Chapter 9

"Aaahhh !" Sakura memekik dan seketika ia menutup mulut nya saat menyadari orang-orang di sekitar nya telah menatap nya. Sakura menundukkan kepala dan merasa malu seketika.

Ino dan Tenten yang kebetulan sedang berada di café bersama nya ikut menatapnya dengan heran. Mereka bertiga sedang makan ketika tiba-tiba Sakura melirik kearah jendela dan mendapati seorang wanita dengan tubuh berlumuran darah yang menembus jendela dan memasuki restaurant.

"Kau kenapa, Sakura?"

Sakura cepat-cepat menggeleng saat menyadari sosok yang dilihatnya tidak menapak lantai dan berjalan dengan cara melayang, pertanda jika mahluk itu bukanlah manusia.

"Tadi aku seolah melihat sesuatu yang menyeramkan. Namun ternyata aku salah lihat, gomen ne."

Ino dan Tenten mengernyitkan dahi mendengar alasan Sakura yang menurut mereka terdengar aneh.

"Benarkah? Belakangan ini aku sering melihatmu menatap kearah lain dengan ekspresi terkejut ketika kita sedang berbicara mengenail hal yang sama sekali tidak mengejutkan. Lalu terkadang kau juga terlihat takut tanpa alasan," ujar Tenten sambil menatap Sakura lekat-lekat.

"Aku setuju dengan Tenten. Kau juga pernah memekik seperti tadi beberapa hari yang lalu. Apakah kau sedang mengalami masalah, forehead?"

Sakura merasa benar-benar malu telah bersikap aneh tanpa sadar. Beberapa hari ini penglihatan nya semakin jelas dan ia mulai melihat mahluk-mahluk yang aneh dalam kondisi menyeramkan. Ia benar-benar ketakutan dan tanpa sadar menunjukkan reaksi spontan. Ia sama sekali tidak terbiasa dengan apa yang dilihatnya.

"Masa, sih? Itu hanya perasaan kalian saja, mungkin," Sakura berusaha menyangkal. "Aku juga tak memiliki masalah apapun."

"Serius, wajah mu terlihat pucat, Sakura," ucap Tenten sambil meletakkan cangkir teh yang baru saja diminum nya.

Ino menatap Tenten dan Sakura bergantian serta menunjukkan ekspresi bersalah, "Atau jangan-jangan forehead menjadi seperti ini karena bergaul terlalu lama dengan Sasuke. Mungkin saja lelaki itu merasa dendam dan mencoba mencuci otak Sakura. Atau mungkin juga Sakura menjadi seperti ini karena lelaki itu meneror nya dengan cara-cara yang diluar logika."

Sakura segera menggelengkan kepala setelah mendengarkan ucapan Ino, "Tidak, pig. Belakangan ini aku benar-benar lelah dan kurang tidur, maka aku jadi berhalusinasi yang tidak-tidak."

"Kau kurang tidur? Memang apa yang kau lakukan, forehead? Lalu mengapa kau membelanya, huh? Kau tidak mulai menyukainya, kan?"

Tenten menatap Ino dengan tajam dan segera menjawab dengan ketus, "Sudahlah jangan mengatakan hal seperti itu. Kalau Sakura sampai benar-benar menyukai orang aneh itu, maka aku akan membunuhmu, Ino! Lagipula ini semua salahmu yang berusaha mengajak Sakura taruhan yang melibatkan orang itu."

Sakura tertawa dan menggelengkan kepala. Sebetulnya ia merasa kasihan dengan Sasuke dan ingin membela lelaki itu, namun ia khawatir dengan reaksi teman-teman nya dan memutuskan untuk tetap mengucapkan kata-kata tajam.

"Haha... mana mungkin aku menyukai orang aneh seperti itu? Walaupun wajah nya tampan dan memiliki banyak uang, tetap saja memalukan jika sampai jatuh cinta dengan orang aneh begitu. Seperti tidak ada lelaki lain saja, deh."

"Wah... wah, kau bahkan mengakui wajah nya tampan? Secara tak langsung kau memujinya, dong?" goda Tenten sambil menyeringai. "Benar, kan? Sakura mulai berubah."

Ino menggelengkan kepala dan menyentuh dada nya sendiri dan berdecak kesal, "Kuso ! Aku juga tersindir. Aku juga mengakui wajah nya memang tampan."

