10. Escape

Jason melangkah cepat menuju toilet. Di tangan kanannya ada tas kain kecil berisi beberapa pembalut, celana dalam wanita, dan obat untuk nyeri menstruasi. Berkali-kali dia juga memastikan tidak salah membawa barang-barang yang dibutuhkan Shannon.

"Aku baru tahu kalau pembalut tersedia dengan berbagai ukuran. Aku tidak tahu mana yang Shannon mau, jadi aku membeli tiga ukuran. Astaga kalau saja Aria mau memberitahuku ukuran pembalut mana yang harus kubeli."

Jason masih menggerutu. Dia merasa kesal sendiri karena kurang wawasan tentang benda-benda seputar feminine hygine. "Argh! Kenapa aku harus bingung sendiri. Tugasku hanya memberinya benda-benda ini. Masalah dia ingin pakai yang mana bukan urusanku, kan?"

Jason lanjut melangkah. Entah kenapa makin mendekati area toilet udara di sekitarnya terasa makin dingin. Awalnya, Jason tidak terlalu memperhatikan dan terus berjalan. Makin lama berjalan, dia mulai merasakan dingin sampai-sampai harus menutup restleting jaket hitamnya.

Ini perasaanku saja atau di sini makin dingin? Apa pemanas di area sini bermasalah lagi?

Jason terus berjalan menuju toilet. Dia merasakan angin dingin berembus dari arah depan. Dia makin waswas, lalu mempercepat jalannya. Begitu sampai di area toilet betapa kagetnya dia melihat kondisi di sana. Cermin di wastafel tertutupi es, beberapa keran yang kadang meneteskan air pun membeku. Udara di sini tidak masuk akal. Jason pun berlari ke arah bilik toilet yang ditempati Shannon.

Jason medobrak pintu bilik toilet yang sebagian diselimuti es. Begitu pintunya terbuka, Jason terkejut setengah mati. Dia bahkan tidak sadar kalau menjatuhkan tas kain berisi pembalut yang dibutuhkan Shannon. Jason melihat Shannon yang masih duduk di toilet, invisible handcuff juga masih terpasang di tangan kanan wanita itu. Namun, kondisi Shannon sekarang ini seperti orang mati. Wajahnnya pucat, sekujur kulitnya juga pucat dan hampir membiru. Shannon tampak tidak sadarkan diri dengan mata terbuka. Sebagian tubuhnya juga diselimuti es.

Jason mendekat, dia segera memeriksa Shannon. Kulit Shannon benar-benar terasa dingin dan kaku saat disentuh. Dia mencoba memeriksa nadi di leher Shannon dan Jason hampir tidak merasakan apa-apa.

Sial! Apa dia tewas?

Jason memeriksa lagi. Masih tidak ditemukan tanda-tanda kalau Shannon masih hidup.

Dia benar-benar tewas karena suhu dingin, tapi bagaimana bisa suhu di toilet ini mendadak kacau?

Jason makin panik. Dia segera melepaskan invisible handcuff agar bisa memindahkan 'jasad' Shannon. Suara klik terdengar, invisible handcuff yang mengikat tangan Shannon ke pegangan besi pun terlepas. Dengan sigap, Shannon bangkit, menarik tangan Jason, memegang kepala laki-laki itu, dan mendorongnya sampai membentur dinding bilik toilet. Jason yang tidak siap dengan pergerakan mendadak itu pun tidak bisa berkutik.

"Aku akan mengampunimu dan membiarkanmu hidup jika mau jujur kepadaku," ancam Shannon.

Jason memberontak, tetapi tidak bisa berbuat banyak. Tengkuknya dicekik dengan tangan Shannon yang sedingin es. Kepalanya terus didorong ke tembok bilik toilet agar dia tidak banyak bergerak. Tangan kirinya ditarik dan dilipat ke belakang punggung, pergelangannya dicengkeram Shannon. Rasa dingin mulai menjalar dari pergelangan tangan Jason. Rasa dingin itu makin menyakitkan dan membuat tangan Jason seperti ditusuk-tusuk.

"Aku yakin kau pasti tahu lokasi penghalang sihir Hiddenland. Katakan padaku!" ancam Shannon lagi.

"Kau pikir aku mau memberi tahumu. Ancam aku sesukamu, tapi aku tidak akan memberitahukan apapun!"

