangnya dan menampilkan denah kuil ini. Berdasarkan denah tersebut, di sini ada dua lapis lantai, lantai pertama berada di lapisan bawah dan lantai kedua ada di lapisan atas. Sekarang ini Shannon ada di lantai kedua. Letak ruangan yang dicari Shannon ada di sebelah utara lantai ini.
Selagi Shannon berjalan, dia merasa tidak akan ada yang memerhatikannya. Semua orang di sini sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Namun, tiba-tiba saja ada pria yang mendekatinya dari belakang. Pria itu juga menarik tangan Shannon sampai membuatnya berbalik.
"Hey, apa yang sedang kau lakukan di sini?"
Shannon bingung. Dia tidak merasa mengenal pria ini, tetapi kenapa orang ini bicara seperti itu kepadanya?
"Ma-maaf, Tuan. Apa ada yang salah?"
"Apa ada yang salah? Kau bertanya apa ada yang salah? Kau ini anak baru kan? Kau seharusnya mengikuti pemeriksaan sekarang!"
Pria itu menarik tangan Shannon. Mau tidak mau, Shannon pun mengikutinya.
Kalau dilperhatikan dari caranya biacara denganku tadi, sepertinya dia belum tahu siapa aku. Baiklah, sementara aku akan mengikuti apa maunya. Semoga saja ini berlangsung cepat.
Shannon hanya menurut saat diperintahkan untuk mengikuti pria itu. Rupanya pria ini membawanya ke barisan petugas yang hendak diperiksa. Shanon mengamati mereka. Salah satu petugas yang memiliki wewenang lebih tinggi mengecek barang bawaan, terutama gadget mereka, seperti tablet dan smartwatch. Di sini Shannon hanya berlagak seperti anak baik. Dia berbaris sesuai instruksi yang diberikan. Tidak lama, Shannon pun dipanggil untuk diperiksa. Shannon mengeluarkan ID card yang dia simpan di tas pinggang. Begitu menyerahkan ID card itu, dia sudah dikomentari dengan ketus.
"Cara menyimpan ID card-mu saja sudah salah. Kau pasti tidak memerhatikan saat pelatihan kerja sebelum resmi diterima di sini."
"Oh, ma-maaf, Pak."
"ID card, wajib dimasukan di saku baju. Itu untuk mempermudah kalian saat mengambilnya. Kalau disimpan di tas pinggang, pasti akan tercampur dengan barang-barang kalian yang lain. Kemudian, pada saat pemeriksaan, ID card kalian sering terselip dan susah diambil dari dalam tas. Itu akan memakan waktu pemeriksaan dan aku sangat benci dengan orang yang tidak cekatan. KAU PAHAM?"
"Baik, Pak. Saya paham."
Pria yang mengomeli Shannon itu pun menerima ID card Shannon. Dia melakukan scan ID card itu, dan muncul keterangan lengkap pada layar monitor. Dia juga membaca nama yang tertera di sana keras-keras.
"Kiara Solveigh?"
Shannon agak tersentak, dia juga segera sadar kalau itu adalah nama samarannya sebagai petugas di sini. "Siap, Pak. Itu nama saya."
"Baru dua hari bekerja sudah membuatku kesal. Tidak masalah, aku masih memaklumi barangkali kau belum terbiasa ada di sini, tapi kalau kau ketahuan lalai, atau terlambat saat ada pemeriksaan rutin, atau ketahuan melanggar peraturan, jangan harap aku sudi untuk bersikap lembut. KAU PAHAM?"
"Paham, Pak!" jawab Shannon tegas.
"Bagus, sekarang letakkan tablet, smartwatch, dan tas pinggangmu di sini. Aku akan melakukan scanning."
Shannon hanya menurut. Dia meletakkan semua barang yang diminta. Begitu selesai di-scanning, pria menyebalkan itu mengembalikan semua gadget Shannon. Ketika sudah diperiksa dan dipastikan kalau tidak ada yang mencurigakan, seharusnya pemeriksaan sudah selesai sampai sini. Namun, entah kenapa rasanya pria di hadapan Shannnon ini ingin cari ribut terus saat Shannon hendak beranjak dari sana.
"Tunggu, jangan pergi dulu. Aku belum memberi instruksi untuk pergi."