"Hah... seorang lelaki berkepribadian bagus jauh lebih menarik dibanding lelaki yang hanya mengandalkan ketampanan wajah," jawab Sakura sambil menghembuskan nafas panjang, berusaha meyakinkan Ino dan Tenten jika ia sama sekali tak tertarik dengan Sasuke.

Tenten dan Ino mengiyakan ucapan Sakura. Mereka berdua percaya dengan ucapan Sakura yang terkesan begitu meyakinkan dan membuat Sakura merasa lega dalam hati.

.

.

Itachi berdecak kesal dan menghampiri Sasuke yang sedang bermain piano. Sasuke tak menghiraukan keberadaan Itachi dan berfokus dengan tuts-tuts piano yang ditekan nya, sosok Itachi bagaikan sebuah gangguan bagi nya.

"Sasuke."

Sasuke terus menekan tuts piano dengan cepat, berpindah dari satu tuts ke tuts lain nya. Jari nya seolah tengah menari dan ia bahkan tak mengalihkan pandangan sedikitpun dari tuts piano.

"Baka otouto," seru Itachi sambil menekan tuts-tuts piano dengan asal untuk mengacaukan alunan nada yang dimainkan Sasuke.

Sasuke mendengus dan melirik Itachi yang berada di samping nya dengan jengkel sambil menutup piano, "Hn?"

"Tadi aku baru saja mengikuti Sakura dan teman-teman nya di café."

"Aku tidak peduli," jawab Sasuke dengan dingin seraya bangkit berdiri dan berjalan menuju sofa terdekat serta menenggelamkan diri di sofa besar dan empuk miliknya.

"Aku mendapat informasi baru tentang mereka."

Sasuke menatap Itachi dengan tajam dan menjawab dengan terpaksa, "Kau mendengarkan ucapanku atau tidak?"

"Ini juga berkaitan dengamu, baka otouto. Kau tak ingin mendengarnya?"

"Tidak."

Itachi dengan terpaksa memancing Sasuke untuk mendengarnya dengan menampilkan ekspresi kekesalan, "Ucapan mereka benar-benar membuatku kesal dan berpikir untuk memberi mereka pelajaran."

Kali ini Sasuke benar-benar menatap Itachi dan menatap dengan tajam, pertanda jika ia serius dengan hal yang akan diucapkannya.

"Akan kupanggilkan oji-san untuk menghancurkan jiwa mu jika kau melakukannya."

"Mengapa? Bukankah dulu kau tak pernah peduli dengan apa yang kulakukan pada teman-teman sekelasmu? Apakah bersama dengan Sakura-chan telah mengubahmu?"

Sasuke mendengus dan berkata, "Cepat katakan apapun yang ingin kau katakan."

Itachi mendudukkan diri di samping Sasuke dan tiba-tiba menggelengkan kepala "Tidak jadi, ah. Aku tidak mau menyakiti perasaan otouto tersayang ku ini."

"Menyusahkan. Apa yang sebetulnya ingin kau katakan?"

"Mereka mengucapkan hal-hal yang menurutku sangat kejam tentang dirimu. Aku merasa kesal hanya dengan mendengarnya."

"Hn? Mereka mengatakan aku aneh atau sakit jiwa?"

Itachi membelalakan mata saat mendengarkan ucapan Sasuke. Ia tidak terkejut jika Sasuke telah mengetahui hal itu, namun ia terkejut karena Sasuke dengan mudah nya mengucapkan hal itu dengan ekspresi datar.

"Kau... bisa-bisanya bicara seperti itu? Kau tidak merasa sakit hati?"

"Tidak."

Iris onyx Itachi terbelalak semakin lebar. Ia tak mengerti sejak kapan Sasuke menjadi sosok yang pemaaf dan begitu lemah. Sasuke yang dulu dikenalnya adalah sosok yang pemarah, sedikit egois dan manja, serta tak akan diam saja jika diperlakukan dengan buruk. Bahkan ia sendiri merasa sangat kesal hingga harus menahan emosi hanya dengan mendengar ucapan Sakura, Ino dan Tenten mengenai sang otouto.

"Sepertinya mereka benar, kau ini agak aneh, otouto. Seharusnya kau merasa marah, Sasuke. Setidaknya kau harus menegur mereka, pokoknya tidak boleh diam saja."