Shannon makin erat mencengkram tengkuk dan pergelangan tangan Jason. Rasa dingin yang menggigit terasa makin menyakitkan bagi pria itu. Perlahan-lahan tangan Jason mengalami radang dingin, sebuah kondisi ketika jaringan tubuh membeku dan rusak oleh paparan suhu rendah. Kulit tangan Jason makin kaku dan mati rasa. Perlahan bagian kulit yang disentuh Shannon makin pucat bahkan sampai membiru. Saraf-saraf Jason di area itu mulai kehilangan fungsinya.

"Baiklah Jason, begini saja. Kau lebih memilih tersiksa dengan radang dingin, atau memberitahuku di mana lokasi penghalang sihir Hiddenland. Kau tahu, radang dingin yang parah bisa memengaruhi otot dan tulangmu. Dalam kasus yang sangat parah, kondisi jaringan tubuh yang terkena radang dingin tidak bisa disembuhkan dan harus diamputasi."

"Kau pikir aku takut? Aku lebih baik mati daripada membocorkan informasi penting!"

Shannon menghela napas. Sebenarnya dia sudah menduga kalau tidak mudah mengancam Jason seperti ini. "Baiklah, Sepertinya memang lebih baik aku mencari tahu sendiri."

Shannon meningkatkan hawa dingin di sekitarnya. Dengan sekejap, tubuh Jason diselimuti es dan sekujur tubuhnya kaku seperti patung maneken. Shannon menjambak rambut Jason dan menariknya sangat keras sampai leher Jason patah. Leher pria itu benar-benar patah dan kepalanya nyaris putus. Shannon mendudukkan jasad Jason ke toilet, lalu membekukan bagian leher Jason agar tidak ada darah yang mengalir. Dia tidak ingin ada orang yang menemukan bercak darah di lantai toilet ini.

Shannon mengambil celana dalam baru dari tas yang tadi dibawa Jason, lalu memasang pembalut. Dia merasa lega setelah berganti celana. Setelah itu, dia meminum obat pereda nyeri haid dan mengamati sekitar.

"Aman, tidak ada orang di sini."

Shannon mengunci pintu bilik toilet dan mengambil beberapa barang Jason. Smartwatch, wireless earphone, tas pinggang, pisau taktikal, ID Card, dan sebuah pistol. Shannon membuka amunisi pistol itu, tersisa lima peluru di dalamnya. Kemudian, Shannon memeriksa isi tas pinggang Jason. Tidak ada amunisi lagi di dalamnya. Itu artinya, Shannon hanya memiliki kesempatan menembak lima kali dengan pistol tersebut.

"Aku harus memanfaatkan ini baik-baik," gumamnya.

Shannon memanjat dinding bilik toilet. Dia melangkahi beberapa bilik, hingga sampai di bilik yang sejajar dengan lubang ventilasi udara. Lubang ventilasi itu cukup besar untuk dia masuki. Dia membuka tutupnya, masuk ke dalam sana, lalu menutupnya lagi. Dia bergerak pelan dengan posisi tengkurap dan terus bergerak mengikuti arah pipa ventilasi. Setelah cukup jauh dari toilet, Shannon mengaktifkan smartwatch yang dia curi.

Smartwatch itu tersimpan data-data penting, mulai dari denah bangunan, informasi pribadi Jason, dan lain-lain. Shannon membuka denah bangunan. Berdasarkan smartwatch yang Shannon pakai, lokasi bangunan ini berada di Arenda, wilayah paling utara di Nordia. Bangunan ini adalah salah satu markas militer Nordia dan didesain hanya memiliki satu akses untuk keluar dan masuk.

Setiap lantai di bangunan ini hanya memiliki satu lift atau tangga. Letak setiap lift atau tangga juga sangat jauh satu sama lain. Misalnya, lift di lantai satu terletak di sebelah barat dan lift lantai dua di sebelah timur, lalu lift di lantai tiga berada di barat, tangga lantai empat ada di timur, dan begitu seterusnya. Tampaknya bagunan ini memang dirancang agar tahanan atau siapapun yang ingin menyabotase tempat ini tidak bisa keluar dengan mudah.

Sudah kuduga ini tidak mudah. Aku juga tidak bisa asal menghubungi seseorang dari luar.