Lagi-lagi Shannon hanya menurut, meskipun dalam hatinya dia mulai sebal. Diam-diam dia membaca name tag pria itu. Di sana tertulis Thompson, jabatannya adalah jendral.
"Aku telah memeriksa jadwal tugasmu hari ini. Seharusnya kau melakukan pemeriksaan suplai yang baru dikirim di dekat pintu masuk. Kenapa sekarang kau ada di sini?"
Mampus aku! Aku harus beralasan seperti apa kalau sudah begini?
Shannon bingung harus menjawab seperti apa. Akhirnya, dia agak berbicara asal untuk menjawab.
"Sebelumnya, saya mohon maaf, Pak. Saya hanya memeriksa tangga kecil di sebelah barat yang terhubung dengan pintu lama kuil. Di sana saya menemukan lubang, memang tidak besar, tapi masih cukup untuk dilewati orang. Di sana saya amati juga kurang pengawasan dan ada beberapa titik buta kamera CCTV."
Thompson tampak menyimak baik-baik. Dia menampilkan denah lokasi yang dimaksud Shannon. Melihat kalau Thompson masih mendengarkannya, Shannon pun melanjutkan perkataannya. "Intinya, saya hanya agak khawatir kalau tempat itu rawan dijadikan pintu masuk penyusup. Kurang lebih itulah hasil pengamatan saya. Sekali lagi, saya mohon maaf jika ini membuat saya lalai dengan tugas utama saya."
Thompson mengangguk-angguk lagi. "Baiklah, ini akan aku laporkan ke atasan. Apalgi belakangan ini beliau memperketat penjagaan di sini. Akan berbahaya kalau sampai ada penyusup masuk. Terima kasih, kau boleh pergi."
"Terima kasih, Pak."
Shannon pun beranjak dari sana. Dia merasa bodoh sendiri setelah memberi alasan seperti tadi.
Apa yang kulakukan? Apa yang sudah kulakukan? Bisa-bisanya aku bicara seperti itu. Padahal itu adalah satu-satunya aksesku untuk masuk dan keluar dari sini. Kenapa aku malah memberi tahu mereka? Astaga!
Shannon, tenangkan dirimu. Kau terlalu panik sampai tidak sadar sedang mengaktifkan telepati, ujar Edvard melalui telepati.
Shannon menghela napas untuk menenangkan diri, dengan begitu dia bisa mengembalikan fokusnya. Dia mengeluarkan tablet dan berjalan menuju ruangan Lock. Beruntung sekarang ini Shannon tidak menemui gangguan seperti tadi. Selama dia tidak bertemu Aria, sepertinya dia akan aman. Wanita itu terus berjalan ke utara mengikuti petunjuk denah. Sekitar 5 menit berjalan, dia menemui lorong yang mengarah ke ruang Lock.
Lorong itu seperti leher botol anggur. Bagian awalnya hanya selebar 1,5 meter dan hanya bisa dilalui satu orang. Namun, begitu hampir sampai ujung, lorong itu meluas. Entah kenapa mereka membangunnya seperti ini, mungkin karena dinilai estetik atau bisa jadi karena menyesuaikan kontur Gunung Alpena. Di ujung lorong itu ada pintu baja berbentuk lingkaran besar. Beratnya mungkin ratusan kilogram. Untuk membukanya dibutuhkan akses khusus agar bisa masuk.
Shannon mencoba menempelkan ID cardnya ke papan scanning. Proses scanning berlangsung 3 detik, lalu muncul tulisan merah pada papan scanning. Akses ditolak. Shannon mencobanya lagi, tidak berhasil. Dia mencoba lagi untuk ketiga kalinya dan hasilnya tetap nihil. Dia pun melakukan telepati untuk melaporkan ini ke Edvard.
Ed, aku tidak bisa mengakses pintu masuknya. Bagaimana ini?
Viktor, apa kau bisa melakukan sesuatu?
Aku sedang mencoba, tapi sepertinya pengaturan aksesnya baru diganti. Ah, sial! Aku tidak bisa merentasnya.
Suara langkah kaki terdengar dari kejauhan. Dengan sigap, Shannon meningkatkan kewaspadaannya. Dia melihat sekeliling dengan panik.
Kalian berdua tenang dulu. Ada yang datang ke sini. Aku cari tempat sembunyi dulu!
¤¤¤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top