"Aku tidak peduli dengan ucapan mereka," ucap Sasuke dengan ekpresi datar. Kali ini ia sedang berbaik hati dan memutuskan menjelaskan ucapan nya lebih lanjut serta berharap agar Itachi tak menganggu nya dengan pertanyaan-pertanyaan, "Lagipula aku malas repot-repot berurusan dengan sampah tak berguna seperti itu."

Itachi menatap Sasuke dan berusaha menemukan raut wajah yang mengekspresikan kekesalan di wajah Sasuke. Namun wajah Sasuke tetap datar, sangat berlawanan dengan kalimat bernada kekesalan yang dilontarkan nya.

"Kau tidak pernah merasa kesal dengan mereka?"

Sungguh pertanyaan yang konyol bagi Sasuke. Sebagai manusia normal manapun, tentu saja akan ada perasaan kesal jika dikatakan seperti itu, apalagi jika dikucilkan dan dihindari layaknya virus mematikan. Namun kini ia telah kebal dengan segala perlakuan mereka dan sama sekali tidak mempedulikan nya.

Sasuke segera memasang ekspresi ketus dan tak berniat menjawab Itachi. Ia yakin Itachi akan membalas perlakuan gadis-gadis itu jika Sasuke menunjukkan kekesalan nya sedikitpun.

"Bukan urusanmu."

"Ta-"

Sasuke memotong ucapan Itachi dan berkata, "Tidak usah membahas hal ini lagi. Ini bukan urusanmu."

Itachi menatap Sasuke lekat-lekat dan segera memalingkan wajah. Tiba-tiba saja ia merasa malu terhadap dirinya sendiri. Ia membicarakan Sasuke yang kelewat sabar ketika ia sendiri tak pernah marah sedikitpun meski Sasuke mengucapkan kalimat sinis ataupun bersikap kasar padanya.

.

.

Sakura berbaring di kasur nya setelah mandi dan mengganti pakaian. Ia meraih ponsel nya dan membalas satu persatu pesan yang masuk ke ponsel nya. Namun tiba-tiba saja ia tersentak dengan kedatangan sosok lelaki yang menembus pintu kamar nya. Ia terkejut dengan kedatangan aniki Sasuke dan merasa was-was seketika.

"Konbawa, Sakura."

Sakura menatap mata lelaki itu dengan tatapan penuh kecurigaan dan berusaha bersikap sedikit bersahabat, "Bukankah kau adalah kakak laki-laki Sasuke-san? Kurasa kita sama sekali tidak mengenal."

Itachi tersenyum simpul sebagai formalitas belaka dan mengulurkan tangan, "Namaku Uchiha Itachi. Senang bertemu denganmu."

Sakura menatap tangan yang terjulur itu dengan ragu, haruskah ia berpura-pura mengulurkan tangan hendak berjabat tangan ketika sudah jelas jika mereka tak bisa berjabat tangan.

Menyadari tatapan Sakura, Itachi segera menarik tangan nya sendiri seraya berkata, "Maaf. Kebiasaan lama."

"Ya, senang dapat mengenalmu," ucap Sakura dengan terpaksa meskipun ia sangat tidak senang mengenal lelaki itu. Pertemuan pertama nya dengan lelaki itu dalam keadaan yang sangat tidak menyenangkan. Lelaki itu tiba-tiba saja berada di kamar nya dan membuatnya takut setengah mati.

"Kurasa terkesan kurang baik jika seseorang yang tidak terlalu akrab tiba-tiba saja memasuki rumah seseorang, apalagi kamar seorang perempuan," ujar Sakura tanpa sedikitpun niat untuk berbasa-basi.

"Hn? Padahal aku sudah bertemu dengan Haruno-ojisan dan mendapat izin untuk masuk."

Sakura tak begitu percaya dengan ucapan lelaki itu. Namun hal itu tidak mustahil mengingat kedua orang tua mereka saling mengenal dan menjalin relasi yang cukup baik. Untuk saat ini Sakura dapat berpura-pura percaya dan bertanya pada ayah nya nanti.

"Oh, ya? Apakah ada sesuatu yang sangat mendesak hingga kau datang kemari, Uchiha-san?"

"Hn," jawab Itachi sambil menatap iris emerald Sakura lekat-lekat. Ia berusaha menunjukkan kemarahan nya secara elegant tanpa perlu membentak,, apalagi memaki-maki.