Shannon mengutak-atik beberapa fitur smartwatch sambil terus berpikir. Dia membuka data diri Jason dan membacanya dengan teliti.

"Hmmm, ternyata orang ini punya otoritas yang lumayan tinggi. Aku bisa memanfaatkan ID-nya untuk mengakses pintu keluar dari sini, tapi aku harus hati-hati. Akan jadi masalah besar jika aku ketahuan."

Shannon masih terus mengamati denah gedung. Tidak hanya akses utama yang dia perhatikan, tetapi juga beberapa akses lain yang sekiranya kurang diawasi, seperti jalur ventilasi dan jalur pembuangan sampah. Selagi Shannon masih mengamati denah, tiba-tiba ada dua pesan masuk.

"Oh, ini dari Aria," gumam Shannon sambil membuka pesan.

Pengamanan di sekitar Gunung Alpena sudah diperkuat. Sejumlah penjaga juga ditambahkan di sekitar ruangan penyimpan Lock. Rincian denahnya ada di pesan kedua.

Senyum semringah terpancar jelas di wajah Shannon. Ini adalah informasi yang dia cari. Pesan kedua berisi denah sebuah kuil yang ada di puncak Gunung Alpena dan di sanalah letak Lock berada. Namun, senyum Shannon tidak bertahan lama saat menyadari kalau pesan itu hanyalah pesan sementara yang akan terhapus secara otomatis selama 20 menit. Shannon pun segera mengirim denah itu ke Edvard. Sayangnya, pesan itu tidak bisa terkirim.

"Sial! Kenapa tidak bisa dikirim? Argh! Kalau begitu pakai telepati saja untuk mengabari Edvard."

Sambil bergerak merangkak di dalam pipa ventilasi, Shannon berusaha menghubungi Edvard. Sayangnya, tidak ada respon. Shannon pun kesal.

"Kenapa dia tidak menjawab? Ah sudahlah, yang penting aku harus keluar dulu dari ini. Setelah itu aku coba hubungi dia lagi."

Shannon merangkak lagi, dia masih harus mencari jalan keluar. Sekarang dia berada di lantai tiga dan dia masih harus ke lantai dasar untuk bisa keluar. Setelah beberapa saat bergerak di ventilasi, Shannon keluar di ruangan besar, sebuah gudang penyimpanan. Akses lift dari gudang itu hanya 10 meter.

Di gudang itu ada satu orang yang sedang bertugas. Sepertinya dia sedang mengecek dan melakukan pencatatan suplai yang ada di gudang. Shannon bergerak perlahan, dia berjalan menunduk, dan langkah kakinya nyaris tidak terengar. Dia mendekati petugas itu. Dari belakang dia mencekik petugas itu dengan melingkarkan lengannya ke leher si petugas. Petugas itu hendak berteriak, tetapi suaranya hampir tidak keluar dan dia kesulitan bernapas. Kemudian, hanya dalam hitungan detik petugas itu pun pingsan. Shannon menyeret petugas itu ke pojokan gudang.

Dia menggeletakkan petugas di antara susunan kotak suplai agar tidak ditemukan orang. Tidak hanya itu, Shannon juga melucuti pakaian petugas itu dan memakainya untuk penyamaran. Dia juga menyumpal mulut dan mengikat tangan dan kaki petugas dengan invisible hancuf yang ada di tas Jason yang dia curi. Setelah itu, Shannon berjalan keluar gudang sambil mendorong stroller berisi peti suplai.

Sejauh ini semuanya berjalan lancar. Tahap terakhir, Shannon harus melewati pos penjaga untuk keluar dari sini. Dia menyerahkan tablet yang dia curi di gudang. Tablet itu berisi keterangan pengiriman barang.

"Pengiriman suplai ke tiga tempat di Stava? Hari ini kau sibuk juga ya?"

"I-iya, begitulah," jawab Shannon agak gugub.

Setelah memeriksa semua dokumen, petugas di pos penjaga memberi Shannon kunci mobil. Shannon pun menyambar kunci itu dan bergegas ke parkiran mobil suplai. Sejauh ini semua berjalan mulus. Begitu masuk ke mobil suplai, tiba-tiba petugas pos berteriak ke arah Shannon.

"Mampus! Apa aku ketahuan?"

¤¤¤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top