"Langsung saja pada inti nya," ujar Itachi tanpa berniat berbasa-basi lebih lama, "Bisakah kau dan teman-teman mu berhenti membicarakan Sasuke dengan kata-kata yang menyakitkan?"

Iris emerald Sakura terbelalak lebar saat mendengar ucapan Itachi. Ia tak mengira jika ucapan teman-teman nya mengenai pelindung Sasuke yang sangat protektif memang benar ada nya. Kini ia yakin jika kejadian penghapus papan tulis yang tiba-tiba mengenai Kiba atau hal-hal buruk lain nya yang menimpa orang-orang yang membicarakan atau memperlakukan Sasuke dengan buruk merupakan perbuatan Itachi.

"Eh... ummm... i-itu..." Sakura tergagap seketika. Ia merasa takut dan secara refleks bangkit berdiri serta melangkah mundur serta berusaha meraih pintu. Namun terlambat, Itachi telah berdiri di depan pintu dan menghalangi Sakura untuk keluar.

Seolah menyadari ketakutan Sakura, Itachi segera berkata, "Tenang saja. Aku tidak akan melakukan apapun padamu."

"S-sumi-masen... deshita..." Sakura menundukkan kepala dengan suara bergetar.

"Seharusnya kau meminta maaf pada otouto ku, bukan padaku," ucap Itachi dengan datar, "Walaupun otouto ku seorang pria dan selama ini terlihat tak peduli, dia juga memiliki perasaan. Hati nya juga bisa terasa sakit jika terus menerus mendengar kata-kata seperti itu. Sebagai wanita, kurasa kau lebih mengerti mengenai hal-hal seperti itu."

"Gomen."

"Sebetulnya apa alasanmu mengucapkan kalimat-kalimat seperti itu pada Sasuke?"

Sakura meneguk ludah dengan paksa. Ia belum pernah menghadapi situasi seperti ini dan merasa takut. Ia teringat dengan pesan Sasuke yang memintanya untuk menghubunginya jika Itachi datang lagi ke rumah nya, namun ia merasa tidak enak menghubungi lelaki itu setelah apa yang dikatakan nya.

"S-sebetulnya aku hanya ingin meyakinkan teman-temanku jika aku tak memiliki perasaan pada Sasuke-san. A-aku khawatir akan ..." Sakura melanjutkan kalimat nya dengan ragu, "aku khawatir akan ikut dianggap sebagai orang aneh jika aku bersikap baik pada Sasuke-san. Awalnya aku juga merasa dia aneh, sih."

"Padahal kau bisa saja menyangkal tanpa mengucapkan kalimat menyakitkan seperti itu," ujar Itachi sambil menatap Sakura dengan tatapan tajam penuh kemarahan. "Jika aku berada di posisimu saat ini, aku tak akan berani mengatai Sasuke sepertimu, terutama dengan ayah mu yang hampir kehilangan kemampuan nya."

Sakura tersentak dengan ucapan Itachi dan teringat dengan ucapan ayah nya dua hari yang lalu. Ayah nya memang mengatakan jika kemampuan nya melihat mahluk halus mulai berkurang dan berpindah kepadanya, dan itu membuatnya merasa khawatir karena ayah nya tak bisa melindunginya sehingga ia hanya bisa mengandalkan Sasuke, itupun jika lelaki itu bersedia.

"Bagaimana... kau tahu?: tanya Sakura dengan keterkejutan yang berusaha disembunyikan nya.

"Haruno-ojisan bisa menjawabku, namun ia terlihat berusaha mencari keberadaanku dengan gerakan mata."

Sakura benar-benar merasa khawatir saat ini. Ia bahkan menyilangkan tangan di depan dada tanpa sadar. Sosok lelaki dihadapan nya jelas merupakan tipe seseorang yang mengamati lawan bicara nya secara detail dan sangat cerdik, sungguh menakutkan.

Itachi berusaha menahan diri untuk tak tertawa melihat reaksi Sakura yang ketakutan namun berusaha menatapnya secara sembunyi-sembunyi. Gadis itu bahkan menyilangkan tangan di depan dada, seolah khawatir akan menjadi korban pelecehan seksual.

"Benarkah? Mungkin itu hanya perasaanmu saja," Sakura menjawab dengan gugup dan khawatir lelaki dihadapannya akan menyerangnya ketika tahu tak ada yang melindungi Sakura.

Seolah dapat membaca kekhawatiran Sakura, Itachi segera berkata, "Saat ini otouto ku bisa membantu mu dan bahkan melindungimu. Namun jika kau bersikap seperti itu padanya, maka aku tak akan membiarkannya membantumu sekalipun dia menginginkannya."

"Aku malu untuk meminta bantuan nya. Lagipula kurasa aku juga akan baik-baik saja. Sebentar lagi aku pasti akan terbiasa."

Itachi menggelengkan kepala sambil menyeringai sinis, "Terbiasa? Kau bahkan berteriak di restaurant dan ingin melempariku dengan gelas, hn?"

"K-kalau begitu aku akan meminta bantuan nya. Kuharap ia akan membantuku."

"Minta maaf lah padanya," ucap Itachi dengan tegas. "Jika tidak, aku akan menganggu hidupmu."

Sakura menganggukan kepala dengan terpaksa, "Ya, akan kulakukan."

.

.

Sasuke sedang berbaring di atas kasur nya sambil memainkan game di ponsel nya ketika tiba-tiba sebuah pesan masuk ke ponsel nya dan menutupi sebagian layar sehingga karakter nya tertembak musuh seketika.

Sasuke segera mematikan game nya dan melirik pesan masuk dari Sakura di ponsel nya. Ia segera membaca isi pesan itu.

From : Sakura

Sasuke-san bisakah kita bertemu besok? Aku ingin mengatakan sesuatu padamu.

Sasuke mengernyitkan dahi dan bertanya-tanya dengan hal yang ingin dikatakan Sakura. Ia segera mengetik pesan balasan dengan cepat.

To : Sakura

Tidak bisa lewat pesan singkat saja?

From : Sakura

Cukup panjang jika harus kukatakan melalui pesan singkat. Tidak apa-apa?

Terdengar suara ketukan di pintu dan Sasuke segera membuka pintu kamar nya. Ia terkejut mendapati ibu nya berada di depan kamar dengan pakaian tidur. Tidak biasa nya ibu nya mengetuk pintu kamar nya, apalagi di malam hari seperti ini.

"Sasuke-kun, bolehkan okaa-san masuk ke dalam sebentar?"

"Silahkan," ujar Sasuke sambil membuka pintu lebih lebar dan mempersilahkan ibu nya untuk masuk dan menutup pintu setelah ibu nya masuk.

Mikoto menatap sekeliling dan menyadari kamar putra nya begitu rapi tanpa sedikitpun kekacauan. Hanya ada sedikit kerut di seprai, pertanda jika Sasuke baru saja berbaring di kasur itu. Kamar Sasuke bahkan jauh lebih rapih dibandingkan kamar Itachi yang mirip dengan kamar anak laki-laki pada umum nya.

"Maaf telah menganggu istirahatmu, Sasuke-kun."

"Tidak apa-apa."

"Besok okaa-san ingin pergi ke pusat perbelanjaan bersama Haruno-obasan. Daripada kau tidak melakukan apapun di rumah, bagaimana jika kau menemani okaa-san?"

"Hn."

Mikoto terkejut dengan reaksi Sasuke. Sasuke biasanya sangat malas jika harus menemani nya pergi ke pusat perbelanjaan dan baru bersedia ketika didesak. Kali ini Sasuke malah langsung mengiyakan.

"Kita akan berangkat pukul sebelas siang," ucap Mikoto sambil tersenyum pada dan mengecup pipi Sasuke dengan cepat, "Oyasumi, Sasuke-kun."

Sasuke terkejut dan tak sempat mengelak ketika ibu nya mencium pipi nya dengan cepat. Ia menatap sekeliling dan bersyukur karena tak ada Itachi di dalam ruangan serta menyentuh pipi nya sendiri.

"Oyasumi, okaa-san."

Mikoto meninggalkan ruangan dan menutup pintu. Sasuke segera meraih ponsel nya dan mengetikkan pesan serta mengirimnya pada Sakura.

To : Sakura

Okaa-san kita akan bertemu besok. Ikutlah dengan okaa-san mu, aku juga ikut.

Tanpa menunggu balasan dari Sakura, Sasuke segera mematikan ponsel nya dan berbaring di kasur nya. Ia tak menemukan Itachi di dalam ruangan hari ini dan merasa sangat lega.

.

.

Sakura berjalan bersama ibu nya menghampiri Mikoto dan Sasuke yang telah menunggu di depan boutique. Kedua wanita paruh baya itu seketika berpelukan dan saling menyapa satu sama lain, seperti khas nya para ibu-ibu yang lama tidak bertemu.

"Wah, sudah lama tidak bertemu denganmu, Sakura-chan. Sekarang menjadi semakin cantik, ya," puji Mikoto setelah melepaskan pelukan nya pada Mebuki dan hendak memeluk Sakura.

"Ah, tidak juga, oba-san. Wajah oba-san juga tidak berubah sejak terakhir kali kita bertemu," Sakura balas memuji sambil tersenyum.

Mikoto tersenyum dan menatap sahabat nya dengan cemburu, "Curang! Kau beruntung sekali memiliki anak perempuan yang bisa diajak pergi bersama-sama."

Mebuki balas tersenyum dan melirik Sasuke sekilas, "Kau juga beruntung memiliki anak laki-laki yang pintar dan sopan seperti ini."

Mikoto menghembuskan nafas dan berkata, "Tetap saja tak ada orang yang bisa kumintai pendapat saat belanja."

Mebuki menepuk-nepuk pundak sahabat nya dan mereka berdua mulai berjalan berdampingan sambil asik mengobrol, meninggalkan kedua anak mereka yang mengikuti mereka sambil berjalan agak berjauhan.

"Ne, Sasuke-san, aku ingin meminta maaf padamu," ucap Sakura dengan suara pelan dan kepala tertunduk. Ia tak berani menatap wajah Sasuke yang berjalan di samping nya.

Sasuke menatap Sakura dengan heran, bingung dengan permintaan maaf secara tiba-tiba. Ia pernah mengalami hal yang sama sebelumnya dengan orang yang berbeda, dan ia bisa menerka apa yang telah terjadi pada Sakura.

"Apakah aniki ku mengunjungimu?"

Sakura terperanjat dan segera membuka mulut nya, "Huh? Bagaimana kau tahu? Apakah kau memintanya untuk datang rumah ku kemarin?"

"Tidak."

"Um.. ya, kemarin aniki mu datang dan menasihatiku soal sikapku padamu."

Sasuke tak yakin Itachi hanya datang untuk menasihati Sakura. Ia yakin pasti ada hal lain yang dilakukan lelaki itu hingga Sakura mengajaknya bertemu dan tiba-tiba meminta maaf padanya. Semasa hidup pun Itachi sudah bersikap begitu protektif pada nya, terlebih lagi saat ini.

"Hanya itu saja?"

Sakura terperanjat dan menatap sekeliling dengan gelisah. Ia ragu antara memilih berkata jujut atau tidak.

"Umm... ya, hanya itu saja."

Sasuke menatap iris emerald Sakura lekat-lekat dan seketika gadis itu menoleh kearah lain, berusaha menghindari tatapan Sasuke. Entah kenapa jantung Sakura berdebar sedikit lebih cepat dan ia merasa malu seketika.

Melihat reaksi yang ditunjukkan Sakura, Sasuke sama sekali tak percaya dengan ucapan Sakura. Ia harus bertanya secara langsung kepada Itachi nanti.

Sakura terbelalak mendapati beberapa orang dengan tubuh penuh luka yang berdiri sambil menatapnya. Tubuh orang itu penuh darah, bahkan ada yang wajah nya telah rusak dan membuat Sakura ketakutan. Ia tahu jika mahluk yang dilhatnya bukan manusia, namun tetap saja ia merasa takut.

Secara refleks Sakura memejamkan mata dan mendekatkan tubuh nya ke tubuh Sasuke. Ia benar-benar takut dan berpikir jika lelaki di samping nya dapat menjadi tameng bagi nya.

Semula Sasuke merasa heran dengan Sakura yang tiba-tiba mendekatinya. Namun ia segera tersadar dengan keberadaan sosok-sosok menyeramkan yang entah mengapa bisa berada di pusat perbelanjaan pada siang hari.

"Kau melihat sosok-sosok itu,hn?" tanya Sasuke dengan suara pelan yang dibalas dengan anggukan oleh Sakura.

Sasuke segera meletakkan telapak tangan di bahu Sakura dan merangkul gadis itu serta membiarkan Sakura sedikit menyandarkan kepala di bagian samping tubuh nya. Itachi telah memberikan panduan-panduan mengenai hal yang harus dilakukannya jika Sakura sedang ketakutan seperti saat ini. Itachi bahkan memastikan agar Sasuke tak terlihat seperti terpaksa melakukannya dengan memberikan pelatihan rutin bagi Sasuke sehingga kini ia tak terlihat kaku saat menyentuh Sakura.

"Tenang saja," bisik Sasuke dengan pelan dan nada yang terkesan meyakinkan.

Sasuke tak melepaskan rangkulan sedikitpun dari Sakura hingga mereka telah melewati sosok-sosok yang menatap mereka, seolah tahu jika mereka berdua bisa melihatnya.

Sakura segera menjauh dari Sasuke dan lelaki itu segera melepaskan tangan dari bahu Sakura. Sakura segera menundukkan kepala dan berkata, "Arigatou gozaimasu."

"Hn."

Sakura memberanikan diri menatap Sasuke dengan ekor mata nya. Ia benar-benar tak mengerti mengapa lelaki itu bersedia melindungi nya dan mungkin juga memaafkannya sekalipun lelaki itu tak menjawab permintaan maaf nya secara langsung. Entah Sasuke memang berhati baik atau memiliki maksud lain.

"Ano... Sasuke-san, apakah kau tidak takut melihat sosok mahluk menyeramkan seperti tadi?"

"Aku sudah terbiasa."

"Benarkah? Bagaimana jika bertemu mereka ketika kau sedang makan? Apakah kau tidak merasa mual? Mungkin kau bisa memberikan tips padaku."

"Jangan lihat mereka, berfokuslah pada makanan yang sedang kau makan."

Sakura menoleh ke belakang secara sekilas dan tersadar jika salah satu mahluk menyeramkan itu mengikuti mereka berdua. Sakura segera berbisik, "Sasuke-san, lihat ke belakang. Itu... mengikuti kita."

Sasuke segera melirik ke belakang dan menatap dengan tajam. Ia kembali merangkul Sakura yang ketakutan dan mahluk itu berusaha mendekat. Namun mahluk itu tak bisa akibat batu yang dikenakan Sasuke dan kehangatan tubuh mereka berdua yang bertentangan dengan energy mahluk itu.

Mahluk itu menyerah dan menjauhi mereka, tak lagi berusaha mengikuti. Sasuke segera berbisik di telinga Sakura, "Mahluk itu sudah pergi."

Sakura segera menjauh dari Sasuke dan kembali mengucapkan terima kasih. Ia merasa sungguh malu terkesan sebagai gadis genit yang seolah berusaha mencari kesempatan untuk mendekati Sasuke. Namun ia sendiri benar-benar ketakutan dan sama sekali tidak terbiasa.

Sasuke melirik Sakura sejenak dan menyadari gadis itu masih merasa syok. Ia menatap kalung di leher nya dan melepasnya.

"Sakura, pakailah ini."

Sakura menatap kalung pemberian Sasuke dan menatap dengan ragu, "Eh? Bukankah itu kalung milikmu? Mengapa kau ingin aku memakainya?"

Sasuke merasa khawatir tanpa mengenakan kalung itu. Namun setidaknya ia masih memiliki Itachi yang bisa menjaganya dan ia telah terbiasa dengan mahluk-mahluk tak kasat mata. Lagipula ia juga merasa lelah jika harus terus menjaga Sakura ketika gadis itu ketakutan, seperti yang baru saja dialaminya tadi.

"Kalung itu dapat melindungimu. Kupinjamkan untukmu, jangan dihilangkan."

"Kau serius? Bagaimana dengan dirimu sendiri?"

Sasuke terlalu malas untuk menjawab panjang lebar dan memberi penjelasan. Sebagai ganti nya, ia hanya menjawab dengan nada datar, "Bukan urusanmu."

Sakura tersentak dan tak berani menatap Sasuke. Ia menerima kalung itu dan segera memakainya.

"Arigatou gozaimasu. Kapan aku harus mengembalikan kalung mu?"

"Ketika kau sudah terbiasa dengan kemampuan mu."

Sakura menatap kalung yang kini telah terpasang di leher nya. Terdapat tiga buah batu di kalung itu dan ia menyentuh salah satu batu yang terlihat seperti batu biasa. Kalung itu membuatnya merasa lebih terlindungi dan ia berterima kasih pada Sasuke yang telah meminjamkan padanya. Kini ia benar-benar tak bisa membenci Sasuke setelah apa yang dilakukan pria itu padanya.

-TBC-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top